Friday, August 29, 2008

Michelle Obama: Saya Lebih Suka sebagai "The Mom in Chief"



Tidak hanya ribuan peserta Konvensi Partai Demokrat di Denver, Colorado, yang terharu mendengar pidato Michelle Obama hari Senin lalu. Senator Hillary Clinton, Selasa (26/8), pun spontan mengakui Michelle sebagai bakal first lady yang hebat.

”Bukankah Michelle semalam luar biasa?” tanya Hillary saat berpidato di depan 2.500 perempuan di sebuah hotel di Denver. ”Saya sedikit paham soal tugas di Gedung Putih. Saat Presiden tidak ada di sana, maka telepon ditujukan kepada First Lady. Dengan Michelle Obama, maka kita berbicara dengan seseorang yang bisa menjawab,” ujar Hillary memuji Michelle.

Michelle, perempuan dengan tinggi 180 sentimeter, memang memesona. Dengan mengenakan baju pas di tubuh, jepitan rambut serasi, Michelle mengingatkan orang pada Jackie Kennedy, istri Presiden John F Kennedy.

Lahir sebagai Michelle LaVaughn Robinson, 17 Januari 1964 di Chicago, Michelle tumbuh dalam keluarga menengah bawah. Ayahnya, Frasier Robinson, adalah pegawai PAM di Chicago. Ibunya, Marian, bekerja sebagai sekretaris di toko katalog setelah anak-anaknya besar.

Michelle dan kakaknya, Craig, hidup dalam keluarga yang hangat. Sentuhan dan kecupan sayang orangtuanya begitu berkesan. Ayahnya sakit-sakitan dan meninggal dunia tahun 1991. Namun, ayahnya tak pernah bolos kerja.

Michelle kuliah di Princeton serta Harvard Law School (1988) dan lulus dengan predikat sangat memuaskan. Untuk memperbaiki ekonomi keluarga, Michelle langsung bergabung di Kantor Hukum Sidley Austin di Chicago.

Mentor Obama

Di kantor hukum itu Michelle, yang adalah karyawan lebih senior, harus menjadi mentor karyawan baru bernama Barack Obama. Michelle, yang tegas dan prinsipiil, menolak ketika anak mentornya itu mengajak kencan. Michelle menolak karena tak etis berkencan dengan sesama karyawan.

”Saya harus bisa meluluhkan hatinya,” tulis Obama dalam bukunya, The Audacity of Hope. Michelle akhirnya mau menemani Obama saat piknik perusahaan. Mereka mengecap es krim dan saling curhat soal kehidupan keluarga.

Obama bahkan sampai belajar bermain basket bersama Graig, abang Michelle, untuk mengenal adiknya. Dia juga menolak pindah ke Washington DC agar bisa tetap dekat dengan Michelle.

Michelle akhirnya luluh. Obama membuatnya terkesan. Keduanya lantas nonton film Do the Right Thing. Obama dan Michelle menikah Oktober 1992. Lahirlah Malia Ann (1998) dan Natasha (Sasha, 2001).

Beberapa tahun kemudian Obama mulai berpolitik. Sebagai keluarga muda, dengan ekonomi yang belum mapan, Michelle harus bekerja keras. ”Hidup yang keras. Itu yang menjadikan Obama seorang pria yang tahu bersyukur,” ujar Michelle.

Awalnya, Michelle menolak Obama ikut dalam pemilihan presiden. Dia kemudian mau mendukungnya, antara lain, setelah Obama memenuhi permintaannya berhenti merokok. Namun, hal yang terpenting, setelah Obama berjanji tetap memerhatikan keluarga, terutama kedua putri mereka.

Jangan heran jika Obama rajin menelepon ke rumah, menyapa anak-anaknya. Michelle hanya sehari meninggalkan rumah. Ia ikut kampanye dua hari sepekan, hari lainnya harus menemani putri-putrinya di rumah.

”Apakah Anda penasihat politik Obama?” tanya wartawan. ”Saya lebih suka menjadi ’Mom in Chief’ ujar Michelle. Ibu yang sesungguhnya. (AFP/ppg)

No comments: