Thursday, May 31, 2007

Timur Tengah
Lebanon, Irak, dan Militer

trias kuncahyono

Irak dan Lebanon adalah dua negara di kawasan Timur Tengah yang kini menghadapi persoalan pelik. Kedua negara sama-sama terpecah belah atas dasar sekte-sekte agama, digerogoti dan diperlemah oleh peperangan, dibuat kesulitan oleh gerakan kelompok-kelompok agama berhaluan keras, dan disandera oleh pilihan-pilihan politik yang sulit untuk menentukan masa depan.

Selama ini orang selalu mengatakan, Irak terbagi atas garis sektarian dan etnis: ada Sunni, Syiah, dan Kurdi. Kadang pembagian semacam itu disanggah. Tetapi, fakta di lapangan selalu berkata lain.

Konflik sektarian yang begitu kental bermula di Samarra. Pada 22 Februari 2006, sejumlah orang bersenjata menyerbu Masjid Askariya di Samarra, sekitar 70 kilometer sebelah utara Baghdad. Para penjaga masjid disandera dan masjid yang terkenal dengan sebutan Masjid Emas itu diledakkan. Sejak saat itu, konflik sektarian itu terus bergulir hingga kini dan menelan begitu banyak korban jiwa.

Persoalan Irak bertambah rumit karena banyak yang melihat bahwa ada faksi dari kelompok mayoritas Syiah yang memiliki hubungan dengan Iran. Di Irak juga muncul berbagai kelompok bersenjata yang berhaluan keras. Di antara mereka bergerak dan berjuang sendiri-sendiri serta tidak jarang bahkan bertabrakan.

Lebanon sama seperti Irak. Negeri itu juga disandera oleh perpecahan sektarian, terbagi atas sekte-sekte agama: Syiah, Sunni, Druze, Kristen Maronit (kini bertambah antara lain Hezbollah dan Fatah al-Islam).

Lebanon juga memiliki sistem politik yang sangat kompleks, yang berdasarkan pada dasar pemikiran bahwa harus ada sebuah keseimbangan dalam semua aspek kehidupan politik di antara komunitas-komunitas religius. Apabila keseimbangan ini terganggu, harmoni kehidupan di Lebanon, dan bahkan keutuhan Lebanon sebagai sebuah entitas negara pun, terganggu.

Kini, boleh dikatakan, Lebanon dalam kondisi sangat rentan. Kondisi pemerintah di Beirut yang lemah menjelang pemilihan presiden September mendatang menciptakan ketegangan politik. Apalagi para pemimpinnya merasa terus "diusik" oleh negara tetangganya, Suriah, yang—meski sudah angkat kaki dari negeri itu—masih berkepentingan atas Lebanon.

Suriah dituding sebagai pihak yang bertanggung jawab atas pembunuhan tokoh populer mantan Perdana Menteri Rafik Hariri pada 14 Februari 2005.

Konflik senjata paling mutakhir di Lebanon pada pekan lalu—antara tentara pemerintah dan kelompok Fatah al-Islam— menggambarkan rumitnya persoalan di negeri itu. Rami G Khouri dalam artikelnya di International Herald Tribune edisi Jumat, 25 Mei 2007, menulis, apa yang terjadi di Lebanon merupakan konvergensi empat konflik yang menegaskan rumitnya matriks kekerasan di Timur Tengah saat ini.

Rami G Khouri menulis, keempat konflik itu adalah: Pertama, warisan ketegangan antara berbagai kekuatan Lebanon dan kelompok-kelompok pengungsi Palestina bersenjata di negeri itu. Kedua, ketegangan antara Suriah dan Lebanon sejak pecah pergolakan rakyat menuntut penarikan pasukan Suriah dari Lebanon dua tahun lalu.

Ketiga, wilayah tersebut terimbas perang di Irak. Keempat, meluasnya "perang global terhadap terorisme" yang dicanangkan George W Bush telah menumbuh-suburkan kelompok-kelompok seperti Al Qaeda. Kenyataan itu menempatkan Lebanon pada posisi yang sulit, bahkan teramat sulit.

Tentara bersatu

Baik Irak maupun Lebanon kini memang tengah berjuang untuk keluar dari jerat kesulitan itu. Sikap tegas tentara Lebanon saat menghadapi kelompok Fatah al-Islam (faksi sempalan kelompok Fatah al-Intifada yang berpusat di Suriah, penentang kelompok pejuang Fatah yang dulu dipimpin Yasser Arafat. Selama ini, Fatah dan Hamas, kelompok organisasi utama Palestina, menentang Fatah al-Islam dan memandangnya sebagai ancaman bagi mereka sendiri—Palestina—dan stabilitas Lebanon) di kamp pengungsi Palestina dekat Tripoli merupakan modal penting untuk membangun persatuan dan kesatuan.

Angkatan Bersenjata Lebanon, yang kini diperkirakan berkekuatan 60.000 personel, memang masih lemah karena juga tidak terhindar dari gerogotan pertarungan sektarian. Akan tetapi, mereka memiliki sikap tegas, yakni tidak mau digunakan oleh kelompok apa pun untuk kepentingan mereka sehingga justru menghancurkan diri sendiri. Sikap itu menjadikan tentara sebagai simbol adanya harapan terciptanya persatuan nasional.

Setelah tentara Suriah keluar dari Lebanon dua tahun lalu, tentara pemerintah menjadi kekuatan utama. Memang, ketika pecah perang antara Hezbollah dan Israel selama 34 hari beberapa waktu lalu, tentara pemerintah tidak banyak berbuat.

Akan tetapi, kini mereka mendapat tugas berat, dengan bantuan PBB, untuk menghentikan aliran senjata ke Hezbollah dan membangun stabilitas keamanan kembali. Karena itu, tindakan tegas terhadap Fatah al-Islam merupakan salah satu upayanya untuk membangun stabilitas keamanan itu.

Jika tentara tidak melangkah cepat dan mengambil tindakan tegas terhadap Fatah al-Islam— yang secara diam-diam telah membangun kekuatan bersenjata dengan ratusan pejuang bersenjata berat di kamp pengungsi Palestina di Nahr el-Barid (The Christian Science Monitor, 23/5)—cerita Lebanon tentu akan lain.

Di Lebanon terdapat 40.000 pengungsi Palestina—bukan tidak mustahil Lebanon akan terseret kembali ke perang sektarian lagi. Tindakan tentara memang telah menelan hampir 100 korban jiwa. Tetapi, barangkali itu adalah harga yang harus dibayar untuk memadamkan api yang jika dibiarkan akan membakar seluruh negeri.

Apa yang dilakukan tentara Lebanon itu, demi terciptanya persatuan dan kesatuan negara bangsa, adalah sebuah pelajaran berharga bagi tentara Irak, yang sekarang masih mendapat dukungan pasukan AS.

Jika nanti pada akhirnya pasukan AS yang memberikan andil menciptakan khaos, ditarik dari Irak, masalah keamanan sepenuhnya jatuh ke pundak tentara Irak. Mereka harus mampu menghadapi berbagai kelompok bersenjata yang sekarang ini ada di Irak. Akan tetapi, hal pertama dan utama yang harus mereka lakukan adalah bersatu: tentara harus bersatu.

Menurut Salim Abdullah, juru bicara Iraqi Accordance Front, sebuah kelompok Arab Sunni terbesar di Parlemen, banyak milisi dan kelompok teroris di Irak yang menunggu penarikan tentara AS (International Herald Tribune, 28/5). Keinginan dan harapan milisi dan kelompok teroris untuk menghancurkan Irak tidak akan menjadi kenyataan apabila tidak terpecah belah.

Bagaimana meredam mereka—kelompok bersenjata—atau kalau mungkin merangkul mereka untuk bersama-sama membangun Irak yang bersatu, merupakan tugas utama tentara dan polisi Irak. Jika mereka gagal melakukan tugas itu, sulit dibayangkan akan menjadi seperti apa Irak di masa mendatang. Irak bukan tidak mustahil akan tercabik-cabik karena pertarungan kelompok-kelompok bersenjata berhaluan sektarian dan etnis itu. Demikian pula Lebanon.

Zoellick di Bank Dunia

Tantangan Terberat Menyembuhkan "Luka" pascaskandal

Washington, Rabu - Robert Zoellick dipastikan akan memimpin Bank Dunia, menggantikan Paul Wolfowitz yang mundur karena skandal favoritisme. Zoellick akan menghadapi tugas berat, di antaranya meraih kembali kepercayaan dari sekitar 10.000 karyawan Bank Dunia dan juga dari negara-negara anggota.

Presiden AS George W Bush mengumumkan penunjukan Zoellick hari Rabu (30/5) dan berharap dewan eksekutif Bank Dunia segera menerima pencalonan Zoellick.

Bush mengatakan, Zoellick memiliki karier panjang di bidang diplomasi yang membuatnya sangat siap untuk tugas barunya tersebut. "Bob Zoellick sangat berkomitmen terhadap tugasnya," kata Bush yang juga memuji kinerja Wolfowitz.

Menurut The Washington Post, kemungkinan besar pencalonan Zoellick akan diterima, mengingat institusi tersebut membutuhkan secepatnya pemimpin yang bisa mengeksekusi sejumlah kebijakan penting, yang sudah tidak lagi menjadi wewenang Wolfowitz meskipun ia baru akan menyerahkan jabatannya tanggal 30 Juni mendatang.

Bila Zoellick diterima, tugas utamanya adalah meraih kepercayaan kembali dari seluruh kalangan Bank Dunia dan juga negara-negara anggota yang rusak oleh skandal Wolfowitz.

Wolfowitz dipaksa mundur karena memberikan rekomendasi untuk menaikkan gaji dan mempromosikan kekasihnya, Shaha Riza. Promosi dan kenaikan gaji itu sebagai kompensasi pemindahan Riza dari Bank Dunia ke Deplu AS untuk menghindari konflik kepentingan.

"Orang mengira Zoellick adalah tokoh yang sangat cerdas dan memiliki cara berpikir yang pragmatis. Namun, dia tetaplah berasal dari kelompok yang sama yang mencuatkan perang Irak, kelompok yang sama yang memunculkan Paul Wolfowitz dan Donald Rumsfeld. Siapa pun yang dipilih presiden yang ini (Bush) akan membawa stigma itu," kata seorang pejabat senior Bank Dunia kepada Washington Post.

Memutus tradisi

Sewaktu kasus Wolfowitz muncul ke permukaan, sejumlah pemerintahan dan puluhan organisasi kemanusiaan sudah menyerukan agar tradisi yang sudah berlangsung selama 60 tahun—di mana AS memilih pimpinan Bank Dunia dan Eropa memilih pimpinan IMF—segera diakhiri.

Sistem seperti itu dikhawatirkan akan membuat negara-negara adidaya memiliki "alat" untuk menekan negara berkembang melalui kontrol terhadap aliran pinjaman.

Pekan lalu, para menteri keuangan dari Australia, Brasil, dan Afrika Selatan bersama-sama menyerukan agar presiden Bank Dunia "ditunjuk melalui proses seleksi yang terbuka dan transparan, dan kandidat bisa berasal dari negara mana pun".

Akan berbeda

Meskipun Zoellick berasal dari lingkaran dalam pemerintahan Bush, toh sejumlah kalangan tetap melihat dirinya tidak "sekaku" Wolfowitz yang dinilai telah menjadikan Bank Dunia sebagai "cabang" Gedung Putih.

"Zoellick mungkin tak akan mengalami bulan madu di Bank Dunia, tapi tetap ada kalangan yang akan mendukungnya," ujar seorang pejabat bank senior.

Zoellick adalah mantan Kepala Perwakilan Dagang AS dari tahun 2001-2005, dan setelah itu ia menjadi Wakil Menlu di kabinet Bush sampai dengan Juli 2006, sebelum kemudian menjadi Direktur Pelaksana Goldman and Sachs.

Zoellick-lah sebetulnya yang terpilih menjadi Presiden Bank Dunia dua tahun lalu, namun Condoleezza Rice memintanya untuk menjadi wakilnya di Deplu. Meskipun enggan, Zoellick menerima jabatan itu. Kepada rekan-rekannya, Zoellick mengatakan, ia harus menerima permintaan Rice karena bila tidak, ia khawatir akan kehilangan peluang yang lebih baik nantinya. (AP/AFP/REUTERS/MYR)

thailand
Partai Thai Rak Thai Dinyatakan Bersalah

bangkok, rabu - Partai Perdana Menteri terguling Thailand Thaksin Shinawatra, Thai Rak Thai, dinyatakan terbukti bersalah melakukan kecurangan dalam pemilu April 2006. Para hakim Pengadilan Konstitusional masih menimbang apakah akan membubarkan Thai Rak Thai dan melarang pemimpinnya terlibat politik selama lima tahun, atau tidak.

Dalam putusan hakim Pengadilan Konstitusional yang dibacakan pada Rabu (30/5), Thai Rak Thai, melalui mantan Menteri Pertahanan Thammarak Issaragura na Ayuthaya dan mantan Menteri Transportasi Pongsak Raktapongpaisal, terbukti secara ilegal membayar dua partai kecil untuk menyuap pejabat komisi pemilu guna memalsukan keanggotaan mereka.

Thai Rak Thai juga terbukti membayar sebuah partai kecil untuk ikut serta dalam pemilu April 2006 yang diboikot kelompok oposisi guna memperoleh suara minimum yang diperlukan kandidat tunggal. "Argumen yang diberikan Thai Rak Thai untuk pembelaan mereka tidak cukup," kata seorang hakim.

Sebaliknya, Partai Demokrat, yang merupakan lawan utama Thai Rak Thai, dibebaskan dari semua tuduhan kecurangan dalam pemilu dan tidak dibubarkan. Hakim juga memutuskan tidak ada satu pun pemimpin Partai Demokrat yang dilarang terlibat politik.

"Fakta yang ada tidak bisa membuktikan bahwa Demokrat melakukan kesalahan sehingga tidak ada alasan untuk membubarkan Demokrat," kata Thanit Kesawapitak, salah satu hakim Pengadilan Konstitusional Thailand.

Partai Demokrat yang berusia 61 tahun dan merupakan organisasi politik tertua di Thailand itu dituduh melakukan empat kecurangan dalam pemilu April tahun lalu, di antaranya memfitnah Thai Rak Thai dan memanfaatkan partai tidak dikenal untuk menjerumuskan Thai Rak Thai agar melakukan kecurangan.

"Hari ini adalah hari yang telah kita tunggu-tunggu. Saya ingin hari ini menjadi hari kita menutup kebingungan, tekanan, dan hambatan di negara kita. Mulai besok, banyak yang harus kita lakukan, dan prioritas kami adalah membawa kembali demokrasi dan maju pemilu," kata pemimpin Partai Demokrat Abhisit Vejjajiva.

Guna mengantisipasi kerusuhan pascapembacaan keputusan oleh hakim, sekitar 10.000 personel pasukan keamanan disiagakan di seluruh Bangkok. Keamanan di sekitar gedung pengadilan diperketat dan kamera pengawas ditempatkan di setiap sudut gedung pengadilan. Sinyal telepon seluler di sekitar gedung pengadilan dimatikan.

Otoritas Thailand juga mendirikan pos pemeriksaan di jalan masuk menuju Bangkok untuk mencegah ribuan warga desa dari timur laut Thailand masuk ke Bangkok. Mereka dikhawatirkan melakukan protes pembubaran Thai Rak Thai yang masih memiliki pendukung kuat di wilayah timur laut.

Sejumlah situs internet yang mendukung Thaksin diblokir beberapa hari terakhir karena dikhawatirkan akan mendorong orang berdemonstrasi di jalan-jalan. Menurut Kementerian Informasi Thailand, situs itu akan diblokir hingga keputusan pengadilan selesai dibacakan.

Pemimpin kudeta Jenderal Sonthi Boonyaratkalin bertemu dengan PM Surayud Chulanont, Rabu pagi, guna membicarakan rencana darurat yang disiapkan untuk menghadapi kekacauan. Juru bicara militer, Kolonel Sunsern Kaewkumnerd, mengatakan, angkatan darat, laut, udara, dan kepolisian telah mempersiapkan 13.000 personel jika situasi meningkat menjadi kerusuhan.

Para pengamat politik mengatakan, pembubaran partai-partai utama Thailand bisa menyebabkan kekacauan politik, bahkan jika partai-partai itu didirikan kembali dengan nama dan pemimpin baru. Mereka mengatakan, langkah itu akan menyapu bersih generasi veteran dan mematahkan semangat kaum muda untuk menjadi pemimpin.

"Jika kita menjerumuskan mereka ke keliaran dunia politik, siapa yang akan mengelola negara?" kata Michael Nelson, analis politik dari Universitas Chulalongkorn Bangkok.

(ap/afp/reuters/fro)

venezuela
Chavez Menyerang Media Kelompok Oposisi

CARACAs, selasa - Media massa milik oposisi kembali mendapat serangan dari Presiden Venezuela Hugo Chavez. Untuk kali ini, Selasa (29/5), Chavez dengan keras mengecam stasiun TV Globovision dan menuding media itu "musuh utama negara".

Selain itu, Chavez juga bertekad melakukan apa saja untuk menghentikan upaya berbagai media yang "berniat memicu gejolak kekerasan sekaligus menghasut keselamatan dirinya".

Selama ini, menurut pandangan Chavez, Globovision termasuk stasiun TV yang antipemerintah. "Saya meminta Globovision bersikap kalem dan tenang. Jika mereka terus bersikap keras seperti sekarang ini, maka saya yang akan menghentikan langkah mereka," kata Chavez saat berpidato tanpa menjelaskan lebih lanjut maksud dari pernyataannya itu. Namun dari laporan beberapa media, Chavez memunculkan dugaan konspirasi untuk memicu pemberontakan.

Menanggapi sikap Chavez, penasihat hukum Globovision, Perla Jaimes, menegaskan, Chavez sama sekali tidak mempunyai dasar hukum menjatuhkan sanksi terhadap Globovision. Karena itu, Globovision tidak akan terpengaruh dengan ancaman-ancaman Chavez. "Globovision tidak akan pernah mengubah sikap. Kami hanya menjalankan tugas menyiarkan berita apa pun yang tengah terjadi di negeri ini," ujarnya.

Sebelum mengancam Globovision, Chavez menutup Radio Caracas Television (RCTV) yang juga milik oposisi, Minggu. Meski dikecam dan diprotes ribuan pengunjuk rasa, Chavez berkeras tidak memperbarui izin stasiun TV itu. Padahal, RCTV termasuk stasiun TV tertua Venezuela yang telah 53 tahun beroperasi.

Chavez beralasan, program tayangan RCTV menyerang moral rakyat dengan acara opera sabun yang seperti "ular berbisa" dan acara kartun anak-anak yang penuh rasa benci, gejolak kekerasan, dan bahkan seks.

Untuk Globovision, Chavez menuding stasiun TV itu sengaja mendorong munculnya calon pembunuh presiden dengan menayangkan peristiwa tahun 1981, yakni peristiwa upaya pembunuhan mendiang Paus Yohanes Paulus II dengan diiringi latar lagu Ruben Blades berjudul This Doesn’t Stop Here.

Protes Chavez

Menanggapi tindakan Chavez, ribuan demonstran, baik pro maupun anti-Chavez, menyelenggarakan aksi besar-besaran di Caracas, Anzoategui, dan Carabobo. Kecaman dan protes tak hanya datang dari warga Venezuela, tetapi juga dari komunitas internasional, terutama dari kelompok peduli kebebasan pers seperti di Uni Eropa, Senat Chile, dan Human Rights Watch.

Juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Tom Casey, meminta pemerintahan Venezuela menarik kembali berbagai kebijakan yang membatasi kebebasan berekspresi. "Hak berpendapat adalah hak asasi manusia yang paling dasar dan merupakan elemen penting di dalam sistem demokrasi," ujarnya.

Kecaman AS seperti ini bukan yang pertama kali karena AS kerap mengecam kebijakan Chavez yang bersuara keras dan pedas dalam mengkritik Presiden AS George W Bush beserta pemerintahannya. Sejak duduk di kursi kekuasaan tahun 1999, Chavez bisa memenangkan hati mayoritas rakyat Venezuela dengan berbagai program sosial yang bernilai triliunan dollar AS dari hasil sumber daya minyak. Namun, banyak pihak menilai langkah-langkah Chavez dalam menjalankan kekuasaannya justru mengancam sistem demokrasi. Para pengamat politik menilai Chavez mengikuti gaya pemimpin Kuba Fidel Castro. (REUTERS/AFP/AP/LUK)

Visi 2030 dan Pendidikan (3-Habis)
Kurikulum Beridentitas Kerakyatan

A FERRY T INDRATNO

"Kurikulum memang bukan satu-satunya penentu mutu pendidikan. Ia juga bukan perangkat tunggal penjabaran visi pendidikan. Meskipun demikian, kurikulum menjadi perangkat yang strategis untuk menyemaikan kepentingan dan membentuk konsepsi dan perilaku individu warga," kata panelis Agus Suwignyo.

Dalam sejarah pendidikan di Indonesia, pada rentang waktu tahun 1945-1949 dikeluarkan Kurikulum 1947. Tahun 1950-1961, ditetapkan Kurikulum 1952. Kurikulum terakhir pada masa Orde Lama adalah Kurikulum 1964.

Masa Orde Baru lahir empat kurikulum. Kurikulum 1968 ditetapkan dan berlaku sampai tahun 1975. Selanjutnya muncul Kurikulum 1975. Pada tahun 1984 dibuat kurikulum baru dengan nama Kurikulum 1975 yang Disempurnakan dengan pendekatan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA). Pada tahun 1994 dikeluarkan kurikulum baru, yakni Kurikulum 1994. Kurikulum itu menjadi kurikulum terakhir yang dikeluarkan oleh rezim Orde Baru.

Pada era reformasi muncul Kurikulum 2004 yang dikenal dengan nama Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang pada tahun 2006 dilengkapi dengan Standar Isi dan Standar Kompetensi (Sisko) yang memandu sekolah menyusun Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).

Apabila dicermati, penyusunan kurikulum yang silih berganti di Indonesia itu menunjukkan betapa kekuasaan yang berlaku menancapkan kukunya dalam penentuan isi kurikulum.

Menurut Bourdieu, setiap tindakan pedagogis yang bertujuan untuk mereproduksi kebudayaan dapat disebut kekerasan simbolis yang sah. Kekuatan kekerasan ini berasal dari hubungan kekuasaan sesungguhnya yang disembunyikan oleh kekuatan pedagogis.

Kurikulum yang berlaku dalam suatu negara, termasuk Indonesia, sering digunakan sebagai sarana indoktrinasi dari suatu sistem kekuasaan.

Umumnya para pendidik dan masyarakat luas tidak menyadari apa sebenarnya peranan kurikulum di dalam proses pembelajaran peserta didik.

Dunia pendidikan memang sering kali menganggap bahwa kurikulum adalah soal teknis belaka. Namun, sebenarnya, berbicara tentang kurikulum adalah berbicara tentang sumber-sumber kekuasaan dalam dunia pendidikan.

Kurikulum adalah program dan isi dari suatu sistem pendidikan yang berupaya melaksanakan proses akumulasi ilmu pengetahuan antargenerasi dalam suatu masyarakat.

Dalam sebuah masyarakat yang homogen, masalah kurikulum tidak terlalu merisaukan. Namun dilihat dari konteks masyarakat yang majemuk seperti Indonesia, kurikulum adalah pertarungan antarkekuasaan yang hidup dalam suatu masyarakat. Kelompok masyarakat yang dominan akan mempertahankan kurikulum untuk mempertahankan dominasinya melalui sistem persekolahan.

Sampai sejauh ini pendidikan di Indonesia menggunakan satu kurikulum, yaitu Kurikulum Nasional yang dipakai sebagai acuan tunggal. Semua lembaga pendidikan formal di negeri ini, baik di kota besar, pelosok gunung, maupun di pinggiran pantai, punya kurikulum sama.

Dengan demikian, proses pendidikan yang diterapkan adalah dalam upaya membentuk keseragaman berpikir. Melalui proses pendidikan nasional, generasi muda Indonesia dibentuk oleh sistem pendidikan yang mengacu kepada politik etatisme.

Melalui Kurikulum Nasional, pendidikan di Indonesia telah menjalani proses yang amat berlainan dengan perkembangan kebudayaan sehingga pendidikan di Indonesia bukan lagi sebagai persoalan kebudayaan, melainkan lebih sebagai kepentingan politik di satu sisi, dan kepentingan ekonomi di sisi lain.

Dengan demikian, jika orang masuk ke lorong pendidikan di Indonesia, ia tidak menemukan proses berpikir kritis, tetapi justru menjadi terasing dari lingkungan sosialnya.

Identitas kerakyatan

Munculnya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tampaknya menunjukkan bahwa politik kebijakan pemerintah dalam pengembangan dan operasionalisasi kurikulum mulai desentralistis, akomodatif, dan terbuka. Meskipun demikian, efektivitas perubahan politik kebijakan tersebut dalam menjawab problem fungsional kurikulum masih harus dibuktikan.

Melalui kebijakan KTSP, sekolah-sekolah diberi kebebasan menyusun kurikulum sendiri sesuai dengan konteks lokal, kemampuan siswa, dan ketersediaan sarana-prasarana. Kebebasan semacam itu tentu dilatari semangat pembaruan dalam bidang pendidikan yang selama ini dinanti.

Pemberian kebebasan kepada sekolah dan guru ini bukan tanpa persoalan. Umumnya para guru yang memang tidak dipersiapkan untuk menyusun kurikulum, tidak cukup memiliki kompetensi dan kreativitas dalam menyiapkan kurikulum dan segenap perangkat pembelajaran. Belum lagi masih ada tuntutan ujian nasional di tengah disparitas mutu, kualitas guru, dan sarana-prasarana belajar yang sangat tajam antardaerah.

Bagaimana KTSP menjadi kurikulum yang berfungsi sebagai pedoman dan sarana pencerdasan peserta didik?

Menurut seorang pakar pendidikan dari Malanag, T Raka Joni, ketersampaian pesan pada kurikulum bukan bergantung pada materi pesan yang ingin disampaikan, melainkan lebih pada cara menyampaikan pesan (the process is the content, the medium is the message).

Dia mengatakan, dampak proses penyampaian pesan itulah yang dimanfaatkan untuk menyampaikan sisi-sisi pesan pendidikan lain—humanisme, kerakyatan, nasionalisme, kebangsaan—yang juga penting dalam kerangka tujuan utuh pendidikan.

Akan tetapi, ini justru tidak tepat apabila disampaikan hanya dalam kerangka pikir content transmission model. Sebaliknya, sasaran-sasaran pembentukan seperti kebiasaan bekerja secara sistematis, kepekaan sosial, dan tanggung jawab harus diwujudkan sebagai dampak pengiring (nurturant effects) dari keterlibatan siswa dalam berbagai kegiatan dan peristiwa pembelajaran yang dialami siswa.

Berdasarkan dampaknya kepada siswa, kurikulum dibedakan menjadi lima tataran, yaitu kurikulum ideal, formal, instruksional, operasional, dan eksperiensial.

Kurikulum eksperiensial adalah makna dari pengalaman belajar yang terhayati oleh siswa sementara mereka terlibat dalam berbagai kegiatan dan peristiwa pembelajaran yang dikelola oleh guru dan sekolah. Oleh karena itu, kurikulum eksperiensiallah yang membuahkan dampak, dalam bentuk perubahan cara berpikir dan bertindak para siswa yang bersangkutan.

Oleh karena itu, dilihat dari sudut pandang keberdampakan kurikulum terhadap tingkah laku siswa, pada dasarnya yang eksis hanyalah kurikulum lokal—yang bisa dimanifestasikan dalam KTSP—yang berupa pengalaman belajar yang di- gelar oleh guru dari hari ke hari. Ini berarti, kurikulum formal "tidak banyak bicara" tanpa penerjemahan yang setia di lapangan.

KTSP sangat berpeluang untuk mewujudkan kurikulum sekolah yang beridentitas kerakyatan, artinya kurikulum yang benar-benar berpihak kepada khalayak—dalam hal ini anak didik—dalam konteks sosial-budaya dan kehidupan sehari-hari. Identitas dapat dicapai dengan penyusunan pengalaman belajar yang dikontekstualisasi dengan kebutuhan setempat.

Dalam konteks Asmat yang berawa, misalnya, tentu pelajaran yang paling berguna adalah penguasaan alam, khususnya sungai serta pengelolaan sumber daya air dan laut.

Anak-anak di Langsa, Aceh Timur, perlu belajar mengolah hasil laut, khususnya ikan dan rumput laut, yang selama ini belum tergarap, sedangkan anak-anak Halmahera sangat perlu mengembangkan kesenian tradisional dan bahasa yang beraneka ragam, penyelidikan flora dan fauna. Anak-anak di tempat lain pun mengembangkan pengalaman belajar yang sesuai dengan kebutuhan hidupnya dan masyarakatnya.

Di sini kreativitas dan keberpihakan guru menjadi sangat penting. Sekolah bisa menjadi arena (field) anak-anak untuk membentuk habitus (kebiasaan) baru tanpa didominasi kepentingan sentralistis yang sebenarnya secara diam-diam masih ditengarai termuat dalam standar isi, standar kompetensi, dan kompetensi dasar yang disusun secara terpusat.

Dengan demikian, kebebasan mengembangkan pengalaman belajar itu sungguh terjadi. Tujuan pendidikan yang sesuai kerangka Visi Indonesia 2030—menciptakan masyarakat maju, sejahtera, mandiri, dan berdaya saing tinggi—dapat diarahkan.

A FERRY T INDRATNO Magister Ilmu Religi dan Budaya Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta

Wednesday, May 30, 2007

Agen mata-mata
George Soros Ingin Tumbangkan Iran

Teheran, Selasa - Iran menahan dua warga Amerika Serikat keturunan Iran yang dituduh melakukan kegiatan mata-mata. Itu dilakukan Selasa (29/5), sehari setelah delegasi AS-Iran bernegosiasi di Baghdad. Salah satu warga AS yang ditangkap itu bekerja pada lembaga milik George Soros, yang dituduh ingin menumbangkan rezim di Iran.

Jubir peradilan Iran, Ali Reza Jamshidi, mengatakan, dua warga AS yang ditangkap itu adalah akademisi bernama Haleh Esfandiari dan Kian Tajbakhsh. Keduanya kini ditahan. Wartawan Parnaz Azima masih bebas, namun juga dikenai tuduhan serupa.

"Esfandiari adalah seorang ahli Timur Tengah yang telah resmi dituduh melakukan propaganda untuk mengacau Iran," kata Ali Reza Jamshidi. Tuduhan serupa juga dikenakan pada Tajbakhsh.

Ketiga orang itu memiliki paspor ganda, AS dan Iran. Namun, Iran tidak tahu mengenai hal itu sebelumnya.

Azima adalah dosen di AS dan Iran. Dia juga seorang ahli perkotaan dan juga bekerja untuk Bank Dunia.

Kasus istimewa adalah Tajbakhsh yang bekerja untuk Open Society Institute milik miliuner George Soros. Badan ini oleh Iran dituduh mengupayakan revolusi tabir di Iran. Ini sama dengan cara penjungkalan komunis di Eropa Timur.

Esfandiari, yang bekerja untuk Woodrow Wilson Center for International Scholars, oleh Iran juga dikaitkan terlibat dalam rencana Open Society Institute untuk menjungkalkan rezim yang sekarang berkuasa.

Azima bekerja untuk Radio Free Europe biro Persia yang dibiayai AS. Ia juga berkolaborasi dengan Esfandiari. (AFP/MON)

AS Perkeras Sanksi pada Sudan

China Tolak Tambahan Sanksi

Washington, Selasa - Presiden George W Bush hari Selasa (29/5) mengumumkan sanksi ekonomi baru terhadap Sudan karena dinilai tidak kooperatif untuk menyelesaikan konflik bersenjata di wilayah Darfur yang telah menelan korban sekitar 200.000 jiwa.

Bush mengatakan, AS akan menerapkan "dengan lebih agresif" sanksi yang ada terhadap Pemerintah Sudan. "Sudah terlalu lama rakyat Darfur menderita di tangan pemerintah yang terlibat dalam pengeboman, pembunuhan, dan pemerkosaan warga sipil yang tak berdosa," kata Bush. "Pemerintahan saya menamakan tindakan itu sebagai genosida," lanjutnya.

Bush menyebut Presiden Omar Hassan al-Bashir sebagai tokoh yang bertanggung jawab atas konflik Darfur karena gagal melucuti kelompok milisi.

Washington bulan lalu sudah memperingatkan penjatuhan sanksi baru bila Bashir tidak memenuhi tuntutan AS yang juga disuarakan komunitas internasional. Tuntutan itu adalah Sudan memberikan izin bagi pengerahan pasukan penjaga perdamaian PBB, memberi akses sehingga bantuan bisa mencapai wilayah Darfur, dan menghentikan dukungan terhadap milisi Janjaweed yang bertanggung jawab terhadap pembunuhan warga sipil.

Menurut The New York Times (29/5), empat sanksi baru itu adalah, pertama, memperketat sanksi ekonomi yang telah ada saat ini, di mana sekitar 100 perusahaan Sudan dilarang melakukan bisnis dengan AS.

Kedua, menambah 31 perusahaan ke dalam daftar perusahaan yang dikenai sanksi, melarang mereka melakukan transaksi apa pun dalam sistem keuangan AS.

Ketiga, penerapan sanksi bagi dua pejabat senior Sudan dan seorang pemimpin pemberontak. Keempat, meminta persetujuan PBB bagi sebuah resolusi internasional untuk menerapkan embargo senjata terhadap Sudan dan melarang penerbangan militer di Darfur.

China menolak

China langsung mengeluarkan pernyataan yang menentang sanksi tersebut, bahkan sebelum Bush mengumumkan secara resmi. Menurut Beijing, pemberian sanksi baru AS terhadap Sudan malah akan semakin mempersulit penyelesaian masalah. "Sanksi dan upaya penekanan ini tidak kondusif bagi penyelesaian masalah, dan justru akan semakin mempersulit situasi," kata Liu Guijin, perwakilan China untuk masalah Darfur.

Hal senada juga dinyatakan Sudan yang menganggap sanksi AS tersebut tidak bisa dibenarkan. Pejabat senior di Deplu Sudan menyatakan, keseluruhan sanksi itu tak akan mengubah sikap Sudan terhadap proposal Darfur yang dipaksakan AS itu.

Namun, Inggris mendukung langkah Bush. Perdana Menteri Tony Blair sepakat bahwa tekanan terhadap Sudan harus diperkuat dan situasi yang saat ini terjadi di Darfur "tak bisa diterima". "Kami menyambut baik setiap langkah AS untuk menambah tekanan terhadap Presiden Bashir atas apa yang terjadi di Darfur," ujarnya.

Disebutkan juga, 27 negara Uni Eropa sudah selangkah lebih maju dari AS dalam hal melarang penjualan senjata ke Sudan.

Isu politik

Konflik Darfur sudah menjadi isu politik yang berpengaruh di Washington, bukan saja di antara para aktivis HAM, tetapi juga di antara kelompok-kelompok keagamaan, termasuk kelompok Kristen yang menjadi basis dukungan bagi Bush.

Bush berupaya menjatuhkan sanksi ini sejak beberapa waktu lalu, namun Sekjen PBB Ban Ki-moon berhasil membujuknya untuk memberikan waktu yang lebih panjang bagi penyelesaian diplomatik. Namun, Bush menganggap misi Ban telah gagal.

Hanya saja, Washington dan PBB berbeda pandangan dalam menilai isu Darfur. Bush menganggapnya sebagai genosida, namun PBB tidak melihatnya demikian. (AFP/REUTERS/MYR)

Tuesday, May 29, 2007

PM Howard Terancam Kalah dalam Pemilu

canberra, senin - Perdana Menteri konservatif Australia, John Howard, terancam kalah dalam pemilihan umum akhir tahun ini. Lebih dari itu, dia bersama calon penggantinya Peter Costello bisa kehilangan kursi di parlemen.

Hasil jajak pendapat yang dilaksanakan AC Nielsen dan kemudian dianalisa oleh surat kabar Fairfax, Senin (28/5), menunjukkan bahwa pemerintah bisa kehilangan 49 dari 87 kursi di majelis rendah. Posisi Howard, Costello dan calon pemimpin lainnya yaitu Menteri Lingkungan Malcolm Turnbull, dinilai sangat rentan.

Setelah 11 tahun berkuasa, dan pemilihan umum yang tinggal enam bulan, jajak pendapat menunjukkan dukungan bagi koalisi Howard mencapai titik terendah dibanding sejak sebelum dia memenangkan kursi perdana menteri pada 1996.

Meski demikian, pemimpin oposisi Kevin Rudd menilai meningkatnya dukungan terhadap Partai Buruhnya sebagai hal yang biasa, dengan mengatakan bahwa Partai Buruh hanya dua kali memenang sejak Perang Dunia II. "Lihat, memang ada keinginan untuk perubahan di Australia. Tetapi saya tahu, sejarah selalu menentang partai Buruh," ungkapnya.

Australia Selatan

Jajak pendapat khusus yang dilakukan surat kabar Sunday Mail di Adelaide, Minggu (27/5), juga menunjukkan bahwa pemerintah kehilangan banyak kursi di Australia Selatan. Bersama Queensland, Australia Selatan dianggap sebagai kunci medan tempur untuk menentukan hasil pemilu mendatang.

Jajak pendapat yang dilakukan Reuters pada 23 Mei, menunjukkan, Buruh memimpin 16,9 persen dibanding Konservatif. Meski demikian, Partai Buruh harus bisa merebut 16 kursi tambahan untuk menang.

Sedangkan dalam analisa Fairfax, Buruh bisa memenangkan 49 kursi, dimana 13 menteri di pemerintahan sekarang akan kehilangan kursi di parlemen.

Howard yang menyadari buruknya hasil jajak pendapat, pekan lalu memperingatkan para anggota parlemennya bahwa partai mereka menghadapi "pemusnahan" pada pemilu mendatang.

Dukungan terhadap koalisi Konservatif turun dari 53 persen tahun lalu menjadi 41 persen di seputar Australia Selatan. Kondisinya bahkan lebih buruk di wilayah metropolitan Adelaide.

Titik balik dukungan itu bermakna pemerintah bisa dengan mudah kehilangan beberapa kursinya di Kingston, Wakefield dan Makin, yang seringkali dianggap para pemilih sebagai angka krusial bagi hasil nasional.

Menteri Kesehatan Tony Abbott yang merupakan kepala strategi pemerintah di Majelis Rendah, mengatakan prihatin karena para pemilih tidak menaruh perhatian cukup dekat terhadap prospek terpilihnya Kevin Rudd sebagai perdana menteri.

"Keprihatinan saya adalah rakyat Australia berjalan menuju pemilihan dengan kedua mereka ditutup, bahwa mereka merenungkan pilihan pada sebuah partai yang banyak sekali ketidakkonsistenannya dan kontradiksi di jantung berbagai kebijakannya," kata Abbott kepada televisi Australia. (Reuters/OKI)

Jepang
Ketahuan Terima Suap, Menteri Bunuh Diri

Tokyo, Senin - Menteri Pertanian Jepang Toshikatsu Matsuoka (62), Senin (28/5), melakukan bunuh diri. Ia menggantung diri dan ditemukan tewas. Matsuoka ketahuan terlibat dalam skandal dana politik dan manipulasi kontrak bisnis. Ia adalah seorang pengacara yang kemudian beralih menjadi politisi.

Matsuoka tewas beberapa jam sebelum ditanyai soal skandal yang melibatkan dirinya. Ia ditemukan sudah tidak sadar di apartemennya dan dinyatakan meninggal beberapa jam kemudian. Media di Jepang memberitakan, Matsuoka ditemukan tergantung di sebuah jendela di apartemennya dan meninggalkan surat bunuh diri yang isinya tidak diungkapkan.

Perdana Menteri Shinzo Abe terlihat shock dan pucat setelah mengunjungi jenazah Matsuoka di rumah sakit, tempat Matsuoka disemayamkan. "Saya amat kecewa. Namun ketika saya melihat wajahnya, terlihat kedamaian," kata PM Abe.

Matsuoka adalah menteri pertama yang bunuh diri sejak Perang Dunia II. Ia dituduh menerima sekitar 236.600 dollar AS atau sekitar Rp 2,2 triliun hanya dalam satu kasus saja.

Sebelum menjadi menteri, Matsuoka terlebih dulu menjadi anggota parlemen dari Partai Demokratik Liberal (LDP), yang bertujuan melindungi kepentingan pertanian.

Sudah diragukan

Matsuoka menjabat sebagai pejabat bidang kehutanan selama 20 tahun di Departemen Pertanian dan Perikanan. Pada 1990 ia terpilih menjadi anggota parlemen mewakili daerah pertanian asalnya di Provinsi Kumamoto.

Ia menjadi menteri, September 2006, karena turut berjuang keras menjadikan Shinzo Abe sebagai Perdana Menteri Jepang. Pengangkatannya sebagai menteri tetap dilakukan meski ada penolakan, termasuk dari dalam LDP. Masalahnya, Matsuoka sudah sejak lama terdengar terlibat berbagai skandal.

Ketika masih hidup ia pernah bercerita soal masa lalunya. "Saya masih ingat ketika masih kecil, saya menolong orang tua membersihkan hutan," kata Matsuoka, yang salah satu anaknya menjadi penyiar di NHK.

Sebagai anggota parlemen, pada 2001 ia membela kepentingan petani, antara lain mendorong pemerintah melindungi petani sapi. Namun, kedekatannya dengan sejumlah pengusaha membuatnya terlibat skandal.

Dalam kasus terakhir, ada dua komite yang dibentuk untuk membantu kampanye Matsuoka agar bisa kembali duduk di parlemen. Dua komite itu diduga menerima dana dari pengusaha. Lalu, pengusaha tersebut kemudian diberi imbalan berupa kemenangan kontrak untuk pembangunan proyek pemerintah. Jaksa penuntut, pekan lalu, menangkap dua pejabat yang terlibat skandal itu, termasuk dalam proyek pembangunan jalan yang dilakukan di daerah asal Matsuoka. (REUTERS/AP/AFP/MON)

Pasca-Obasanjo, Masa Depan Demokrasi Tak Jelas

Lagos, Senin - Presiden Nigeria Olusegun Obasanjo akan melepas jabatannya hari Selasa (29/5) ini setelah delapan tahun berkuasa.

Pengganti Obasanjo adalah "tangan kanannya", Umaru Yar’Adua, yang memenangi pemilu yang diwarnai kerusuhan berdarah dan dianggap penuh kecurangan oleh pengamat lokal maupun internasional.

Itu sebabnya, kepergian Obasanjo menimbulkan pertanyaan, akan berjalan ke arah mana kehidupan demokrasi di Nigeria.

"Kita memiliki tradisi pemilu yang curang, namun Obasanjo telah memberikan sebuah pemilu tercurang dalam sejarah," kata Emma Ezeazu, pemimpin Aliansi Pemilu Kredibel, sebuah lembaga yang memayungi kelompok- kelompok yang mencoba mengakhiri sejarah kecurangan pemilu.

Namun dalam pernyataannya akhir pekan lalu, Obasanjo justru memuji hasil pemilu dan kinerja partainya, Partai Rakyat Demokratik.

Pemimpin sipil

Ketika Obasanjo terpilih sebagai presiden tahun 1999, ia meninggalkan latar belakang panjang dalam kepemimpinan militer Nigeria.

Setelah melakukan kudeta pada tahun 1970-an, Obasanjo menjadi pemimpin rezim militer. Namun, pada tahun 1979 ia menyerahkan kekuasaannya secara sukarela kepada pemimpin sipil.

Ketika pemimpin sipil yang menggantikannya kembali dikudeta militer, Obasanjo menjadi tokoh vokal yang mengkritik rezim militer.

Pada tahun 1995, ia dituduh berupaya menggulingkan Jenderal Sani Abacha. Atas tuduhan itu, ia dijatuhi hukuman seumur hidup, yang kemudian direduksi menjadi 15 tahun. Jenderal Abdulsalami Abubakar yang melanjutkan kepemimpinan Abacha—tewas pada 1998 dalam kudeta—membebaskan Obasanjo.

Dalam pemilu berikutnya, Obasanjo menang secara telak. Ketika menjadi presiden, ia bertekad memerangi korupsi dan mencoba menyatukan negaranya yang didera pertentangan etnis dan agama.

Menjelang akhir kekuasaannya, Obasanjo melakukan kunjungan perpisahan ke negara-negara tetangga, yaitu Sierra Leone dan Liberia, di mana ia memiliki kontribusi dalam mewujudkan perdamaian di negara yang terus didera perang saudara itu.

Di bawah Obasanjo, Nigeria juga terlibat aktif dalam pengiriman pasukan perdamaian di sejumlah "titik panas" di Afrika. Namun, kecaman terhadap dirinya tak sedikit. Obasanjo dinilai gagal memerangi korupsi dan pemerintahannya dituduh korup. "Rakyat telah banyak dibohongi," kata Wole Soyinka, pemenang Nobel Kesusastraan. Bersama 48 sastrawan lainnya, mereka menuntut pemilu ulang dan menolak kemenangan Yar’Adua.

pengamat Olisa Agbakoba menilai, Obasanjo berhasil membuahkan kemajuan di bidang ekonomi, namun di bidang politik Obasanjo dinilai cacat. Agbakoba mencatat rencana Obasanjo untuk mengubah konstitusi sehingga bisa terpilih ketiga kalinya meski upaya itu tidak berhasil. "Langkah politiknya telah menjatuhkannya," katanya. (AP/MYR)

Protes Menentang Chavez Berlanjut

caracas, senin - Protes menentang keputusan Presiden Venezuela Hugo Chavez yang menutup stasiun televisi RCTV berlanjut, Senin (28/5). Polisi membubarkan massa yang berdemonstrasi di depan gedung otoritas telekomunikasi dengan menyemprotkan air dan gas air mata.

Demonstran di luar Gedung RCTV meneriakkan "Tidak untuk penutupan! Dia (Chavez) kehilangan lebih banyak daripada yang dikira akan didapat. Dia kehilangan pengakuan internasional, dan dia kehilangan rasa hormat dari rakyatnya".

Polisi mengatakan, demonstran melempari gedung dengan batu dan botol. Sedikitnya 11 polisi terluka dalam bentrokan itu.

Layar RCTV berubah hitam, Minggu tengah malam, setelah beberapa saat sebelumnya menayangkan gambar rekaman para karyawan yang berlinang air mata sambil menyanyikan lagu kebangsaan. Mereka menundukkan kepala dan berdoa, diakhiri dengan pernyataan seorang penyiar, "Hidup Venezuela! Kami akan segera kembali!"

Tidak lama kemudian, siaran stasiun televisi milik pemerintah, TVES, muncul di layar dengan tayangan orkestra yang memainkan lagu kebangsaan. Para aktor dan produser turut tampil dalam peluncuran stasiun televisi baru yang akan menayangkan kartun, olahraga, dan program pendidikan anak yang menekankan nilai-nilai sosialis.

"Kami datang untuk memulai televisi baru dengan wajah rakyat yang sebenarnya, wajah yang sebelumnya disembunyikan, dan tidak mereka perbolehkan untuk diperlihatkan," kata Roman Chalbaud, pembuat film pro-Chavez.

Para pendukung Chavez menggelar pesta semalaman di luar studio RCTV untuk merayakan lahirnya "televisi sosialis" baru. Mereka juga merayakan berakhirnya media anti-Chavez.

Berdasarkan hasil jajak pendapat yang diadakan Datanalisis, sebanyak 70 persen rakyat Venezuela menentang penutupan RCTV. Namun, kebanyakan orang malah mengungkapkan kehilangan atas opera sabun favorit mereka daripada pembatasan kebebasan berekspresi.

Pemerintah Venezuela justru memperbarui izin siaran stasiun televisi Venevision, saingan utama RCTV, yang habis pada Jumat. Venevision merupakan milik miliarder Gustavo Cisneros, oposisi yang berbalik mendukung Chavez pada 2004.

Akhir pluralisme

Lawan-lawan politik Chavez mengatakan, penutupan yang mengundang kritik internasional itu akan merusak kebebasan berekspresi di kalangan anggota negara-negara pengekspor minyak (OPEC).

"(Penutupan) ini menunjukkan nuansa kesewenang-wenangan dan otokratik dalam pemerintahan Chavez, sebuah pemerintahan yang takut akan kebebasan pikiran, takut kebebasan pendapat, dan takut kritik," kata Marcel Granier, Direktur RCTV.

Penutupan RCTV juga menunjukkan pembagian politik yang tajam di kalangan rakyat Venezuela, antara kelompok propemerintah dan antipemerintah.

Dalam tajuk rencananya, surat kabar El Nacional menuliskan, penutupan RCTV menandai "akhir pluralisme" di Venezuela dan meningkatnya "monopoli informasi" pemerintah. Chavez dan para pendukungnya membantah kritik itu dan mengatakan media lain masih bisa menggunakan sinyal RCTV.

Rafael Molina dari Asosiasi Pers Inter Amerika yang berbasis di Miami mengatakan, konsesi frekuensi penyiaran seharusnya bukan merupakan hadiah atau hukuman terhadap media atas isi pemberitaan mereka. (ap/afp/reuters/fro)

Tajuk Rencana

Soal Iklim, Seharusnya G-8 di Depan

Untuk menghadapi tantangan perubahan iklim global, kita umat manusia seharusnya bersatu padu. Ini karena kita semua hidup dalam satu Bumi.

Mustahil ada perbedaan nasib yang signifikan manakala terjadi bencana lingkungan global. Kita tegaskan lagi, iklim Bumi adalah urusan seluruh umat manusia. Memang, kalau merunut sebab-musababnya, negara berkembang bisa menyalahkan negara industri maju. Negara berkembang masih belum banyak melakukan aktivitas industri.

Atas dasar itu, sebenarnya memang secara moril negara-negara maju memikul tanggung jawab lebih besar dalam upaya mengerem atau menanggulangi gejala perubahan iklim yang disebabkan aktivitas manusia.

Lalu, kalau yang disebut negara-negara maju yang tergabung dalam Grup 8 (G-8), maka merekalah seharusnya yang memberi contoh. Hanya saja, di antara anggota G-8 pun terdapat perbedaan tajam, dalam hal ini antara Amerika Serikat dan ketujuh anggota lain, yang sebagian besar merupakan negara Eropa.

Pada satu sisi, Ketua G-8 sekarang ini, Kanselir Jerman Angela Merkel, telah menjadikan masalah perubahan iklim global sebagai prioritas pembicaraan pada pertemuan puncak G-8 yang berlangsung 6-8 Juni mendatang. Pada sisi lain, AS justru diketahui berencana menolak upaya untuk menetapkan target pengurangan emisi yang mengikat penuh.

Sebelum ini pun AS diketahui menolak Protokol Kyoto yang ia nilai tidak adil karena tidak memperhitungkan aktivitas industri yang dilakukan negara berkembang seperti China dan India. Bagi AS, lebih baik membayar kompensasi daripada harus membongkar sistem produksi yang ada sekarang ini dan mengganti dengan sistem berteknologi baru yang lebih hemat dalam penggunaan energi. Ini baik, tetapi perlu investasi tidak kecil, dan AS takut daya saingnya turun.

Dengan tidak dicapainya kesepakatan mengurangi gas-gas rumah kaca yang menyebabkan terjadinya pemanasan global, suhu Bumi dipastikan akan naik tak tertahankan. Kemarin kita membaca ramalan, kalau kecenderungan yang ada sekarang ini tak dihentikan, bisa jadi umur Bumi hanya tinggal satu abad lagi karena banyak spesies dan pranata hidup yang tidak kuat lagi bertahan di Bumi yang makin panas.

Dalam perspektif itu, aneh juga kalau ada satu negara yang ngotot mempertahankan kepentingan nasionalnya tanpa melihat prospek suram di depan yang dipastikan juga akan memengaruhi eksistensinya. Dengan realitas di atas, masih dapatkah kita berharap G-8 akan berdiri di depan dalam memerangi perubahan iklim?

Monday, May 28, 2007

PERANG
Pelajaran Berharga bagi Dunia

Tidak ada perang yang tidak meninggalkan korban dan kisah sedih, dan oleh karena itu sebisa mungkin memang perang harus dihindari. Untuk perang yang telah terjadi, sebagaimana Perang Malvinas/Falkland, dunia harus bisa menangkap pelajaran darinya. Ini diperlukan justru ketika dunia masih terus terperangkap dalam potensi konflik akibat perbedaan kepentingan antarbangsa yang sulit diselesaikan secara damai.

Di antara yang digugat oleh Perang di Atlantik Selatan ini adalah benarkah yang selalu terjadi adalah perang dipicu oleh serangan pihak yang "lebih kuat" terhadap "pihak lebih lemah". Argentina, negara terpencil yang sejarahnya tidak mencatat adanya perang nyata semenjak pertengahan abad ke-19, ternyata berani menyerang negara yang lebih kuat, bahkan bersenjata nuklir lagi.

Argentina ternyata juga bisa menyerang Inggris, negara yang menjadi konsumen terbesar ekspor pertaniannya. Terus siapa yang menyangka bahwa Inggris, anggota tetap Dewan Keamanan (DK) PBB dan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO), akan berperang untuk mempertahankan kepulauan berbatu terpencil di Samudra Atlantik Selatan yang sebagian besar penghuninya penggembala biri-biri? Juga siapa yang mengira bahwa Inggris akan pergi berperang untuk mempertahankan sisa-sisa imperiumnya 37 tahun setelah Perang Dunia II?

Rezim militer tergusur

Kalau semula dimunculkan alasan bahwa motif rezim junta militer Jenderal Leopoldo Galtieri ketika menginvasi Kepulauan Malvinas/Falkland adalah untuk mengalihkan kesulitan ekonomi, maka yang lebih benar adalah setelah perang ekonomi Argentina semakin morat-marit.

Rakyat Argentina pun semakin tidak percaya pada rezim yang selain tidak becus menjalankan perang juga dinilai banyak melakukan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dan praktik korupsi. Terus mendapat tekanan rakyat, rezim militer pun mau tak mau harus memulihkan demokrasi bagi rakyat Argentina. Berikutnya dalam transisi damai, Carlos Menem terpilih sebagai presiden dari kalangan sipil pada tahun 1989.

Yang juga baik, antara Argentina dan Inggris pun terjadi rekonsiliasi dan keduanya memulihkan hubungan diplomatik. Pada tahun 1995, kedua negara menandatangani sebuah kesepakatan untuk mempromosikan eksplorasi minyak dan gas di Atlantik Baratdaya, mencairkan isu yang sensitif sekaligus membuka peluang kerja sama lebih lanjut.

Tahun 1998, Presiden Carlos Menem melawat ke Inggris, kunjungan resmi pertama Presiden Argentina sejak tahun 1960-an.

Jadi, siapa bilang bahwa kebekuan di antara kedua bangsa yang pernah terlilit dalam permusuhan tidak bisa diterobos.

Terus jadi perbandingan

Meski telah lama berakhir, Pemerintah Inggris pada tahun 2005 menerbitkan sejarah resmi mengenai Perang Falkland. Tentu saja buku versi pemerintah Inggris ini membangkitkan kembali perdebatan mengenai apa sesungguhnya makna perang tersebut. Seperti dikutip di awal tulisan pertama, penulis Jorge Luis Borges menyebut perang tersebut sebagai "dua orang botak yang memperebutkan sisir". Sementara dari Inggris—dan juga banyak tempat lain—tidak sedikit yang menyebut perang tersebut sebagai sikap imperialisme ketinggalan zaman.

Meski demikian, tulis William Pfaff di International Herald Tribune (2/10/2005), orang harus melihat satu sisi penting yang dulu maupun sekarang jarang dilihat orang, yakni Perang Malvinas/Falkland adalah perang untuk membela hukum internasional dan ketertiban antarbangsa.

Dari segi aksi, tindakan jun- ta militer Argentina, menurut Pfaff, bisa dibandingkan dengan invasi Saddam Hussein ke Kuwait tahun 1990. Pada kasus Kuwait, Amerika Serikat membentuk koalisi internasional yang dikukuhkan DK PBB untuk membebaskan Kuwait. Ini pun aksi untuk menciptakan ketertiban.

Lebih dari itu, dampak jatuhnya pemerintahan diktator di Argentina juga berimbas ke negara yang semula sejalan dengan rezim militer Argentina, yakni Cile dan Brasil. Di kedua negara ini rezim pun beralih ke pemerintahan demokratis.

Pfaff mencoba melihat, mungkin saja Presiden George W Bush mencoba menerapkan Perang Irak untuk menciptakan demokratisasi di Timur Tengah. Namun, hasil yang dicapai, karena sejumlah alasan, ternyata beda jauh dari keinginan awal. AS justru dengan invasi ke Irak kini dikenal sebagai pencipta ketidaktertiban dan ketidakadilan, bukan pencipta ketertiban dan keadilan.

Seperti itulah bahwa setelah 25 tahun Perang Malvinas masih terus dikaji dampak dan pengaruhnya. Namun, satu hal yang menarik adalah komentar yang muncul di situs online Daily Telegraph London. Satu dari 196 komentar yang masuk mengatakan bahwa satu hari nanti, cepat atau lambat, Malvinas akan kembali ke kedaulatan Argentina. Ini hanya masalah waktu. Namun, jelas itu hanya pandangan dari satu sisi, yaitu dari warga Argentina. Dari sisi Inggris, muncul komentar "Falkland milik Inggris, sekarang dan selamanya!

Biarlah waktu terus berjalan dan sejarah masa depan yang akan memutuskan.

Wajah perang berubah

Sementara itu, wajah peperangan sendiri telah berubah banyak sejak Malvinas/Falkland. Setelah perang di Atlantik Selatan ini, dunia mencatat pecahnya Perang Teluk 1991. Berbeda dengan Perang Malvinas/Falkland yang masih bercorak perang laut dan pendaratan amfibi, Perang Teluk 1991 mencatat pameran senjata teknologi tinggi, seperti jet stealth, rudal jelajah Tomahawk, sistem antirudal Patriot, dan juga gempuran rudal balistik Scud dari pihak Irak.

Terjadinya serangan 11 September 2001 di AS memunculkan perang corak baru yang dikenal sebagai perang asimetri meski perang konvensional dengan dukungan teknologi tinggi masih dipamerkan AS dan Inggris dalam invasi ke Irak, Maret 2003.

Dalam perang asimetri, yang secara spektakuler diperlihatkan dalam konflik antara Israel dan Hezbollah di Lebanon pertengahan tahun 2006, kekuatan di antara pihak yang bermusuhan tidak selalu harus seimbang, demikian pula persenjataan yang dipergunakan. Bisa saja Perang Malvinas/Falkland dimasukkan sebagai perang asimetri karena kekuatan Argentina yang jauh di bawah kekuatan Inggris, tetapi praksis pertempuran di medan laga tetap berciri konvensional. Ini jelas jauh berbeda dibandingkan dengan pihak Hezbollah yang bergerilya dan menembakkan roket Katyusha untuk meneror penduduk sipil Israel, sementara Israel mengerahkan jet tempur F-16 Sufa yang ultramodern untuk memburu pejuang Hezbollah dan peluncur roketnya. Inikah yang disebut sebagai perang Generasi Keempat itu? (Lihat misalnya Context, September 2006). (NIN)

KENANGAN 25 TAHUN
Perang Malvinas

ninok leksono

Karena meremehkan ”Wanita Besi” dan Rudal Exocet,
”Perang (Malvinas/Falkland) itu ibarat dua orang gundul
yang memperebutkan sisir.”

(Jorge Luis Borges, penulis Argentina)

Mungkin saja pernyataan pengarang Argentina tersebut benar. Artinya, lebih-lebih dalam konteks sekarang, orang bisa bertanya, "Untuk apa sih sebenarnya Inggris dan Argentina sampai harus berperang memperebutkan Kepulauan Falkland (menurut Inggris) atau Malvinas (menurut Argentina).

Akan tetapi, terhadap sejarah kita diingatkan, tidak ada kata "seandainya". Faktanya, perang ini akan dikenang sebagai perang yang mengandung pertempuran laut paling besar dan paling panjang semenjak kampanye Pasifik di masa Perang Dunia II.

Perang yang oleh Inggris disebut dengan nama Operation Corporate ini juga melibatkan operasi amfibi paling besar semenjak pendaratan Inchon pada tahun 1950. Juga penyelenggaraan logistik sejauh 11.000 km dari Inggris ke Atlantik Selatan, medan tempur musim dingin yang jauhnya sekitar 5.000 km dari pangkalan sahabat terdekat di Pulau Ascension.

Argentina menyerbu Malvinas/Falkland karena mengklaim kepulauan ini sebagai miliknya. Selain dekat dengan wilayah utama (mainland), juga karena merasa pihaknya merupakan pewaris kedaulatan dari Pemerintah Spanyol yang gagal pada tahun 1810 dan menyebabkan kepulauan itu lalu dikuasai Inggris. Klaim ini merasuk ke dalam sanubari rakyat Argentina dan masuk dalam kurikulum sejarah di sekolah dari generasi ke generasi.

Ini sebenarnya juga isu yang umum semenjak berakhirnya Perang Dunia II, yaitu satu negara berkembang mengajukan klaim teritorial yang sudah lama diyakini terhadap bagian dari bekas negara si penjajah.

Namun, sejumlah pihak melihatnya dari sisi lain. Motivasi utama Argentina melancarkan perang ini adalah untuk mengalihkan ancaman terhadap rezim Jenderal Leopoldo Galtieri yang sedang mendapat tekanan dari berbagai penjuru karena dituduh melancarkan "perang kotor", di mana 15.000 sampai 30.000 rakyat sipil Argentina dibunuh atau "hilang", selain karena ekonomi buruk.

Dengan adanya faktor terakhir, ide merebut kembali Kepulauan Malvinas yang terletak sekitar 500 km dari pantainya diperkirakan bisa menggalang dukungan kalangan nasionalis.

Salah duga

Pada 19 Maret 1982 Argentina memulai konflik dengan mendaratkan perlengkapan di Pulau Georgia Selatan dan menaikkan bendera Argentina. Hari berikutnya Inggris mengirimkan kapal HMS Endurance dari Stanley dengan separuh garnisun yang terdiri atas 22 Royal Marine dan seorang letnan. Mereka diperintahkan untuk mendeportasi perlengkapan Argentina, tetapi harus menghadapi 100 tentara Argentina yang dikirim untuk mempertahankan kapal- kapalnya.

Dari Georgia Selatan, Argentina lalu melancarkan serangan ke Pulau Malvinas/Falkland Timur dan menduduki Stanley pada 2 April 1982. Argentina juga terus menambah pasukan sehingga dalam tempo singkat sudah 4.000 personel Argentina yang ada di pulau-pulau tersebut (GlobalSecurity.org).

Inggris, yang saat itu dipimpin oleh "Wanita Besi" Margaret Thatcher dari Partai Konservatif, membela hak kedaulatannya dengan menegaskan bahwa kedaulatan didasarkan pada hak penentuan nasib sendiri bagi warga Falkland yang beretnik Inggris. Selain itu, Inggris pun saat itu juga sedang perlu alat pemersatu ketika negara tersebut sedang dirundung kesulitan akibat kebijakan fiskal dan ekonomi pemerintahan Konservatif.

Tampak bahwa perang ini pecah akibat adanya salah hitung, baik di pihak Inggris maupun Argentina, ditambah adanya pengaruh AS. Argentina mengklaim bahwa AS mengisyaratkan pihaknya tidak akan ikut campur kalau Argentina mengkalim Kepulauan Malvinas.

Oleh sebab itu, adanya bantuan AS ke Inggris dalam bentuk intelijen dan material dipandang sebagai wujud pengkhianatan terhadap Argentina dan warga Amerika Latin yang berharap bisa melihat adanya persatuan sesama warga hemisfer (Selatan) di pihak AS, atau sekurang-kurangnya sikap netral.

Argentina melihat peran AS kritikal dan menegaskan bahwa perang tidak akan pecah kalau saja Inggris tidak mendapat dukungan dari AS. Organisasi Negara-negara Amerika dan Amerika Latin pada dasarnya mendukung Argentina, tetapi pengaruh AS membuat anggota organisasi tak bisa mengambil langkah konkret.

Pihak Inggris benar-benar mengharapkan bantuan AS untuk membebaskan warga Falkland dari cengkeraman rezim militer. Inggris juga mendapat dukungan dari masyarakat Eropa pada umumnya. Perancis, misalnya, mengembargo ekspor senjata ke Argentina, yang lalu secara drastis memangkas kemampuan militer Argentina (Politics of the World, Oxford, 1993).

Di medan perang, Inggris pun mencanangkan Zona Eksklusi Maritim sejauh 200 mil di sekeliling Kepulauan Falkland guna melemahkan pasokan dan penambahan pasukan Argentina. Tiga kapal selam dikerahkan untuk menegakkan zona ini hingga gugus tugas permukaan tiba tiga pekan kemudian. Pada 25 April 1982 tentara Inggris berhasil merebut kembali Georgia Selatan.

Gugus tugas Royal Navy yang tiba di timur Falkland pada 1 Mei 1982 ditugasi untuk merebut supremasi laut dan udara, menghancurkan kapal laut Argentina, serta pesawat tempur yang datang dari daratan Argentina. Tugas berikutnya adalah pendaratan di Stanley.

Inggris mengerahkan dua kapal selam untuk menghadang gugus tugas kapal induk Veinticinco De Mayo yang beroperasi di utara Kepulauan Falkland sejak 20 April 1982, sedangkan kapal selam ketiga dikerahkan di selatan untuk menghadang kapal penjelajah Belgrano yang bersenjatakan rudal antikapal Exocet. Kapal ini berikutnya ditenggelamkan oleh torpedo dari HMS Conqueror. Sementara itu, De Mayo dipulangkan dan jet Skyhawk A-4-nya pun diterbangkan dari daratan untuk menyerang kapal-kapal Inggris.

Menarik untuk dicatat bahwa serangan jet Argentina sempat membuat Inggris kewalahan meski punya sistem penangkis serangan udara maju di kapal perangnya serta kawalan pesawat jet Sea Harrier. Sekitar 75 persen kapal permukaan Inggris sempat terkena bom pesawat Argentina, tetapi hanya tiga kapal perang permukaan—satu perusak dan dua frigat—dan dua kapal pendarat yang tenggelam atau rusak parah akibat bom. Adapun kapal-kapal Inggris lain yang tenggelam—sebuah perusak dan kapal suplai—akibat kena hantaman rudal Exocet.

Selama perang, Angkatan Laut Inggris bisa menghancurkan lebih dari setengah pesawat tempur Argentina yang berjumlah 134, dan itu dilakukan dengan memanfaatkan kombinasi perang elektronik, pesawat jet Harrier, rudal permukaan-ke- udara serta artileri antipesawat.

Argentina menyerah

Perang Malvinas berakhir dengan menyerahnya Argentina pada 14 Juni 1982. Pasukan Argentina yang tertawan direpatriasi segera melalui Uruguay.

Mungkin ini memang bukan perang yang seimbang. Namun, ketika ia sudah menjadi sejarah, tentu ada yang pelajaran yang bisa disimak. Kalau tahu musuh yang akan dihadapi adalah kekuatan kolonial yang perkasa, mengapa Jenderal Galtieri berani memulai mencari perkara?

Cukup sahihkah klaim kedaulatan digunakan untuk melancarkan satu invasi yang berisiko sangat tinggi, tidak saja bagi pimpinan rezim dan bangsa. Ini sejarah yang sampai kapan pun tetap relevan untuk dikaji.

Kalau menengok wilayah lain mungkin orang bisa menemukan Presiden Soekarno dengan politik konfrontasinya, Presiden Saddam Hussein dengan invasi ke Kuwait yang lalu meletupkan Perang teluk 1991, dan bahkan berlanjut pada Invasi AS 2003.

PERANCIS
Gaya Pemerintahan Presiden Nicolas Sarkozy

Savitri Scherer

Pola kerja Presiden Perancis Nikolas Sarkozy yang dimulai Rabu 16 Mei 2007 tangkas dan lugas. Dikenal sebagai tokoh tegas dalam menangani tugas yang dibawa, Sarkozy kerap mengundang permusuhan dari mereka yang tersinggung oleh ulah dan kata-katanya.

Kecanggihan Sarkozy berkecimpung di dunia politik dan di pemerintahan tetap harus dicatat. Ia menunjuk Francois Fillon (lahir 1954) sebagai perdana menteri, yang diketahui mempunyai kepribadian yang bertolak belakang dari dirinya.

Fillon, yang sempat menangani kementerian sosial (2002-2004) dan kemudian pendidikan, dikenal sabar dan dapat bekerja sama dengan siapa saja, tanpa menonjolkan dirinya dan tanpa mengundang ketegangan.

Salah satu prestasi Fillon, ia sempat mengubah sistem pensiun khusus berkat kebolehannya dalam bernegosiasi dengan berbagai sindikat pekerja.

Kabinet Sarkozy terbilang ketat, dengan 15 menteri, delapan menteri pria dan tujuh menteri wanita, serta tiga sekretaris negara. Di dalamnya hanya dua tokoh lulusan ENA (sekolah administrasi nasional yang umumnya menjadi acuan birokrat Perancis), yaitu mantan PM Alain Juppe yang sekarang menjadi juru bicara pemerintah dan menteri lingkungan hidup dan pembangunan, serta menteri urusan pendidikan tinggi dan penelitian, Valerie Pecress, (39), menteri termuda di kabinet.

Keturunan pendatang

Faktor penting lain, Sarkozy memberikan posisi keempat terpenting dalam kabinet kepada Rachida Dati (lahir 1965) sebagai menteri kehakiman.

Dati berasal dari keluarga pendatang, dengan ayah asal Maroko, seorang pekerja bangunan, dan ibu dari Aljazair.

Dati dibesarkan di Cite (kawasan perumahan sosial) di Chalon-sur Saone, Burgundi, bungsu dari 12 bersaudara. Ketika masih berusia 16 tahun, ia bekerja sebagai pembantu juru rawat malam. Kemudian bekerja di bidang pembukuan dari perusahaan minyak Elf Aquitaine, untuk membiayai pendidikan di universitas di Dijon dalam bidang ekonomi dan administrasi perusahaan. Wanita ini mengambil kursus hukum tahun 1997-1999.

Posisi kontroversial, yaitu menteri urusan imigrasi dan identitas nasional, diberikan kepada Brice Hortefeaux (lahir 1958), yang juga semenjak tahun 2005 aktif menjadi penasihat Sarkozy yang saat itu menjadi menteri dalam negeri. Jabatan ini ibaratnya "kursi panas" karena harus berurusan dengan isu imigran.

Kecerdikan lain dari Sarkozy adalah memberikan kursi menteri luar negeri kepada Bernard Kouchner (lahir 1939), salah satu aktivis generasi Mei 1968. Dalam gerakan protes mahasiswa waktu itu, ia dikenal sebagai anggota kelompok muda komunis. (Kouchner meninggalkan Partai Komunis ketika Praha, ibu kota Cekoslowakia, diduduki pasukan militer Uni Soviet, Agustus ’68).

Pada tahun 1971 Kouchner mendirikan organisasi humanitarian MSF (medecins sans frontieres—dokter tanpa perbatasan) dan tahun 1980 MDM (Medecins du monde—dokter untuk dunia) 1999-2001, ia wakil tinggi PBB di Kesovo.

Akrab dengan kelompok sosialis, mitra hidup jurnalis elektronik tenar Christine Ockrent itu juga menjadi salah satu tokoh pembina organisasi ekonomi negara-negara industri maju, OECD (Organisasi Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan) yang bermarkas di Paris, Perancis.

Pengangkatan Kouchner mengundang kejengkelan Sekjen Partai Sosialis Francoise Holland, yang juga mitra hidup Segolene Royal, lawan Sarkozy dalam pemilu kemarin. Walau Kouchner akrab dengan kelompok sosialis, ia tidak pernah menjadi anggota resmi terdaftar di Partai Sosialis.

Tokoh lain, Eric Besson, yang sempat menjadi penasihat ekonomi dalam kampanye Royal (kemudian ia bersengketa dan mengundurkan diri dari Partai Sosialis) menjabat sekretaris negara sebagai penasihat PM Fillon dalam urusan evaluasi kebijaksanaan pemerintah untuk urusan ekonomi dan administrasi negara.

Jean Louis Borloo, juru kampanye Sarkozy dalam pemilu dan mantan menteri perumahan sosial yang sangat populer di kawasan pinggiran Paris, sekarang menjabat menteri ekonomi, keuangan, dan ketenagakerjaan. Jabatan kedua terpenting dalam kabinet.

Sementara menteri urusan anggaran pemerintah dipegang Eric Woerth, pejabat wali kota di Chantilly, kawasan Oise, Paris utara. Tokoh ini berkeyakinan bahwa reformasi hanya bisa terjadi lewat musyawarah. Dalam bernegosiasi dengan sindikat pekerja, ia selalu menyarankan negosiasi.

Urusan pekerjaan, antikemiskinan, dan solidaritas sosial ditangani Xavier Bertrand, direktur organisasi humanitarian Emaus yang didirikan oleh almarhum pendeta katolik Abbe Pierre. Ada itikad Sarkozy untuk mengurusi sektor kesejahteraan masyarakat, yang selama ini selalu menjadi "kekuatan" kelompok kiri (PS).

Pengganti Sarkozy sebagai menteri dalam negeri adalah wanita tangkas, mantan menteri pertahanan yang di kenal dengan akronim MAM, Michele Alliot Marie.

Tugas PHK

Tugas berat yang langsung dihadapi Sarkozy menyangkut pemutusan hubungan kerja (PHK) sebanyak 10.000 karyawan Aeronotik bersama Eropa, Air Bus. Perancis harus memangkas sebesar 4.300 orang, Jerman sebanyak 3.700 dan Inggris 1.600. Pekan lalu Sarkozy langsung bernegosiasi dengan sindikat pekerja Airbus di Toulouse.

Tugas lain menyangkut reformasi di sektor transportasi publik. Salah satu peraturan yang harus diterapkan adalah menyangkut jasa minimal yang harus disediakan bila para pekerja transportasi mengadakan pemogokan, demi tidak mengganggu kebutuhan pekerja di sektor lain.

Menurut Le Monde, Sarkozy didukung oleh mereka yang berusia 60-69 tahun (61 persen) dan di atas 70 tahun (68 persen). Sementara mayoritas pendukung Segolene Royal umumnya masih muda, sekitar 20-34 tahun (58 persen).

Pemerintahan Sarkozy mengantisipasi dengan cermat para pemilih manula dan mereka yang berusia di bawah 20 tahun untuk pemilu tahun 2010, yang jumlahnya diperkirakan mencapai 46 persen. Karena itu, prioritas pemerintah adalah meluaskan sebanyak mungkin masyarakatnya bekerja lebih lama lagi.

Di lain pihak, pekerja baru dari generasi muda menuntut sebanyak mungkin jaminan sosial.

Kepopuleran Sarkozy dan partainya, UMP, masih akan diuji dalam pemilu legislatif pada 10 dan 17 Juni mendatang untuk memilih anggota parlemen baru.

Savitri Scherer Pembantu Kompas di Paris, Perancis

suriah
Assad Dipilih Lagi sebagai Presiden Tanpa Pesaing

damascus, minggu - Warga Suriah, Minggu (27/5), mendatangi tempat-tempat referendum untuk memilih presiden mereka, yang hanya menampilkan satu calon, yaitu Bashar al-Assad. Referendum baru itu akan memberikan waktu tujuh tahun lagi bagi Bashar Assad untuk memimpin negara yang berada di utara Timur Tengah yang bergejolak itu.

Parlemen Suriah secara aklamasi menyetujui masa jabatan kedua presiden yang berusia 41 tahun itu setelah para penentang Assad yang vokal dipenjarakan.

Partai Baath yang berkuasa juga menyerukan kepada para pemilih untuk memilih "Yes" atas mandat baru bagi Assad, yang sebelumnya menyatakan "akan melaksanakan harapan-harapan rakyat dan bangsa".

Bahkan, pemerintah pun menyebarkan pesan melalui telepon seluler yang berbunyi, "Bersama Bashar, Suriah menjadi tanah air yang aman dan stabil."

Kelompok oposisi, yang sebagian ditoleransi namun tidak memiliki status hukum dan tidak bisa memajukan calonnya, memboikot referendum tersebut.

Tidak dipedulikan

Jumlah pemilih yang sah untuk referendum itu tercatat 12 juta orang, dan merupakan referendum kedua kalinya untuk Bashar Assad setelah tahun 2000. Tempat-tempat pemberian suara dibuka pukul 07.00 hingga 19.00 waktu setempat.

"Jumlah yang memberikan suara masih sedikit pagi ini, tetapi kami mengharapkan banyak orang akan datang kemudian," kata Ossama Bseini (28), petugas di salah satu tempat pemungutan suara di Damascus.

Pengacara Hassan Abdel-Azim, juru bicara untuk enam partai yang dilarang di bawah payung National Democratic Rally (NDR), mengatakan, agar pemilihan itu benar-benar menjadi pemilihan, seharusnya ada calon lain yang tampil.

"NDR akan memboikot referendum karena tidak seorang pun meminta pendapat dari oposisi. Permintaan kami untuk perubahan hukum pemilihan tidak dipedulikan," paparnya.

Tahun-tahun terakhir periode tujuh tahun pertama kepemimpinan Bashar Assad ditandai dengan semakin memburuknya hubungan Suriah dengan AS. AS pada tahun 2004 menetapkan sanksi ekonomi terhadap Damascus. Sedangkan Suriah menentang dengan keras invasi pimpinan AS ke Irak, dan sebaliknya AS menuduh Suriah berusaha menimbulkan ketidakstabilan di Irak dan Lebanon.

Di dalam negeri, rencana reformasi politik yang akan memberikan kebebasan lebih besar kepada pers, dan hadirnya partai-partai politik baru, baru akan dilahirkan. Otoritas Suriah mengatakan, saat ini waktunya belum tepat karena kondisi kawasan yang kurang mendukung. (AFP/Reuters/OKI)