Saturday, September 22, 2007

Ekonomi AS


Kecerobohan Bush Rusak Pamor Dollar

Washington, Minggu - Presiden AS George W Bush dan rekannya di Gedung Putih tidak disiplin dalam menggunakan anggaran dan tak menghargai pandangan orang soal bahaya dari defisit anggaran. Kini perekonomian AS berada di persimpangan jalan, yang membahayakan. Pamor kurs dollar AS pun makin turun dan kemungkinan akan digantikan oleh euro.

Hal itu terungkap dalam buku berjudul The Age of Turbulence: Adventures in a New World (Era Turbulensi: Petualangan-petualangan di Dunia Baru), yang ditulis mantan Gubernur Bank Sentral AS Alan Greenspan (1987-2006).

Buku itu beredar Senin (17/9). Greenspan, yang diperkirakan meraup 8,5 juta dollar AS dari penjualan buku itu, juga melayani sejumlah wawancara.

Greenspan mengatakan, Bush, Wapres Dick Cheney, dan Partai Republik yang menguasai Kongres mengabaikan disiplin ekonomi. Di buku setebal 500 halaman itu Greenspan menyebutkan kubu Bush begitu terkungkung dengan kepentingan politik yang mengorbankan disiplin ekonomi.

Ada dua menteri keuangan pada pemerintahan Bush, yakni Paul O’Neill dan John Snow, yang sudah mengundurkan diri. Kedua orang ini dibuat tak berkutik.

"Bush tak pernah berusaha mengurangi pengeluaran atau memveto anggaran yang meningkat ke defisit yang dalam dan dalam," kata Greenspan.

"Kongres pun membuang jauh-jauh peraturan yang menuntut bahwa setiap pengurangan pajak harus diatasi dengan peningkatan tabungan. Partai Republik telah kehilangan arah," kata Greenspan.

Pilihan yang pas

Greenspan meminta agar Gedung Putih segera mengatasi defisit anggaran yang kini diperkirakan mencapai 390 miliar dollar AS. Ini menggambarkan ekonomi AS seperti besar pasak daripada tiang. Ia mengecam tindakan Gedung Putih yang pada 2001 menurunkan tingkat pajak, tetapi tak diiringi penghematan.

Gedung Putih malah mendongkrak pengeluaran, termasuk membiayai invasi ke Irak. Menurut Greenspan, invasi ke Irak semata-mata bermotifkan penguasaan minyak Irak.

Greenspan mengatakan, kini perekonomian AS berada di persimpangan jalan. Ia juga mengatakan bahwa kejatuhan ekonomi AS dengan angka dua digit atau di atas 10 persen adalah suatu hal yang mungkin.

Ia juga mengingatkan kemandekan lebih lanjut di sektor perumahan AS, salah satu pilar utama perekonomian, masih dimungkinkan. Potensi kejatuhan ekonomi itu telah membuat kurs dollar AS turun. Kepada majalah Jerman, Stern, Greenspan mengatakan euro mungkin akan menggantikan dollar AS sebagai pilihan utama bagi penempatan cadangan devisa.

Euro sudah memiliki porsi yang meningkat, yakni 39 persen sebagai alat tukar lintas perbatasan dan dollar AS 41 persen. Pekan lalu, 1 euro setara dengan 1,3927 dollar AS. Kekuatan atau kelemahan satu mata uang berkorelasi dengan surplus atau defisit anggaran. Defisit melemahkan kurs dan sebaliknya.

Itu semua adalah akibat kecerobohan pemerintahan Bush. Greenspan memuji mantan Presiden Bill Clinton yang sangat menghargai disiplin ekonomi.(REUTERS/AP/AFP/MON)

Perang Melawan Krisis Ekonomi


A Tony Prasetiantono

Perekonomian dunia belum berhenti didera ancaman krisis ekonomi. Belum usai badai kepanikan di bursa efek internasional akibat buruknya kinerja surat-surat berharga di pasar modal yang berbasiskan kredit perumahan kelas dua (subprime mortgage), kini harga minyak dunia memecahkan rekor baru, 80 dollar AS per barrel.

Padahal, sebenarnya panik subprime mortgage mulai ada tanda-tanda mereda, terutama setelah negara-negara maju secara kompak menyuntik likuiditas ke pasar uang. Kombinasi injeksi bank sentral Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa (EU) saja mencapai 348 miliar dollar AS. Hal ini dilakukan agar berapa pun pelaku bursa memerlukan dana—sebagai respons negatif atas panik subprime mortgage—likuiditas di pasar harus cukup tersedia. Jika likuiditas tidak tersedia, kepanikan bisa berlanjut dan berlipat-lipat, sehingga membahayakan perekonomian dunia.

Bagaimana peta ekonomi saat harga minyak ikut merunyamkan keadaan?

"Deja Vu"?

Sebagian orang percaya, kini perekonomian dunia sedang di ambang krisis ekonomi. Dalam konteks Indonesia, kekhawatiran bahwa perekonomian Indonesia akan terjerumus lagi ke lubang krisis ekonomi yang sama, seperti kejadian 10 tahun silam (1997), terasa traumatis. Akankah kita mengalami hal yang sama (deja vu)?

Harus diakui, ada sejumlah indikasi yang menunjukkan kesamaan ciri-ciri, antara situasi sekarang dan menjelang krisis 1997. Ciri-ciri itu, misalnya derasnya aliran modal asing jangka pendek dari luar negeri (short-term investment) ke negara tertentu yang pasarnya sedang tumbuh pesat (emerging markets). Pada Juli 1997, saat muncul pemicu kegagalan bayar (default) kewajiban luar negeri oleh lembaga-lembaga keuangan Thailand, maka terjadi koreksi kurs mata uang, baik disengaja (devaluasi baht) maupun dipaksa oleh pasar (depresiasi rupiah).

Lalu terjadilah arus modal keluar (capital outflow), menyebabkan harga dollar AS di Indonesia menjadi amat mahal. Inilah ciri awal krisis 1997, yang kini sering dibandingkan dengan situasi sekarang.

Menurut saya, situasi sekarang cukup berbeda. Utang-utang luar negeri pemerintah sudah direstrukturisasi. Jatuh tempo utang dibuat sedemikian rupa sehingga tidak terkonsentrasi pada tahun-tahun tertentu, misalnya 2010 (dilakukan reprofiling). Karena itu, dari sisi utang pemerintah, tidak akan terjadi jatuh tempo utang secara serentak.

Namun harus diakui, apakah reprofiling yang bisa menyebar jadwal jatuh tempo dapat efektif dilakukan di kalangan utang swasta, belum jelas. Memang pemerintah pernah memiliki lembaga yang mengurus ini, yakni Indonesian Debt Restructuring Agency (Indra) dan Jakarta Initiative Task Force (JITF). Namun, lembaga itu kini tidak ada lagi meski Bank Indonesia dan Departemen Keuangan terus memantau.

Hal lain yang membedakan tahun 2007 dari 1997 adalah kondisi neraca pembayaran. Pada 1997, keseimbangan eksternal (external balance) kita terus didera defisit transaksi berjalan, yakni defisit pada pos ekspor-impor barang dan jasa. Namun, kini situasinya berubah. Pos ini sekarang surplus. Neraca perdagangan juga surplus besar, terutama karena tingginya harga-harga komoditas primer yang terangkat akibat krisis energi.

Minyak kelapa sawit menjadi primadona sebagai energi substitusi dan mempunyai andil besar yang mendorong ekspor 2006 mencapai 100,36 miliar dollar AS, rekor baru perdagangan internasional kita. Ekspor bulanan kita juga mulai mendekati 10 miliar dollar AS, yang juga merupakan rekor baru.

Kinerja bagus perdagangan internasional yang dibarengi arus deras masuk modal asing jangka pendek yang berburu ekuitas nasional, seperti obligasi pemerintah dan obligasi korporasi swasta, menyebabkan cadangan devisa melambung ke level 51,5 miliar dollar AS (September 2007). Inilah cadangan devisa terbesar sepanjang sejarah meski masih tetap di bawah Thailand (73 miliar dollar AS), Malaysia (90 miliar dollar AS), Hongkong (137 miliar dollar AS), Singapura (147 miliar dollar AS), dan India (218 miliar dollar AS). Apalagi dibandingkan dengan negara "terpanas" di dunia, China (1.330 miliar dollar AS).

Hal lain yang berbeda adalah sikap AS menangani krisis. Tahun 1997, saat episentrum krisis terletak di Asia (Indonesia, Thailand, Korea), AS tampak tidak all out mengatasinya. AS kurang begitu berkepentingan memadamkan krisis di Asia. Lain halnya jika krisis itu terjadi di Meksiko, tetangga terdekatnya, sebagaimana ditunjukkan saat Meksiko, Brasil, dan Argentina terkena krisis pada 1984 dan 1995. AS dengan sigap cepat memasok likuditas dalam jumlah besar, 40 miliar dollar AS, untuk menanggulanginya.

Saat Indonesia terbenam krisis 1997-1998, IMF yang didukung AS cuma menyuntik dana 1 miliar dollar AS setiap bulan, itu pun dengan persyaratan persetujuan letter of intent yang ketat. Akibatnya, krisis pun berlarut-larut. Kini AS dan sekutu ekonominya tampak serius dan intens berupaya menghindari krisis yang mendalam dan meluas.

"Lesson learned"

Meski demikian, kewaspadaan harus ditingkatkan. Segala sesuatu bisa terjadi, seperti prediksi Leebs (2004, 2006), harga minyak bisa menembus 100 dollar per barrel tahun ini dan kelak 200 dollar AS pada 2010. Prediksi ini mendekati benar.

Dengan tekanan harga minyak yang kian serius, inflasi akan kembali mengancam. Konsekuensinya, bank sentral AS (Fed) belum tentu jadi menurunkan suku bunga, dari 5,25 persen menjadi 5,0 persen, pada pertemuan 18 September 2007 besok. Di satu pihak, memang urgen untuk menurunkan suku bunga agar membantu kinerja subprime mortgage. Namun di sisi lain, ancaman inflasi memerlukan suku bunga tetap, atau bahkan dinaikkan.

Dinamika perekonomian dunia yang besar ini meninggalkan pesan penting. Selama ini sektor finansial banyak menghasilkan produk-produk derivasi. Bahkan subprime mortgage yang sebenarnya kualitasnya kurang baik pun bisa disekuritisasikan menjadi surat-surat berharga yang atraktif. "Kreativitas" ini sekali tempo tentu akan terkoreksi.

Tragedi bangkrutnya perusahaan hedge fund Long-Term Capital Management (LTCM) karena krisis finansial di Rusia (1998) merupakan contoh lain, betapa sektor finansial berisiko tinggi. Kini sebuah koreksi penting telah terjadi dan amat mungkin berulang pada masa datang.

Bagi para penabung "tradisional" seperti orangtua kita dulu, mereka bakal tersenyum, dalam situasi ini, ternyata menabung dalam bentuk logam mulia (emas) selalu aman dan tidak goyah oleh terpaan rumor. Penabung tradisional juga tidak perlu mempelajari rumus matematika derivatif yang jelimet seperti dilakukan Robert C Merton dan Myron S Scholes, dua pemenang Nobel Ekonomi 1997. Keduanya memimpin LTCM, tetapi kemudian rugi hingga 6,0 miliar dollar AS, dan akhirnya bangkrut pada 2000.

Inilah realitas getir perekonomian dunia. Penuh atraksi, tetapi juga kaya ironi. Kekompakan, kebersamaan, dan konsistensi otoritas negara-negara maju akan menjadi kunci peredam krisis ekonomi kali ini. Semoga tidak berlarut.

A Tony Prasetiantono Peneliti Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik UGM; Chief Economist BNI

Dominasi Putin Tidak Tertandingi


Bisa Maju Lagi dalam Pemilu 2012

Moskwa, Minggu - Meskipun pemilu tinggal enam bulan lagi, dominasi Presiden Rusia Vladimir Putin belum tertandingi. Belum ada pesaing berat untuk menggantikan Putin sebagai presiden selanjutnya. Hanya muncul satu nama, yaitu Perdana Menteri Viktor Zubkov, yang disebut-sebut Putin sebagai calon presiden.

Sejumlah pengamat, Minggu (16/9), mengatakan, pemilu presiden yang dijadwalkan pada 2 Maret 2008 masih didominasi "kekuasaan" Putin. Mereka mengibaratkan kekuasaan Putin seperti boneka matrioshka yang banyak dijual di pasar untuk wisatawan.

Jika struktur kekuasaan di Rusia seperti boneka matrioshka, Putin merupakan bagian terluar, sekaligus bagian di dalamnya yang berlapis-lapis. Sejumlah pengamat meyakini, meskipun masa jabatannya selama empat tahun berturut-turut tidak bisa diperpanjang, Putin bermaksud mempertahankan kekuasaan melalui Zubkov.

"Yang kami pahami, ambisi Presiden Putin adalah dia tidak ingin hanya menjadi orang paling berkuasa di Rusia hingga pemilu 2008, tetapi juga mengukir peran pascapemilu," kata Chris Weafer, ahli strategi dari URALSIP.

Pemilu tetap akan berlangsung pada Maret 2008 dan Putin tetap turun dari kursi presiden. Namun, para pengamat yakin bahwa Putin bisa dengan mudah memainkan peran di belakang layar jika dia digantikan seorang presiden teknokrat.

Maju lagi

Seorang pengganti yang tidak karismatik macam Zubkov, menurut Weafer dan sejumlah pengamat, akan menjadi sosok pengganti yang ideal. Selanjutnya, pada pemilu 2012, Putin bisa maju lagi untuk berkuasa selama dua kali masa jabatan.

"Sangat mungkin (Putin) akan kembali sebagai presiden keempat Rusia. Sangat mungkin hal itu terjadi pada pemilu 2012," kata Weafer.

Putin secara mengejutkan menyebut Zubkov sebagai calon presiden pengganti dia. Bahkan, parlemen Rusia telah memberikan persetujuan atas pencalonan Zubkov.

Sejumlah pengamat yakin, Putin akan meninggalkan jabatan presiden dan menyerahkannya kepada figur kuat seperti Sergei Ivanov, salah satu wakil pertama perdana menteri. Namun, hal paling jelas bagi para pengamat itu adalah tidak ada tanda-tanda kelelahan pada Putin selama delapan tahun menjabat sebagai presiden.

Rating persetujuan Putin mencapai 70 persen, angka yang hanya bisa diimpikan para pemimpin Barat. Menurut Boris Makarenko, Wakil Direktur Pusat Teknologi Politik Moskwa, dengan dukungan mesin media milik pemerintah dan parlemen yang kuat, Putin tidak memiliki kekhawatiran apa pun.

"Hal itu memperlihatkan bahwa Putin memegang komando, dan kekuasaan dia sebagai presiden sangat kuat. (Suara) pemilih tidak akan memengaruhi keputusan dia," ungkap Makarenko.

Menurut para pengamat, rahasia kekuasaan Putin yang luar biasa adalah peran unik dia sebagai penengah antara klan yang bersaing dalam politik Rusia dan elite bisnis.

"Tidak seorang pun memiliki kekuasaan seperti itu, dan kenyataan itu tidak bisa diabaikan begitu saja. Saat ini, segala sesuatu diputuskan oleh Putin," kata Masha Lipman dari Carnegie Centre Moskwa. (afp/fro)

Benazir Bhutto


Ingin "Balas Dendam"

Hampir 8 tahun mantan Perdana Menteri Pakistan Benazir Bhutto mengasingkan diri di Inggris. Tidak ada kabar mengenai dirinya kecuali dalam beberapa bulan terakhir. Tanpa terduga, Bhutto mengumumkan pulang ke Pakistan, 18 Oktober 2007, untuk "balas dendam" dan terjun ke politik. Untuk mempermudah jalan menuju posisi PM, Bhutto sudah berunding dengan Presiden Pervez Musharraf membicarakan tentang pembagian kekuasaan.

Kesediaan Bhutto berunding dengan Musharraf dianggap aneh karena Bhutto kerap bertentangan dengan Musharraf. Berbagai pengamat khawatir kredibilitas Bhutto sebagai reformis akan rusak, bahkan justru akan menaikkan popularitas mantan PM Nawaz Sharif. Sebaliknya, popularitas Musharraf makin merosot.

Bhutto adalah wanita pertama dan termuda yang pernah menjadi pemimpin di Pakistan. Bhutto berasal dari keluarga tuan tanah di Provinsi Sindh sebagai anak tertua. Ayahnya, Zulfikar Ali Bhutto, pendiri Partai Rakyat Pakistan (PPP) dan juga presiden Pakistan. Ali Bhutto terpilih menjadi PM tahun 1971 dan 1977. Pada saat itu Ali Bhutto ditahan atas kasus pembunuhan menyusul terjadinya kudeta militer.

Melihat pengorbanan ayahnya, Bhutto lantas berjanji akan melanjutkan karya ayahnya. Bhutto mengambil alih kepemimpinan PPP pada tahun 1979 setelah ayahnya dihukum gantung pemerintahan Jenderal Mohammed Zia ul-Haq.

Dinasti Bhutto

Seperti halnya keluarga Nehru-Gandhi di India, keluarga Bhutto di Pakistan termasuk dinasti politik yang paling terkenal di dunia. Ayah Bhutto, Zulfikar Ali Bhutto, juga mantan PM Pakistan pada awal tahun 1970-an. Perempuan yang lahir tahun 1953 itu dianggap sebagai simbol modernitas dan demokrasi. Apalagi karena Bhutto mengenyam pendidikan di Harvard dan Oxford. Mengikuti jejak ayahnya, Bhutto juga menjadi PM Pakistan selama dua periode, yakni tahun 1988-1990 dan 1993-1996, serta menjadi tokoh pemimpin wanita yang paling terkenal di dunia.

Bhutto muncul sebagai tokoh wanita muda, glamor, dan keras di dalam panggung politik yang mayoritas berisi pria. Tekad keras dan sikap keras kepala Bhutto mulai tampak ketika ayahnya dipenjara dan kemudian didakwa bersalah karena telah membunuh pada zaman Jenderal Zia ul-Haq tahun 1977, setelah terjadi kudeta militer. Dua tahun kemudian ayahnya dieksekusi. Ini yang membuat Bhutto menjadi berang dan dendam luar biasa kepada militer.

Bhutto dipenjara sebelum kematian ayahnya dan selama lima tahun mendekam di sel. Saat keluar dari penjara untuk perawatan kesehatan, Bhutto mendirikan kantor PPP di London dan menabuh genderang perang melawan Jenderal Zia. Bhutto kemudian kembali ke Pakistan tahun 1986 dan disambut bak pahlawan.

Setelah Jenderal Zia tewas ketika pesawat jet pribadinya meledak pada tahun 1988, Bhutto terpilih secara demokratis menjadi PM. Dari dinasti Bhutto, Benazir Bhutto menjadi satu-satunya bahkan penerus terakhir kejayaan politik ayahnya. Saudara laki-laki Bhutto, Murtaza, memutuskan untuk pindah ke Afganistan setelah ayahnya dipenjara. Padahal, justru Murtaza yang dipersiapkan untuk menjadi pemimpin partai PPP. Di Afganistan itu Murtaza memimpin perlawanan terhadap militer Pakistan melalui kelompok bersenjata yang bernama Al-Zulfikar. Pada tahun 1993 Murtaza lantas memutuskan kembali ke Pakistan dan mengikuti pemilu. Setelah memenangi pemilu dan menjadi salah satu anggota parlemen provinsi, Murtaza tewas ditembak pada tahun 1996. Hingga kini kasusnya tidak pernah terungkap.

Selain Murtaza, ada pula saudara laki-laki Bhutto bernama Shahnawaz yang juga aktif dalam panggung politik. Namun, dia lebih tenang dan tidak memilih cara-cara keras seperti Murtaza. Meski demikian, Shahnawaz juga ditemukan tewas di dalam apartemennya di Riviera, Perancis, pada 1985. (luk)

Pakistan


Elite yang Haus akan Kekuasaan

Luki Aulia

Sungguh tidak enak posisi Presiden Pakistan Pervez Musharraf beberapa bulan terakhir ini. Betapa tidak, belum tuntas upaya Musharraf memperbaiki popularitasnya yang memudar, sudah diterjang pula dengan masalah deportasi mantan Perdana Menteri Pakistan Nawaz Sharif ke Arab Saudi. Popularitas Musharraf mulai pudar sejak dia berusaha memecat hakim ketua di Mahkamah Agung, Maret 2006 lalu.

Musharraf yang sadar akan posisinya itu berusaha memulihkan popularitasnya dengan bekerja sama—tepatnya bernegosiasi— dengan mantan PM Benazir Bhutto yang mengasingkan diri di London, Inggris.

Namun, negosiasi pembagian kekuasaan dengan Bhutto itu belum menemukan titik terang. Sebaliknya, justru buntu karena Musharraf bersikeras tidak mau menanggalkan jabatannya sebagai kepala staf Angkatan Darat. Padahal, hal itu sudah sesuai dengan konstitusi Pakistan yang mengharuskan presiden meletakkan jabatan militernya. Itu pula yang menjadi tuntutan Bhutto yang berencana kembali ke Pakistan, 18 Oktober 2007.

Bhutto juga meminta agar dakwaan korupsi terhadap dirinya dicabut. Majalah Newsweek, 31 Agustus 2007, menyebutkan, Bhutto dan Musharraf sama-sama untung dari proses negosiasi ini. Pada satu sisi, Musharraf akan lebih tenang. Dengan merangkul, Bhutto tidak akan mengganggu upaya Musharraf menjadi presiden lagi.

Sementara Bhutto juga menyodorkan tawaran. Bhutto bersedia membantu Musharraf hanya jika dia diperbolehkan pulang ke Pakistan dan dakwaan korupsi yang dikenakan kepadanya dihapuskan. Tak hanya itu. Bhutto juga meminta kembali menjadi PM untuk ketiga kalinya. Menurut Newsweek, skenario kedua tokoh itu tampak ideal, tetapi sulit terwujud. Pasalnya, baik Musharraf maupun Bhutto tidak mendapat dukungan sepenuhnya dari partai masing-masing. Tokoh-tokoh di Partai Rakyat Pakistan (PPP)-Bhutto dan Partai Liga Muslim Pakistan (PML)-Musharraf sama-sama tidak mendukung. "Orang-orang penting PML sudah mengancam Musharraf. Kalau sampai dia tanda tangan hasil kesepakatan, dipastikan ada revolusi," kata pengamat politik Hasan Askari Rizvi.

Tiap-tiap partai tidak saling percaya dan khawatir akan dikhianati. Kubu Musharraf keberatan karena permintaan Bhutto dianggap terlalu berat. Bhutto meminta parlemen menyetujui perubahan konstitusi sebelum pemilihan presiden. Ada dua hal yang harus diubah. Pertama, aturan yang memperbolehkan seseorang menjadi PM untuk ketiga kalinya. Kedua, aturan yang menghapuskan kekuasaan presiden untuk membubarkan parlemen. Awalnya kubu Musharraf keberatan, tetapi kemudian mengiyakan asalkan parlemen terlebih dahulu memilih Musharraf sebagai presiden sebelum tuntutan Bhutto dipenuhi. Namun, giliran Bhutto yang keberatan khawatir jika Musharraf ditunjuk kembali menjadi presiden, segala hasil kesepakatan tak akan terwujud.

Jika negosiasi dengan Bhutto belum juga menemukan titik terang, Pakistan dikhawatirkan akan mengalami krisis politik. Apalagi pemilihan presiden akan segera digelar kurang dari lima pekan lagi. Musharraf kian terdesak waktu. Jika tidak ada kesepakatan dengan Bhutto, melayanglah peluang Musharraf kembali duduk di kursi kepresidenan. Pengamat politik Ayaz Amir menilai negosiasi Musharraf-Bhutto tidak akan menghasilkan dan menjamin apa pun. Begitu Musharraf menjadi calon presiden, kelompok anti-Musharraf akan beramai-ramai protes ke jalan. Belum lagi Mahkamah Agung (MA) yang diyakini akan mengeluarkan beberapa petisi yang menentang pemilihan kembali Musharraf. Di sela-sela kekacauan itu, mantan PM Nawaz Sharif (58) akan melenggang kembali ke Pakistan.

Sodok kiri kanan

Ada atau tidak ada keputusan negosiasi, Bhutto sudah bertekad pulang ke tanah air untuk terjun lagi ke panggung politik dengan menjadi PM. Tidak ada yang bisa memperkirakan apakah nasib Bhutto akan berakhir seperti Sharif atau lebih beruntung begitu menginjakkan kaki di Pakistan. Jika pemerintah kembali panik mendeportasi Bhutto—seperti saat mendeportasi Sharif—bisa dipastikan popularitas Musharraf tak tersisa.

Posisi Musharraf semakin tidak nyaman karena kini dia berhadapan dengan MA. Keputusan mendeportasi Sharif dituding tidak menghormati MA yang sudah memperbolehkan Sharif pulang. Berbagai pihak, termasuk komunitas internasional, menyesalkan itu dan meminta Musharraf menghormati putusan MA. Atas tindakan semena-mena itu, Musharraf dituding jelas-jelas bertindak tak ubahnya seorang diktator.

Akibat keputusan deportasi itu, popularitas Sharif justru meningkat. Sharif kini dipandang sebagai simbol perlawanan terhadap Musharraf. Padahal, sikap dan perilaku Sharif tidak jauh berbeda dengan Musharraf saat ini. Sharif pernah memaksa parlemen menyetujui pelaksanaan syariah Islam. Akibatnya, dia kehilangan dua pertiga mayoritas dukungan di parlemen. "Kita semua melakukan kesalahan. Kita harus belajar dari kesalahan dan tidak mengulanginya lagi," kata Sharif yang yakin memenangi pemilu jika ada kesempatan.

Banyak pihak yakin Sharif akan sangat mungkin menang jika ikut mencalonkan diri dalam pemilu. Apalagi mengingat partai Musharraf, PML, sebagian besar berisi orang-orang pindahan dari partainya Sharif. Dari hasil jajak pendapat, lebih dari 60 persen warga Pakistan tidak mau Musharraf menjadi presiden lagi. "Sentimen antimiliter makin tinggi. Rakyat ingin ada penegakan hukum. Militer juga diminta untuk kembali ke barak. Persis seperti apa yang sedang dikampanyekan Sharif. Militer harus dibatasi pada fungsi pertahanan saja," kata Letnan Jenderal (veteran) Talat Masood.

Menjadi Musharraf saat ini memang tampak tidak menyenangkan sama sekali. Di dalam negeri, Musharraf disodok kiri kanan. Musharraf makin terpojok karena tidak juga berhasil menangani gejolak kekerasan yang dilakukan kelompok pro-Taliban di perbatasan Pakistan-Afganistan. Padahal Pakistan menjadi sekutu setia AS dalam kampanye menumpas terorisme.

Dengan kondisi keamanan morat-marit dan tidak jelas arah tujuan, Musharraf telah mengambil langkah yang terburu-buru dan keliru berulang kali. Keputusan Musharraf yang sembrono dan terkesan panik akan menyeret Pakistan ke krisis politik yang lebih parah. Atau karena itu rakus kekuasaan?

Thursday, September 13, 2007

Pasukan Australia Ilegal



Keberadaannya Tidak Diperlukan Lagi karena Tak Netral

Jakarta, Kompas - Mantan PM Timor Leste, Mari Alkatiri, menegaskan, pasukan Australia yang bertugas di Timor Leste sejak Mei 2006 adalah ilegal karena tidak pernah mendapat persetujuan dari parlemen. Kehadiran pasukan Australia itu juga tidak dibutuhkan karena tidak lagi bersikap netral di Timor Leste.

Alkatiri mengemukakan hal itu dalam wawancara dengan Kompas, Senin malam lalu di Jakarta. Karena ilegal dan tidak netral, Alkatiri menghendaki sekitar 1.100 tentara dan polisi Australia agar ditarik dari Timor Leste.

Sementara dalam kuliah umum di FISIP Universitas Indonesia, Rabu (12/9), Alkatiri mengatakan, tantangan besar yang dihadapi negara muda seperti Timor Leste dalam era globalisasi adalah kepercayaan diri dan kemandirian.

"Hal itu hanya bisa dicapai dengan penguasaan teknologi, ilmu pengetahuan, dan pendidikan. Dengan begitu, kami bisa duduk di kursi pengemudi dan mengemudikan mobil kami sendiri, tidak sekadar menjadi sopir taksi yang keuntungannya dinikmati pihak lain," papar Alkatiri.

Belum diratifikasi

Alkatiri dalam wawancara mengakui, saat menjadi PM Timor Leste (Mei 2002-Juni 2006), dia yang meminta tentara Australia mengatasi kerusuhan pada Mei 2006. "Saya ikut menandatangani itu. Namun, bulan Juni saya dijatuhkan dan kehadiran pasukan Australia itu belum diratifikasi parlemen yang saat itu tak bisa berfungsi karena kerusuhan," tutur Alkatiri. Oleh karena itu, kehadiran mereka ilegal.

Apalagi, lanjut Alkatiri, kehadiran pasukan Australia juga tak netral. "Hal ini bisa membawa Timor Leste ke jurang perpecahan," ujarnya. Menurut Alkatiri, pasukan Australia punya opsi khusus. Bahkan, saat krisis mencapai puncak, pasukan Australia terlihat membela kelompok tertentu dan menentang Fretilin pimpinan Alkatiri.

Sikap ini pun dilakukan di depan pendukung Fretilin. Bendera Fretilin dicopot dan dicampakkan di depan pendukungnya. "Saya juga melihat sendiri kejadian itu. Namun, mereka berargumen semuanya perbuatan oknum," kata Alkatiri.

Ada fakta ketika pasukan Australia juga mengatakan bahwa pihak Xanana (PM Xanana Gusmao) sebagai yang baik dan Fretilin jahat. "Begitu pula saat pemilihan presiden lalu, Xanana itu baik dan calon presiden dari Fretilin itu jahat," ujar Alkatiri.

Saat diprotes, pasukan Australia selalu berargumen bahwa itu tindakan oknum, bukan perintah. Namun, kejadian itu selalu terulang.

Alkatiri yang berseteru dengan PM Xanana Gusmao seusai pemilu Juni lalu juga mengecam operasi militer tentara Australia yang menewaskan sejumlah warga Timor Leste. Operasi militer ini atas perintah Xanana yang saat itu menjabat presiden. "Ini berarti pemerintahan ini juga ilegal dan mereka harus bertanggung jawab di depan publik," ujarnya.

Menurut Alkatiri, masalah keberadaan pasukan Australia ini bisa saja dibawa ke parlemen sekarang ini untuk diratifikasi, tetapi bakal menghadapi perdebatan sengit. Dari 65 kursi parlemen Timor Leste, 21 kursi dikuasai Fretilin, sementara aliansi empat partai pimpinan CNRT yang dipimpin Xanana menguasai 37 kursi. Sisa kursi dikuasai beberapa partai kecil.

Alkatiri menegaskan, Presiden Jose Ramos Horta telah meminta pasukan Australia bertugas sampai tahun 2008 karena ia ingin mempertahankan kekuasaannya. Seharusnya, mereka berkuasa tanpa perlu mendapat perlindungan pasukan asing. Namun, mereka melakukan itu dan sama saja mereka membuka konflik baru antara penguasa dan masyarakat. Konflik seperti ini akan panjang dan menyakitkan.

"Lagi pula, jika kedaulatan negara ini terus didukung kekuatan asing, sia-sia saja 24 tahun perjuangan yang ada. Karena sama saja kita membuat sebuah kolonialisme baru," ujar Alkatiri. Ia menegaskan, Timor Leste memerlukan pasukan asing, tetapi yang berada di bawah misi penjaga perdamaian PBB. Pasukan Australia di luar misi ini.

Alkatiri mengiyakan, sikap tak netral Australia ini bisa saja erat berkaitan dengan sikapnya yang keras dan tanpa kompromi saat berunding dengan Australia soal eksplorasi migas di Celah Timor. "Saya melakukan semua itu karena saya menjadi PM dari Timor Leste. Jadi, saya harus membela kepentingan bangsa dan negara Timor Leste," ujarnya.

Atas upaya perundingannya itu, tawaran 50 persen pembagian hasil eksplorasi di area pengembangan bersama (joint development area) naik menjadi 90 persen bagi Timor Leste. Di area Sun Rise, tawaran naik dari 18 persen menjadi 50 persen.

"Kami bersama dengan badan internasional melakukan tender transparan, tender terbuka bagi eksplorasi di zona ekonomi eksklusif. Semua sudah disetujui parlemen," ujarnya. (ppg/fro)

Wednesday, September 12, 2007

Terorisme dan Perdamaian Global


Gugun El-Guyanie

Dalam video yang dirilis sayap media Al Qaeda, Al Shahab, diperlihatkan Osama bin Laden sedang menyampaikan pesan kepada Pemerintah Amerika Serikat untuk memperingati serangan 11 September 2001 (Seputar Indonesia, 9/9). Tragedi enam tahun yang lalu itu telah meluluhlantakkan gedung kembar World Trade Center sebagai simbol keperkasaan ekonomi global dan Gedung Pentagon sebagai simbol kekuatan militer negara adidaya. Aksi spektakuler tersebut benar-benar mempermalukan Amerika Serikat.

Aksi teror itu terbukti menjadi inspirasi bagi aksi-aksi teror berikutnya yang melintas batas dunia, mulai dari tragedi bom Bali, Hotel JW Marriott Jakarta, Kedubes Australia di Jakarta, Casablanca, Madrid, hingga Riyadh, Arab Saudi. Sudah tak terhitung berapa ribu jiwa yang teraniaya, berapa ribu manusia yang hidupnya tertekan dalam kegalauan, berapa banyak kerugian materi yang terhambur sia-sia.

Apalagi saat ini Washington telah kewalahan dan dinilai gagal menangani dua perang besar yang dipimpinnya di Irak dan Afganistan. Kekerasan di Irak semakin memakan banyak korban. Adapun di Afganistan, tentara koalisi pimpinan AS tak juga berhasil menangkap Osama bin Laden, dan terus melakukan serangan membabi buta yang mengakibatkan tewasnya ratusan rakyat sipil.

Jadi kenyataan

Kita semua mungkin merasa dikejutkan oleh hasil laporan Departemen Pertahanan AS dan PBB, tahun 2003 yang menyatakan 80 persen dari daftar teroris adalah gerakan Islam. Artinya, tesis Samuel P Huntington bahwa akan terjadi clash of civilization, benturan peradaban antara Islam dan kapitalisme pascaruntuhnya komunisme, benar-benar menjadi kenyataan sejarah yang hadir di hadapan manusia.

Adalah Youssef M Choueri yang melihat tumbuhnya gerakan Islam radikal-fundamental yang mengarah pada anarkisme-terorisme sebagai reaksi langsung terhadap kegagalan implementasi konsep negara bangsa (nation-state) pada akhir abad 20. Juga pentas politik global yang telah menyekulerkan Islam, dalam arti menjadikan Islam hanya sebagai agama ritual.

Sejak beberapa dekade terakhir muncul gerakan-gerakan Islam yang ingin menciptakan tatanan dunia baru yang berdiri tegak atas hukum (syariat) Islam. Namun, gerakan Islam kebanyakan lahir sebagai reaksi sehingga kemunculannya bersifat spontan. Gerakan Islam yang tidak mempunyai suprastruktur akhirnya menyebabkan gerakan tersebut tidak mempunyai sumber daya manusia yang memiliki kesadaran sahih (al wa’y as shahih), selain mengandalkan ketokohan, kedudukan, dan kepentingan yang sama.

Dengan kesalahan sistemik tersebut, pada akhirnya membawa gerakan Islam mengalami disorientasi, bahkan sering dieksploitasi oleh kepentingan rezim dan negara imperialis Barat. Kita selayaknya belajar dari sekian perjalanan historis gerakan radikalis-fundamentalis di berbagai belahan dunia Islam.

Gerakan Wahabi di Hijaz sebelum keruntuhan khilafah, yang ditunggangi oleh kepentingan Inggris melalui Ibnu Sa’ud, kemudian Harakah Al-Khilafah tahun 1942 di India yang dapat dibelokkan sehingga menjadi gerakan nasionalisme. Begitu pula sejarah perjalanan Ikhwanul Muslimin di Mesir yang dipelopori oleh Al Imam As Syahid Hassan Al-Banna, yang pengaruhnya dimanfaatkan oleh agen Amerika, Gamal Abdul Nasser, untuk menggulingkan Raja Farouk pada era Revolusi Juli 1952. Setelah itu mereka diberangus oleh "kawan" seperjuangan.

Anatomi terorisme

Data yang dikemukakan oleh Departemen Pertahanan AS dan PBB tersebut di atas seolah-olah ingin melekatkan stereotip terorisme pada dunia Islam. Berbagai pertemuan regional dan internasional yang membedah anatomi terorisme juga tak melepaskan perbincangannya dari jagat aktivisme Islam. Mulai dari pertemuan ASEAN Ministerial Meeting, Kongres Asia-Afrika, KTT Non-Blok sampai KTT Dunia, semuanya tak melupakan agenda kejahatan transnasional yang sudah melipat batas dunia.

Sungguh kehidupan kemanusiaan di dunia semakin menghadapi ancaman yang multidimensional, mulai dari kemiskinan global, kesehatan, sampai terorisme yang tak berurat akar sampai detik ini. Dalam konteks keindonesiaan khususnya, tak terbayangkan akan berhadapan pada kondisi yang serupa.

Simak saja pernyataan yang pernah dilontarkan oleh Fazlur Rahman, guru besar Nurcholis Madjid dari Chicago University, yang mengatakan bahwa masa depan perkembangan Islam di dunia terletak di Indonesia. Alasan Fazlur Rahman yang pertama adalah eksistensi Islam di Indonesia tidak menunjukkan ekstremisme, yang kemudian diperkuat dengan tidak adanya kegiatan-kegiatan Islam yang mengarah pada anarkisme. Kedua, di Indonesia tidak dijumpai pertentangan pendapat dalam akidah atau politik yang mencuat menjadi konflik fisik atau kekerasan bersenjata. Hal itu kemudian dikaitkan dengan proses Islamisasi pada masa silam yang dilakukan tanpa penaklukan.

Namun, itu hanya ungkapan masa lampau sebelum tragedi bom beruntun menghujani negeri yang mayoritas berpenduduk Muslim ini. Mendadak prediksi Fazlur Rahman menjadi dongeng bumi pertiwi yang keji dan anarki.

Mewujudkan perdamaian global juga artinya bagi umat Islam adalah menepis labelisasi terorisme kepada Islam dengan menampilkan Islam yang humanis, toleran, inklusif, dan cinta damai. Sejarah kegemilangan umat Islam era awal, yaitu zaman Rasulullah dan sahabatnya, patut kita tarik kembali untuk mengisi era globalisasi yang telah menegasikan batas-batas geografis.

Masyarakat madani yang diteladankan Rasulullah di Madinah telah menunjukkan bukti bahwa watak Islam yang fitrah adalah mengakui perbedaan dalam bentuk apa pun. Kehidupan yang harmonis, cinta damai, ditunjukkan dengan beragamnya berbagai suku, agama, dan ras yang hidup berdampingan tanpa menonjolkan perbedaan.

Dalam konteks zaman tersebut, sungguh sebuah prestasi yang amat modern, kata Robert N Bellah, sehingga tak mampu bertahan karena tidak didukung oleh infrastruktur sosial yang memadai dan sikap masyarakat yang masih tradisional konservatif.

Islam yang rahmatan lil ’alamin adalah milik umat manusia sedunia, yaitu mewujudkan keselamatan, memberi rahmat kepada semesta, dengan terbuka terhadap perubahan. Dengan kesimpulan semacam ini, artinya problem terorisme bukanlah semata persoalan Islam, tetapi persoalan global yang perlu dicarikan solusi bersama dengan mengadakan kerja sama antarkawasan dan antariman untuk terbuka dan meneguhkan komitmen bersama memberantas terorisme.

Yang tak kalah penting adalah langkah yang strategis dan profesional dari berbagai organisasi regional, seperti ASEAN, ASEM, ARF, dan APEC, dalam mencegah, mengontrol kejahatan transnasional melalui pertukaran informasi, penegakan hukum, pengembangan kapasitas lembaga, serta pelatihan dan kerja sama antarkawasan. Maka usaha gigih masyarakat dunia akan membuahkan perdamaian global yang kekal dan abadi.

Gugun El-Guyanie Direktur Eksekutif Institute for Social Empowerment Yogyakarta (ISEY)

Nawaz Sharif


Tak Kapok-kapok Kena "Jegal" Dua Kali

Islamabad, Senin - Dengan tekad yang amat bulat, mantan Perdana Menteri Nawaz Sharif akhirnya kembali ke Pakistan, Senin (10/9). Cita-cita Sharif jelas, balas dendam kepada Presiden Pervez Musharraf yang pernah menendangnya melalui kudeta berdarah pada tahun 1999. Balas dendam Sharif itu menurut rencana akan disalurkan melalui pemilu. Ini berarti Sharif akan berhadapan dengan Musharraf yang kini sedang berjuang keras mempertahankan kekuasaannya.

Namun, cita-cita dan sesumbar Sharif untuk kembali ke Pakistan dan memimpin kampanye supaya bisa menggulingkan pemerintahan Musharraf tidak akan tercapai. Pemerintah Pakistan yang panik langsung mendeportasi Sharif ke Arab Saudi. Begitu pesawat mendarat di bandara, langkah Sharif langsung tertahan karena petugas imigrasi datang meminta paspor di atas pesawat. Karena menolak, Sharif lantas digiring polisi keluar pesawat dan dideportasi atas dasar kasus korupsi.

Sharif (57) dikudeta Musharraf yang ketika itu menjabat sebagai kepala staf Angkatan Darat, Oktober 1999. Pada saat itu Sharif berusaha meringkus Musharraf. Setelah digulingkan, Sharif didakwa korupsi dan dihukum penjara seumur hidup. Sharif lalu diasingkan ke Arab Saudi tahun 2000 sebagai ganti hukuman seumur hidup dalam penjara. Sharif diklaim Pemerintah Pakistan setuju untuk tinggal di Arab Saudi selama 10 tahun. Akan tetapi, Sharif membantah dirinya setuju dengan syarat itu. Yang dia ketahui, pengasingan diri di Arab Saudi hanya selama lima tahun.

Sharif terlahir di keluarga Kashmir tanggal 15 Desember 1949 di Lahore. Menjelang dewasa, Sharif memilih melanjutkan sekolah di jurusan hukum. Sebelum terjun ke dunia politik, Sharif ikut menjalankan usaha keluarga. Karier di dalam politik mulai bersinar pada saat Sharif ditunjuk diktator militer Zia ul-Haq menjadi menteri keuangan Punjab tahun 1981. Pada saat itu Sharif menjadi menteri keuangan termuda yang pernah ada di Punjab. Sharif lantas menjadi kepala menteri pada tahun 1985.

Puncak karier

Puncak kariernya terjadi tahun 1990 ketika terpilih menjadi perdana menteri segera setelah Benazir Bhutto ditahan. Untuk pertama kalinya seorang industrialis terpilih menjadi PM. Sharif lantas berusaha mengubah berbagai kebijakan yang sosialis dan memilih perekonomian terbuka. Sharif lalu dituding partai-partai oposisi telah korupsi dengan cara menjual perusahaan-perusahaan negara kepada teman-temannya dengan harga yang sangat murah.

Sistem ekonomi liberal Sharif ternyata tidak merembet ke kebijakan-kebijakan sosial. Pada tahun 1991, Sharif terlibat di dalam persoalan yang kontroversial. Pasalnya, Sharif berusaha mempraktikkan syariat Islam sebagai hukum tertinggi di Pakistan.

Setelah tiga tahun menjadi PM, Sharif ditangkap karena dituding terlibat korupsi oleh Ghulam Ishaq Khan yang kemudian menjadi presiden. Insiden itu menjadi titik balik penting bagi karier politik Sharif. Pada tahun 1996 Sharif kembali menjadi PM setelah Bhutto ditahan karena korupsi.

Dalam pemilu 1997, Sharif terpilih menjadi PM dengan jumlah suara mayoritas dua pertiga. Pada periode kekuasaan yang kedua ini Sharif menjadi makin keras. Sharif juga mengubah konstitusi untuk melucuti kekuasaan presiden memecat PM. Hal ini yang membuat Sharif mengganti ketua Mahkamah Agung karena dianggap Sharif tidak satu ide.

Persoalan politik dan ekonomi semakin mengimpit Sharif. Hubungan dengan Musharraf yang ditunjuknya menjadi kepala staf AD juga tidak membaik. Bahkan, muncul saling curiga. Pada titik itulah tampaknya kesalahan Sharif berawal. (AFP/LUK)

Tiba di Bandara, Sharif Langsung Dideportasi



Bulan Oktober Bhutto Kembali ke Pakistan

Islamabad, Senin - Beberapa jam setelah tiba di bandara Islamabad, Pemerintah Pakistan mendeportasi mantan Perdana Menteri Nawaz Sharif (58) kembali ke Arab Saudi, Senin (10/9). Sebelum dideportasi, Sharif sempat tertahan di dalam bandara selama 90 menit karena dia menolak memberikan paspornya.

Sharif digiring naik ke pesawat yang menuju ke Arab Saudi. Tanpa perlawanan, Sharif tetap yakin kepulangannya itu akan memberi pengaruh dan kontribusi meruntuhkan kekuasaan Presiden Pervez Musharraf. Pemerintah langsung mendeportasi Sharif karena, menurut berbagai pengamat, pemerintahan Musharraf khawatir popularitas Sharif akan menandingi Musharraf. Karena itu, Sharif dideportasi ke Arab Saudi yang menjadi tempat pengasingannya sejak tahun 2000.

Sharif, yang pernah dua periode menjabat PM Pakistan, tiba di bandara lebih awal. Begitu tiba, dia langsung bersalaman dengan para pendukungnya. "Pergi, Musharraf!" "Hidup Nawaz Sharif!" Begitu teriakan-teriakan dari para pendukungnya. Sikap Sharif berubah tidak senang karena harus menyerahkan paspornya pada petugas imigrasi yang naik ke pesawat. Setelah berdebat selama 90 menit, Sharif digiring polisi turun dari pesawat. Begitu tiba di ruang tunggu VIP, Sharif ditahan. Sebelum ditahan dan dideportasi, Sharif sempat menyatakan, dirinya senang dapat kembali ke tanah airnya. "Rasanya luar biasa. Tetapi, setelah ini saya tidak tahu. Apalagi jika saya harus melewati itu," kata Sharif sambil menunjuk ke arah pintu keluar bandara.

Sebelum Sharif tiba di bandara, pemerintah menahan para aktivis Partai Liga Muslim Pakistan pimpinan Sharif untuk menghalangi upaya mereka masuk bandara Islamabad. Ketika berusaha masuk, terjadi bentrokan antara pendukung Sharif dan polisi. Sekitar lima orang dilaporkan terluka setelah terjadi baku tembak di antara kedua belah pihak.

Aparat polisi melemparkan gas air mata dan menggunakan tongkat untuk membubarkan ratusan pendukung Sharif yang berkumpul tiga kilometer dari bandara. "Sekarang status negeri ini dalam keadaan perang dan Musharraf yang harus bertanggung jawab atas kondisi ini," kata juru bicara partai, Siddiq Farooq.

Siddiq menilai, langkah pemerintah untuk mendeportasi Sharif jelas salah. Karena itu, perkara ini akan diproses hukum di tingkat Mahkamah Agung (MA). Hal ini karena bulan lalu MA sudah memutuskan memperbolehkan Sharif pulang. Pemerintah juga tidak diperbolehkan menghalangi rencana kepulangan Sharif.

Ikut pulang

Kepulangan Sharif selalu akan membuat Musharraf gusar. Musharraf-lah yang mengirim Sharif ke Arab Saudi untuk mengasingkan diri selama 10 tahun. Untuk imbal baliknya, Sharif tidak akan dihukum penjara seumur hidup atas kasus korupsi. Sharif dituduh terlibat korupsi ketika menjalani dua periode PM tahun 1990-an.

Menanggapi deportasi Sharif, Uni Eropa (UE) berpendapat, seharusnya Sharif diberikan kesempatan untuk membela diri di pengadilan Pakistan. "Menurut pandangan kami, keputusan MA itu sudah jelas dan jelas harus dihormati," kata juru bicara Komisi Eksekutif UE Christiane Hohmann.

Selain Sharif, ternyata mantan PM Benazir Bhutto juga berencana pulang ke Pakistan, Oktober mendatang, agar bisa menjadi salah satu kandidat dalam pemilu. "Beliau sudah memutuskan akan kembali ke Pakistan mungkin bulan depan. Kepastian kepulangan beliau akan diumumkan 14 September mendatang. Beliau harus kembali memimpin partai agar dapat ikut pemilu dan ikut kampanye," kata juru bicara Bhutto, Wajid Hassan.

Hassan juga mengaku sangat yakin kepulangan Bhutto tak akan membawa masalah seperti yang terjadi pada Sharif. "Beliau akan kembali dan jelas akan bisa memenangi pemilu," ujarnya.

Hingga kini Bhutto sedang berunding dengan Musharraf untuk membicarakan sistem pembagian kekuasaan. Musharraf akhirnya bersedia berunding dengan Bhutto mengingat popularitas Musharraf yang semakin turun sejak Maret lalu, tepatnya ketika Musharraf berusaha memecat Ketua MA. Musharraf berharap dengan bekerja sama dengan Bhutto, dia akan dapat mempertahankan kekuasaannya sebagai presiden. Namun, hingga kini belum ada titik terang dari negosiasi itu. (REUTERS/AFP/AP/LUK)

Malaysia Harus Stop Menghina



Persepsi Buruk terhadap Warga Indonesia Bisa Ancam Hubungan

Kuala Lumpur, Senin - Warga Malaysia harus menghentikan pencitraan buruk warga Indonesia sebagai para buruh yang tidak terampil karena hal itu akan memperburuk hubungan Indonesia-Malaysia.

Hal itu disampaikan Duta Besar Malaysia untuk Indonesia Zainal Abidin Mohammad Zin, Senin (10/9) di Kuala Lumpur.

Dubes Malaysia untuk RI itu menegaskan, warga Malaysia harus menyadari bahwa ada ribuan pekerja profesional dan pengusaha Indonesia yang bekerja di Malaysia dan banyak lagi yang berkunjung ke negara itu sebagai turis yang sesungguhnya.

"Lebih adil jika kita mengubah persepsi terhadap warga Indonesia. Meskipun banyak dari mereka adalah pembantu dan pekerja-pekerja kontrak, mereka adalah manusia dan harus diperlakukan dengan adil dan bermartabat," ungkap Zainal kepada the New Straits Times.

Dia menambahkan, diskriminasi dan kecenderungan menganggap rendah warga Indonesia telah memberikan reputasi buruk kepada Malaysia sebagai bangsa yang arogan. Hal itu bisa merusak hubungan jangka panjang kedua negara jika tidak segera ditangani.

Zainal, yang berbicara saat mendampingi kunjungan Wakil Perdana Menteri Malaysia Najib Tun Razak ke Sulawesi Selatan, juga mendesak dilakukan penanganan yang segera terhadap keluhan-keluhan tindak kekerasan terhadap para pekerja Indonesia. Hal itu telah memicu pemberitaan buruk tentang Malaysia di media-media massa Indonesia.

"Dengan lebih dari dua juta warga Indonesia yang bekerja di Malaysia, baik legal maupun tidak legal, wajar saja bila ada masalah-masalah dan kasus-kasus kekerasan," kata Zainal.

Dubes Malaysia itu mengungkapkan, ketika kasus-kasus kekerasan itu terjadi, mengapa kasus-kasus itu tidak diselesaikan sehingga Malaysia dianggap melakukan standar ganda.

Tagih penyelesaian

Pemerintah Indonesia bulan lalu meningkatkan tekanan terhadap Malaysia untuk mengambil tindakan segera terhadap para majikan yang menyiksa para pekerjanya karena terlalu banyak pembantu asal Indonesia yang diperlakukan tidak layak di Malaysia.

Padahal, Malaysia selama ini banyak bergantung pada para pekerja asal Indonesia, khususnya di sektor-sektor konstruksi dan pertanian serta pembantu rumah tangga.

Pemerintah Malaysia membantah bahwa kasus-kasus penganiayaan terhadap pekerja asing meningkat di negara itu. Sementara Kedutaan Besar RI di Kuala Lumpur menyatakan, lebih dari 1.000 pekerja asal Indonesia, baik sebagai pembantu rumah tangga maupun pekerja di sektor lain yang tidak mendapatkan upah, setiap tahun mencari perlindungan di KBRI. (AP/OKI)

Geliat Al Qaeda


Musthafa Abd Rahman

Enam tahun setelah serangan 11 September 2001, Al Qaeda pimpinan Osama bin Laden masih menarik perhatian media massa, lembaga intelijen, dan pejabat negara Barat. Sel-sel Al Qaeda yang tersebar di seluruh dunia dianggap masih mampu melakukan aktivitas yang mengancam keamanan negara, kawasan, dan dunia.

Pekan lalu, aparat Jerman membekuk sejumlah warga Jerman dan Turki yang merancang serangan atas bandar udara Frankfurt dan sebuah pangkalan militer AS di Jerman. Awal September ini, aparat Denmark menangkap delapan orang yang dicurigai sebagai anggota atau simpatisan Al Qaeda dan dituduh berencana melakukan peledakan di Denmark.

Pada awal Juli, Perdana Menteri Inggris Gordon Brown menuduh Al Qaeda berada di balik tiga percobaan serangan atas bandara di Inggris. Pertengahan Juli lalu, CIA menyebutkan, Al Qaeda kini lebih kuat dan lebih baik untuk melancarkan serangan di mana pun di belahan bumi ini.

Dalam satu pekan saja, secara mengejutkan terjadi dua serangan dahsyat di Aljazair. Serangan pertama ditujukan kepada konvoi kendaraan Presiden Aljazair Abdelaziz Bouteflika, Kamis (6/9), yang sedang melakukan kunjungan ke kota Batna, Aljazair timur. Dua hari setelah itu, Sabtu (8/9), terjadi serangan bunuh diri atas barak angkatan laut di kota pelabuhan Deliys.

Klimaks dari semua itu adalah pidato Osama bin Laden sendiri melalui TV satelit Aljazeera, Jumat (7/9), merupakan penampilan pertamanya sejak 2004. Penampilan itu tentu merupakan amunisi moral dan psikologis bagi para pengikut atau simpatisan Al Qaeda di seluruh dunia.

Sebuah kantor berita menyebutkan, Bin Laden ingin menunjukkan, ia masih hidup dan tetap memimpin Al Qaeda. Penampilan Bin Laden itu seakan menepis pernyataan Presiden George W Bush dan Menlu Condoleezza Rice tentang semakin lemahnya Al Qaeda. Menlu Rice mengatakan, Al Qaeda tidak efektif lagi.

Menurut pakar gerakan Islam politik pada pusat kajian politik dan strategi Al Ahram, Mesir, Dr Diya Rishwan, pidato Bin Laden tidak mengatakan akan melakukan serangan langsung terhadap sasaran di AS, tetapi menyampaikan pesan politik Bush.

Pemimpin redaksi harian Al Quds Arab yang terbit di London, Abdel Bari Athwan, juga menyebutkan, tampilnya Bin Laden merupakan pesan bahwa perang melawan teroris selama 6 tahun terakhir telah gagal. Buktinya, Osama masih hidup.

Berlebihan

Bagaimana menyikapi geliat Al Qaeda itu? Konsultan urusan gerakan Islam politik pada pusat studi peradaban dunia, Dr Kamel Bahalwi, mengatakan, ada sikap dan penilaian berlebihan terhadap Al Qaeda, terutama soal kemampuannya melancarkan serangan di Barat.

Menurut Bahalwi, berbagai aksi kekerasan, serangan bunuh diri, dan peledakan di dunia Islam dan Barat oleh para pemuda Muslim lebih disebabkan, di antaranya, rasa putus asa pemuda. Itu, antara lain, akibat buntunya akses ekonomi dan politik di negaranya, kebijakan luar negeri AS tidak adil, dan pemahaman salah terhadap ajaran Islam.

Keliru jika AS dan sekutunya punya persepsi bahwa mereka akan mampu menumpas Al Qaeda dengan kekuatan militer. Bahalwi mengkritik kebijakan AS yang lebih mengutamakan pendekatan keamanan dalam melawan terorisme yang tidak sesuai lagi dengan budaya abad ke-21. Ia mengimbau Barat lebih memprioritaskan jalur dialog dan memberi peran lebih besar lagi kepada PBB serta menggunakan jasa ulama dan cendekiawan dalam berdialog dengan para pemuda Muslim di seantero dunia.

Direktur Pusat Kajian Maqrizi, banyak mengamati masalah gerakan Islam politik, Hani Siba’ie mengatakan, Al Qaeda kini lebih kuat dari aspek solidaritas massa. Banyak generasi baru yang terpikat dengan ideologi Al Qaeda, khususnya setelah banyak kesalahan yang dilakukan AS di Irak dan Afganistan. Kesalahan terbesar AS adalah menduduki Irak. Itu memberi legitimasi Al Qaeda melakukan operasi di Irak.

Penulis terkemuka asal Kuwait, Shafik Nadhim Gabra, dalam artikelnya, "Pelajaran dari 11 September", pada harian Al Hayat mengatakan, salah satu pelajaran menonjol dari 11 September adalah gugurnya teori bahwa kekuatan militer dan keunggulan teknologi bisa memberi jaminan perlindungan. Menurut Gabra, adalah keadilan, pemerataan, kejujuran, dan demokrasi yang bisa memberi jaminan keamanan.

Ia menyayangkan, perang antara dunia Barat dan rezim-rezim pro-Barat di satu pihak serta Al Qaeda dan gerakan-gerakan radikal yang terinspirasi Al Qaeda masih berlanjut sampai kini.

Gabra menyebut, kasus bom Bali, ledakan di Sharm El Sheik (Mesir), ledakan kereta api di Madrid (Spanyol), serta ledakan di stasiun kereta bawah tanah dan bandar udara Heathrow di London menunjukkan masih sengitnya perang antara Barat dan Al Qaeda.

Ia menawarkan konsep jalan ketiga untuk mengakhiri lingkaran kekerasan itu, yaitu lebih memberikan kebebasan kepada tingkat individu serta lebih menciptakan keadilan, kesejahteraan, dan demokrasi pada tingkat masyarakat dan negara.

Xanana Tak Lebih dari Dua Tahun



Pieter P Gero

Mantan PM Timor Leste Mari Alkatiri menegaskan, pemerintahan Timor Leste pimpinan PM Xanana Gusmao tidak akan bertahan lebih dari dua tahun. Bertahan lebih dari satu tahun saja sudah bagus. Selain karena terjadi friksi pada aliansi pemerintahan yang ada, pemerintahan ini bukan ungkapan keinginan rakyat seperti hasil pemilu.

Alkatiri menegaskan ini dalam wawancara di Jakarta, Senin (10/9) malam. Dia berada di Jakarta, selain memenuhi undangan seminar, untuk mengadakan kontak dengan sejumlah pimpinan partai dan tokoh seperti mantan Presiden Abdurrahman Wahid dan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Semua ini untuk memperkuat hubungan kedua negara, sekaligus ada hal yang bisa direngkuh untuk membantu menyelesaikan masalah internal di Timor Leste.

"Tetapi bukan untuk mencuci baju kotor di luar negeri. Kami ingin memupuk saling percaya yang bisa membantu menyelesaikan persoalan internal Timor Leste," ujar Alkatiri. Berikut petikan wawancara dengan Alkatiri:

Apa masalah Timor Leste yang perlu diatasi?

Sejak pertengahan tahun lalu, terjadi krisis kepemimpinan yang sangat dalam. Titik tolak adalah konflik di antara pimpinan bangsa Timor Leste. Konflik tadi memunculkan ada pihak yang mengaku dirinya malaikat dan lainnya dituduh setan. Ini jelas memecah belah bangsa dan negara.

Siapa yang malaikat dan siapa yang setan?

Malaikat adalah Xanana dan setan adalah saya serta Fretilin. Saat menjabat PM (Mei 2002- Juli 2006), saya berinisiatif mengundang pasukan asing guna mengakhiri kekerasan. Tetapi, cepat terlihat elemen tentara Australia punya opsi tersendiri. Saat krisis mencapai puncak, ada fakta bahwa pasukan Australia mengatakan, yang baik itu Xanana dan Alkatiri tidak baik. Beberapa minggu terakhir, mereka merampas bendera Fretilin di tempat umum dan mencampakkannya di depan pendukung Fretilin. Komando pasukan Australia mengatakan itu oknum dan bukan instruksi. Tetapi, kejadian tadi lumayan banyak.

Fretilin tetap menolak kehadiran pemerintahan Xanana?

Ya, pemerintahan ini (Xanana) untuk dijatuhkan. Tidak ada solusi lain. Pemerintahan ini paling lama hanya dua tahun. Bertahan lebih dari satu tahun saja sudah hebat. Tetapi, saya tegaskan, bukan dengan kekerasan.

Tidak bertahan lebih dari dua tahun, mengapa?

Saat ini banyak friksi di antara aliansi. Karena aliansi itu memberikan peluang semua anggotanya meraih jabatan. Ada kementerian tertentu ditarget, dijatahkan oleh partai, bahkan sampai posisi tertentu. Menteri keuangan, ekonomi. tetapi semua yang mimpi tadi tidak menjadi kenyataan. Xanana menunjuk orang independen untuk duduki jabatan menteri, seperti menkeu. Padahal posisi ini diincar partai. Juga menteri pertahanan. Ini bibit konflik.

Pasal 106 Konstitusi 2002 memungkinkan Fretilin berkuasa, mengapa hal itu tak dipakai?

Itu kesalahan Presiden Republik (Jose Ramos Horta). Presiden mendapat masukan dari beberapa ahli internasional, tetapi mereka lupa yang membuat konstitusi adalah Fretilin. Pasal itu diperdebatkan sebelum disahkan, semua tertulis. Sangat jelas bahwa partai yang paling banyak meraih kursi yang harus memimpin pemerintahan.

Mengapa Fretilin tidak melakukan aliansi seperti Xanana?

Aliansi di Timor Leste hanya bisa dibahas kalau ada pesan jelas, hitam putih, membangun pemerintahan bersama. Kalau presiden berdasarkan hasil pemilu langsung mengundang Fretilin, maka semua partai yang ada berpihak ke Fretilin. Karena ada sinyal Xanana orang pertama diundang, maka pihak lain mendukung Xanana.

Xanana mengundang Fretilin dalam kabinet?

Pertama, Fretilin tak pernah diundang, jadi tidak benar diundang. Kedua, Fretilin tak perlu diundang. Mengapa? Karena Fretilin paling banyak meraih suara, jadi Fretilin yang harus mengundang Xanana (Fretilin memenangi 21 kursi dari 65 kursi parlemen, aliansi empat partai pimpinan Xanana meraih 37 kursi, sisanya partai kecil).

Luapan spontan menolak Xanana, mengapa?

Sebelum pemilu pun ada luapan spontan seperti itu. Setelah krisis memang lebih dahsyat lagi dan sejauh ini tidak ada yang berupaya menyelidiki siapa yang ada di belakang semua itu. Bahkan, ada keluarga yang dibakar hidup-hidup. Ada pelakunya, tetapi tidak ada proses hukum. Setelah pemilu, semua kekuatan dikerahkan untuk mencari siapa orang Fretilin yang membuat kekerasan. Jadi, ada suatu cara bertindak yang punya konflik kepentingan. Jangka panjang tak baik untuk Timor Leste.

Bagaimana cara untuk memotong lingkaran ini?

Kepemimpinan bangsa yang ada harus memahami benar pesan dari pemilu, bahwa persatuan itu yang harus diutamakan. Tetapi, persatuan itu harus berdasarkan prinsip-prinsip tertentu. Xanana saat mendirikan partai CNRT yakin akan raih 60 persen suara lebih. Tetapi, kenyataannya hanya 24 persen (18 kursi). Namun, dia seolah mengabaikan pesan dari hasil pemilu. Seharusnya dengan rendah hati dia menerima pesan masyarakat tadi. Satu-satunya partai yang meraih lebih dari 50 persen di beberapa distrik adalah Fretilin. Ini sangat signifikan.

Xanana punya ambisi berkuasa, apa yang dia mau raih?

Xanana mungkin meyakini bahwa dialah penyelamat bangsa karena dia memimpin perjuangan pada saat yang sulit dan dia berhasil mengorganisasi kembali perjuangan itu. Secara umum ini punya nilai. Tapi, kini sudah harus berbeda. Kalau Anda menerima untuk berkompetisi, tidak meraih mayoritas relatif, mengapa harus menerima PM. Jadi harus tahu diri. Dia tidak ingin memahami itu. Dia mengira dialah pemilik negara ini. Wajar jika Xanana tidak mendirikan partai. Tidak terlibat dalam konflik, tetapi orang yang dihormati. Dia memutuskan menjadi orang biasa. Tetapi, dia juga yakin unggul dari yang lain. Tetapi, masyarakat melalui pemilu memperlihatkan dia juga sama dengan yang lain. Dia tidak menerima pesan itu. Dia tidak mau memahami.

Apakah ini bisa terlihat saat penunjukan Xanana, pecah kerusuhan?

Reaksi yang muncul di beberapa tempat itu, setelah Xanana menjadi PM, tak dapat dikatakan tidak harus dikritik. Tetapi, itu juga ungkapan masyarakat akan rasa kesal mereka. Di lain pihak, setahun sebelumnya kekerasan dipakai untuk menjatuhkan pemerintahan. Jadi, ada pertanyaan, siapa sebenarnya yang memulai kekerasan untuk mencapai tujuan politik. Sampai sekarang Fretilin menjadi korban dari kekerasan, tetapi masih menjunjung tinggi toleransi. Setelah pemilihan, semua orang tahu Fretilin yang memenangi pemilu, tetapi yang lain yang ditunjuk untuk memerintah. Ini yang membuat mereka unjuk kekerasan. Pemimpin Fretilin frontal menyampaikan pesan bahwa segala aksi kekerasan itu menghancurkan negara.

Apakah tawaran Fretilin seusai pemilu?

Saat hasil pemilu muncul, Fretilin mengusulkan pemerintahan semua pihak, pemerintahan terbuka untuk dua setengah tahun, dengan tujuan stabilisasi keadaan untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat. Karena kita yakin kalau Fretilin saja yang diundang, maka tetap punya masalah. Kalau hanya diundang, yang lain juga akan dipermasalahkan. Karena hasil pemilu tak ada yang menang mayoritas. Fretilin sadar bahwa masyarakat memberikan sinyal, kepemimpinan harus melibatkan semua pihak, tetapi Xanana menolak. Dia meninggalkan jabatan presiden untuk jadi PM. Dalam pemerintahan terbuka, dia tidak menjadi PM. Saya dan dia tak perlu menjadi PM. Kita usulkan orang lain. Kita di luar kepemimpinan mendukung presiden dan PM menstabilkan negara. Xanana menolak.

Tetapi hubungan pribadi tetap baik?

Kami tetap sahabat. Saat bertemu, politik disimpan dan kami sahabat. Pada saat cucu saya lahir, Maret 2006, dia orang pertama yang berkunjung ke rumah sakit dengan setangkai bunga. Dia menjadi orang pertama yang menggendong cucu setelah saya.

Tuesday, September 11, 2007

Irak


Tidak Ada Lagi Simpati untuk AS

London, Jumat - Sikap AS yang tetap bersikeras bertahan di Irak tidak lagi mendapat simpati dari komunitas internasional. Hal ini terbukti dari hasil jajak pendapat BBC World Service, Jumat (7/9). Dua pertiga dari responden yang diwawancara (23.000 orang di 22 negara) menginginkan agar pasukan keamanan AS keluar dari Irak paling lambat tahun ini.

Namun, separuh responden juga merasa yakin pasukan AS sebenarnya tak akan pernah keluar dari Irak. Sebanyak 67 responden mendukung penarikan AS dalam waktu satu tahun ini. Sementara 49 persen yakin AS pada akhirnya tidak akan menarik pasukan dari Irak. Tiga dari lima warga negara AS (61 persen) berpendapat, tentara AS harus segera pergi tahun ini sementara 24 persen meminta agar AS keluar secepat mungkin.

Di negara-negara yang selama ini menjadi sekutu AS juga sama saja. Mayoritas responden minta AS segera keluar tahun ini. Khusus di Inggris ada 65 persen orang yang berpendapat demikian. Ada 63 persen di Korea Selatan dan 63 persen di Australia. Keseluruhan, hanya 23 persen responden yang berpendapat pasukan asing harus tetap bertahan di Irak setidaknya sampai situasi keamanan kembali pulih.

Curiga dengan AS

Survei global itu dilakukan perusahaan jajak pendapat GlobeScan bersama the Program on International Policy Attitudes (PIPA), University of Maryland, pada akhir Mei dan akhir Juli 2007. Direktur PIPA Steven Kull menjelaskan, tampaknya sebagian besar responden curiga AS sengaja menjadikan Irak bagian dari proyek militer jangka panjang AS di Timur Tengah.

Jajak pendapat itu muncul setelah Komandan AS di Irak Jenderal David Petraeus menyatakan bersedia mengurangi jumlah pasukan di Irak, Maret mendatang. Keputusan itu diambil setelah melihat perkembangan situasi di Irak saat ini. (AFP/LUK)

Afganistan


Konflik Semakin Sengit

kabul, kamis - Pertempuran antara pasukan Afganistan dan internasional dengan Taliban semakin sengit dan meluas ke berbagai daerah yang ada di wilayah Afganistan selatan, Kamis (6/9). Pertempuran sengit paling akhir terjadi di Provinsi Kandahar dan Helmand. Di lokasi itu setidaknya dilaporkan lebih dari 350 anggota Taliban tewas saat terjadi pertempuran selama dua hari.

Sementara saat terjadi pertempuran dengan pasukan koalisi AS selama 12 jam terakhir di Distrik Shah Wali Kot, ada lebih dari 40 anggota Taliban yang tewas, Rabu. Pasukan koalisi menyebutkan, gerilyawan tampak kembali dapat mengumpulkan kekuatan selama beberapa pekan terakhir. Hal itu, kata koalisi, terbukti dari senjata yang dipakai kelompok bersenjata saat melawan koalisi.

Ketika itu sekitar 150 anggota Taliban memakai roket peluncur granat dan senjata otomatis. Pasukan koalisi sempat kelabakan menghadapi Taliban. Karena itu, koalisi dibantu dari pesawat tempur. Mayoritas anggota Taliban tewas ditembak dari udara. Sekitar 200 anggota Taliban tewas saat hendak menyerang pasukan keamanan nasional Afganistan dan pasukan koalisi di Shah Wali Kot sejak 27 Agustus.

Konflik di Helmand

Departemen Pertahanan Afganistan menyebutkan, puluhan anggota Taliban tewas atau terluka saat terjadi pertempuran antara pasukan asing dan lokal di Distrik Sangin, Helmand, Rabu. "Koalisi dan Afganistan meminta bantuan dari udara untuk membalas serangan musuh," sebut pernyataan tertulis Dephan.

Dalam insiden itu ada 25 orang tewas, sebagian besar anggota Taliban. Konflik Afganistan meruncing setelah Taliban terguling dari kekuasaan, akhir 2001. Namun, Taliban kemudian berhasil mengumpulkan kekuatan kembali untuk melawan pemerintahan Afganistan. (AFP/LUK)

Pemilu AS


Thompson Bertekad Cegah Hillary ke Gedung Putih

Des Moines, Kamis - Bintang film dan mantan senator Partai Republik, Fred Thompson, Kamis (6/9), akhirnya secara resmi menyatakan mencalonkan diri untuk perebutan tempat ke Gedung Putih. Thompson bertekad menyegarkan kembali Partai Republik dan menjanjikan mencegah seorang Clinton (Hillary) lagi ke Gedung Putih.

Thompson (65), aktor Hollywood yang wajahnya dikenal jutaan orang Amerika dan pernah tiga kali menjadi presiden dalam film, menyatakan pencalonannya dalam sebuah video di situs internetnya. Dia juga menyatakan itu dalam pemunculan di acara televisi NBC, "The Tonight Show with Jay Leno".

Bintang dari film seperti Hunt for Red October dan seri televisi Law & Order itu berharap untuk mengikuti jejak idola Partai Republik, Ronald Reagan, dari layar perak ke Ruang Oval Gedung Putih.

Thompson sudah mengisyaratkan ikut dalam pencalonan presiden. Setelah menguji keadaan selama enam bulan, Thompson memasuki kampanye dengan niat menawarkan sebuah wajah segar di kubu Partai Republik yang lesu darah.

Kalangan Partai Republik beranggapan dia lambat ikut pencalonan ini, apalagi untuk bisa menang. Namun, tuduhan itu ditampik Thompson dalam "The Tonight Show".

Dia segera diserang oleh para saingannya dalam Partai Republik karena tidak hadir dalam debat Partai Republik di New Hampshire, Rabu malam, dan malah memilih tampil dalam acara Jay Leno.

"Mungkin kami sudah lewat saat dia tidur," sindir Senator Arizona John McCain.

Sementara mantan Gubernur Massachusetts Mitt Romney mengatakan, "Satu-satunya pertanyaan saya bagi Senator Thompson adalah, mengapa terburu-buru? Mengapa tidak lebih lama lagi beristirahat?"

Dalam video internetnya, Thompson menyerang Hillary Clinton, calon presiden terkuat dari Partai Demokrat. Pesan ini bertujuan membangkitkan semangat di kalangan pemilih Partai Republik yang tidak suka senator New York itu memenangi pemilu presiden.

"Tahun 1992, kita jatuh setelah sebuah kemenangan Clinton (Bill)," katanya. "Tahun 1994, prinsip-prinsip konservatif membawa kita bangkit kembali dan memegang kontrol mayoritas Kongres. Sekarang, Anda tidak ingin harus bangkit kembali dari sebuah kemenangan Clinton yang lain. Negara kita memerlukan kita untuk menang tahun depan, dan saya siap untuk memimpin upaya itu," katanya. (AFP/Reuters/AP/DI)

Taliban Menggeliat Lagi di Afganistan


Musthafa Abd Rahman

Ingatan tentu masih segar akan drama penyanderaan 23 warga Korea Selatan oleh Taliban di Afganistan yang baru dibebaskan semuanya pada hari Kamis (30/8) setelah Taliban mendapatkan uang tebusan. Tahun lalu Taliban juga menyandera seorang fotografer Italia yang juga baru dibebaskan setelah Taliban mendapatkan uang tebusan.

Kini Taliban masih menyekap seorang insinyur berkewarganegaraan Jerman dan beberapa warga Afganistan yang bekerja untuk lembaga asing. Drama peristiwa sejumlah aksi penyanderaan itu menunjukkan Taliban kembali menggeliat. Geliat kembali Taliban itu mulai dirasakan secara mencolok dalam dua tahun terakhir ini.

Semua proses politik untuk menciptakan Afganistan baru dan mengubur era Taliban ternyata belum sukses sepenuhnya. Proses politik itu seperti dituangkan dalam kesepakatan Bonn bulan Desember 2001 yang meletakkan jadwal waktu bagi proses politik di Afganistan, mulai dari penetapan konstitusi tahun 2003, pemilu presiden tahun 2004, dan pemilu legislatif tahun 2005.

Operasi militer NATO dan ISAF (pasukan internasional untuk membantu menciptakan keamanan) yang semakin intensif terakhir ini, khususnya di wilayah Afganistan timur dan selatan yang merupakan basis Taliban, tidak pula mampu meredam kekuatan Taliban.

Ada sejumlah tanda dan realita lapangan yang menunjukkan Taliban kembali mampu unjuk gigi.

Pertama, Taliban ditengarai berhasil mendapat suplai senjata baru dan menerapkan taktik baru pula. Taktik baru itu dalam bentuk serangan bunuh diri dan aksi penyanderaan terhadap warga asing atau warga Afganistan yang bekerja untuk lembaga asing. Adapun suplai senjata baru dipertunjukkan dalam bentuk Taliban mampu melancarkan banyak serangan yang membawa kerugian besar di kalangan militer dan sipil Afganistan, bahkan juga pasukan internasional yang tergabung dalam NATO atau ISAF.

Misalnya, dalam serangan di kota Kandahar oleh Taliban pada 15 Januari 2006 telah jatuh korban tewas 30 tentara dan warga sipil Afganistan. Pada masa sejak Januari hingga Oktober 2006, Taliban telah melakukan serangan sebanyak 106 kali berbanding hanya 17 serangan pada 2005. Serangan rudal yang dilakukan Taliban juga meningkat dari 196 serangan pada tahun 2004 menjadi 265 serangan pada tahun 2006.

Diperkirakan, serangan Taliban akan meningkat lagi pada masa mendatang, menyusul pernyataan sejumlah pimpinan Taliban bahwa mereka telah berhasil merekrut dalam jumlah besar para sukarelawan pelaku serangan bunuh diri.

Kedua, jumlah korban dari pihak Taliban juga semakin besar hingga mencapai 200 korban tewas dalam sejumlah peristiwa serangan. Hal itu menunjukkan keberhasilan Taliban merekrut pasukan baru. Taliban dalam hal ini berhasil mengambil kesempatan semakin kuatnya kemarahan dan kekecewaan rakyat Afganistan terhadap pemerintahan Presiden Hamid Karzai, khususnya di Afganistan selatan dan timur yang berpenduduk mayoritas etnis Pashtun, disebabkan kegagalan pemerintah memberantas pertanian narkotika dan penyediaan barang-barang kebutuhan pokok rakyat.

Ketiga, semakin luasnya cakupan serangan Taliban yang meliputi banyak wilayah di Afganistan, seperti wilayah Nouristan, Kunar, Laghman, Helmand, Ghazni, Kandahar, Kandouz, Lougar, Orgun, dan juga ibu kota Kabul.

Faktor bangkit

Mengapa Taliban tiba-tiba ternyata mampu menggoyang keamanan Afganistan? Ada sejumlah faktor yang membantu bangkitnya kembali Taliban itu.

Pertama, keberhasilan Taliban membangun koalisi longgar dengan gerakan-gerakan perlawanan lainnya yang sama-sama anti-AS dan Barat. Karena itu, aksi serangan terhadap pasukan pemerintah dan asing tidak hanya dilakukan Taliban, tetapi juga gerakan perlawanan lainnya.

Koalisi longgar itu mencakup Tanzim Al Qaedah dan faksi-faksi Islam seperti Hezbi Islami pimpinan Gulbuddin Hekmatyar dan Hezbi Islami sayap Younis Khalis. Hekmatyar punya pengaruh di Nouriztan, Qunar, dan Laghman di timur, serta Ghazni dan Lougar di selatan. Turut serta dalam koalisi itu adalah satuan kabilah atau suku dan kelompok yang membawa bendera agama.

Koalisi luas tersebut memegang peran penting dalam merekrut sukarelawan baru. Meski faksi-faksi itu antara satu dan lain berbeda, mereka disatukan oleh sikap dan prinsip yang sama-sama antikeberadaan asing di Afganistan.

Kedua, rendahnya prestasi pemerintahan Presiden Hamid Karzai dalam proses membangun kembali Afganistan pasca- invasi AS ke negara itu pada tahun 2001. Pemerintahan Karzai dianggap gagal dalam membangun kekuatan militer yang nasionalis dan profesional, gagal melucuti senjata milisi, gagal memperkuat legitimasi pemerintah pusat dalam menghadapi otoritas kekuatan lokal yang dipegang para panglima perang lokal, terus merosotnya tingkat kehidupan rakyat, serta kian meluasnya pertanian narkotika. Diperkirakan, produk narkotika di Afganistan mencapai sepertiga penghasilan negara itu dan sekitar 90 persen produk narkotika dunia.

Dalam konteks politik, pemerintahan Karzai gagal membangun sistem politik yang adil. Karzai ditengarai telah membentuk elite baru yang didominasi koalisi utara (etnis Uzbek dan Tajik) dengan mengesampingkan etnik Pashtun yang merupakan basis Taliban. Karzai juga melakukan kesalahan dengan merekrut kembali figur-figur yang berkuasa prakekuasaan Taliban. Figur-figur itu dituduh telah mengobarkan perang saudara dan gagal menciptakan stabilitas pada masa pra-Taliban. Banyak kalangan merasa kecewa atas kehadiran mereka di lingkaran elite sekitar Presiden Karzai.

Ketiga, pengaruh regional juga berandil bagi bangkitnya kembali Taliban. Meskipun tidak ada informasi jelas tentang peran langsung kekuatan regional dalam mendorong kebangkitan kembali Taliban itu, tetapi tidak bisa dilepaskan dengan situasi bergejolak di Provinsi Balushistan dan Warizistan di Pakistan. Di Balushistan kini terjadi aksi makar terhadap pemerintah pusat Pakistan. Adapun di Warizistan, partai Islam menguasai parlemen. Lingkungan itu menjadi kondusif untuk membuka jalur suplai dan dukungan terhadap Taliban dari dua wilayah Pakistan tersebut yang terletak di perbatasan dengan Afganistan.

Keempat, di tingkat internasional, ada perbedaan pendapat di dalam NATO dalam strategi menghadapi Taliban. Ada dua pendapat di dalam NATO itu.

Pendapat pertama adalah terus memperluas operasi militer hingga Taliban tumpas. Pendapat ini merupakan pendapat AS dan Inggris.

Pendapat kedua, operasi militer harus dibarengi dengan upaya solusi politik dan ekonomi. Pendapat ini berasal dari Perancis, Jerman, Spanyol, dan Italia. AS dan Inggris juga meminta ditambah jumlah pasukan NATO. Sedangkan Perancis, Jerman, Italia, dan Spanyol meminta peningkatan kualitas senjata pasukan NATO, bukan jumlahnya.

Menurut kubu kedua itu, penambahan jumlah pasukan NATO tidak akan bisa melemahkan atau menghentikan aktivitas Taliban, tanpa dibarengi solusi politik dan ekonomi.

Selain itu, juga ada perbedaan pendapat antara NATO serta AS di satu pihak, dan Pakistan di pihak lain soal faktor kebangkitan Taliban itu dan cara menghadapinya. NATO dan AS cenderung menyalahkan Pemerintah Pakistan dan bertanggung jawab atas bangkitnya Taliban itu, karena lalai dalam mengontrol perbatasan dengan Afganistan dan tidak mengizinkan NATO memburu aktivis Taliban yang lari ke Pakistan. Sedangkan Islamabad menyebut situasi dalam negeri di Afganistan dan kebijakan NATO di negara itu yang mendorong bangkitnya kembali Taliban.