Thursday, August 21, 2008

Rusia Akan Akui Ossetia Selatan

Kamis, 21 Agustus 2008 | 03:00 WIB 

Moskwa, Rabu - Anggota parlemen Rusia akan segera mengakui kemerdekaan dua provinsi separatis Georgia, Ossetia Selatan dan Abkhazia. Langkah itu semakin mempertajam ketegangan antara Rusia dan Barat menyusul belum adanya pergerakan besar penarikan pasukan Rusia dari wilayah Georgia.

Wakil Ketua Majelis Tinggi Parlemen Rusia Sergei Mironov, Rabu (20/8), mengatakan akan menggelar pertemuan darurat pekan depan untuk membahas permintaan Abkhazia dan Ossetia Selatan untuk mengakui keduanya sebagai negara merdeka.

”Dewan Federasi siap mengakui status kemerdekaan Ossetia Selatan dan Abkhazia jika itu yang diinginkan rakyat republik ini,” kata Mironov, seperti dikutip kantor berita Interfax.

Presiden Rusia Dmitry Medvedev telah menyatakan Rusia mendukung status apa pun yang dipilih rakyat kedua provinsi separatis Georgia itu. ”Sebagai penjamin keamanan di Kaukasus dan sekitarnya, Rusia akan membuat keputusan yang tegas untuk mendukung kehendak penduduk kedua wilayah Kaukasus itu,” ujar Medvedev.

Dalam percakapan melalui telepon dengan Presiden Perancis Nicolas Sarkozy, Selasa, Medvedev menegaskan bahwa 500 tentara Rusia akan ditarik dari Georgia pada Jumat besok. Namun, otoritas Georgia menyatakan tidak ada tanda-tanda penarikan besar-besaran pasukan Rusia.

Barisan militer Rusia melintasi Georgia untuk kembali ke Rusia, Rabu, setelah Barat dan NATO meningkatkan tekanan agar Rusia mempercepat penarikan pasukan dari Georgia. Belasan truk militer menyeberang perbatasan di dekat terowongan Roki yang menghubungkan Rusia dan Georgia. Kendaraan lapis baja tidak terlihat dalam barisan itu.

Di Warsawa, Polandia, AS meresmikan kesepakatan sistem pertahanan rudal dengan Polandia, Rabu. Menlu AS Condoleezza Rice dan Menlu Polandia Radek Sikorski menandatangani kesepakatan untuk menempatkan basis pertahanan rudal di Polandia.

Langkah itu memicu kemarahan Rusia yang menilai sistem rudal itu diarahkan ke Rusia. Kesepakatan itu juga memicu ancaman dari Rusia bahwa Polandia menjadikan dirinya sendiri rentan terhadap serangan, termasuk serangan nuklir.

AS telah menyingkirkan pilihan menggunakan kekuatan militer untuk berhadapan dengan Rusia. Namun, analis mengatakan, Pentagon akan mencari cara lain untuk menyudutkan Rusia. ”Saya kira satu area di mana belanja militer AS mendapat keuntungan dari invasi Rusia ke Georgia adalah pertahanan strategis, yaitu pertahanan terhadap senjata nuklir,” kata Loren Thompson dari lembaga pemikiran Lexington Institute. Penangkalan rudal, bukan pertahanan rudal, masih menjadi strategi inti AS saat berhadapan dengan persenjataan nuklir Rusia. (ap/afp/reuters/fro)

 

 

No comments: