Monday, December 31, 2007

Guru & Teman SD Barack Obama di Jakarta Buka-bukaan





Ismoko Widjaja - Okezone
JAKARTA - Beberapa guru dan teman sekolah Barack Obama di Jakarta merasa terkejut dan bangga, setelah mengetahui pria yang biasa dipanggil Barry itu menjadi salah satu kandidat terkuat calon presiden Amerika Serikat (AS).

Seperti diberitakan Bloomberg.com, Senin (31/12/2007), semua orang yang mengetahui Obama, pasti terbayang sosok yang tinggi, berkulit gelap, rambut keriting, bocah yang atletis.

Isabella Darmawan, guru di sekolah Katolik mengingat kembali sebuah essai yang pernah dibuat Obama. Dalam tulisan essai ketika Obama masih berusia enam tahun itu, putra tiri dari Lolo Soetoro (WNI) dan Ann (WNA) itu, bercita-cita menjadi seorang pemimpin. Meski dalam tulisan essai itu, Obama tidak menjelaskan detail dirinya akan menjadi calon pemimpin di negara mana.

Cecilia Sugini, guru di kelas dua Obama juga tak kalah blak-blakan. Dikatakan Cecilia, pria yang pernah di Sekolah Dasar (SD) 04 Jakarta itu, sering menjadi pemimpin bagi rekan sebayanya. Hal itu terjadi ketika mereka sedang melakukan aktivitas baris-berbaris di kelas dan selalu bertindak cekatan ketika ada rekannya yang berbuat nakal. "Dia (Obama) langsung mengatakan kepada saya untuk menghentikan rekannya yang nakal," ujar Cecilia (63).

Obama memiliki kecondongan untuk mengeluarkan teman seusianya yang berbuat curang ketika sedang melakukan permainan. "Kita sedang bermain kelereng di lapangan yang kotor. Kita sama sekali tidak dapat mencurangi dia (Obama). Kita pernah mencoba berbuat curang, tapi dia selalu mengetahuinya," ujar Zulfan Adi (47).


Zulfan kini menjadi seorang pemandu wisata yang juga tetangga Obama di Jakarta Selatan. "Dia dulu mengatakan, Kamu curang! Kamu curang!," ingat Zulfan.

"Itu pasti! Hal tersebut adalah cara yang tepat untuk mendeskripsikan dirinya. Dia (Obama) tidak pernah ragu untuk mempertahankan haknya," lanjut Zulfan.

Kini, Obama merupakan salah satu kandidat terkuat dari Partai Demokrat, selain Hillary Clinton. Obama yang masih berusia 46 tahun itu, menjadi salah satu senator kulit hitam yang handal dan disegani di Negeri Paman Sam. (ism)

HAM dan Perang Terorisme ala Musharraf


Usman Hamid

Menumpas ekstremis dan terorisme. Itulah tema besar kampanye Jenderal Parves Musharraf belakangan ini di Pakistan. Memang, serangan bom ala terorisme terjadi berkali-kali di negeri itu, tapi kali ini kita benar-benar dikejutkan dengan tewasnya Benazir Bhutto.

Kematian Bhutto mengesankan bau pertarungan politik domestik, bukan terorisme. Di sini isu perang melawan terorisme hanya menjadi alat untuk menghidupkan kembali alat-alat represi rezim diktator untuk memberangus oposisi politik (political dissenter).

Konteks memerangi kelompok-kelompok yang diberi atribut teroris ini telah lama digunakan sebagai model politik represi rezim militer di Amerika Latin dan rezim totaliter Eropa Timur. Tewasnya perempuan sang pemberani itu menjadi sebuah pengetahuan bersama bahwa politik kotor di Pakistan telah dimainkan sepihak oleh lawan-lawan politik Bhutto.

Ancaman terhadap lawan politik bahkan para pembela HAM juga terjadi saat Presiden Perves Musharraf memberlakukan status keadaan bahaya pada 4 November 2007. Keadaan tersebut telah digunakan untuk menghabisi musuh-musuh politik Musharraf. Pihak kepolisian dan militer Pakistan menghentikan operasi media-media di Pakistan, terutama media-media swasta. Lembaga hukum tertinggi, Mahkamah Agung Pakistan dibuat tidak efektif dengan cara, seluruh hakim agungnya, termasuk Ketua Mahkamah Agung Iftikhar Chaudhry, dipaksa menjalani tahanan rumah secara tidak sah. Demikian juga dengan hakim-hakim di tingkat lebih rendah yang secara inkonstitusional dipindahkan oleh Presiden Musharraf.

Rezim Musharraf juga menjatuhkan hukuman kurungan rumah selama 90 hari kepada Pelapor khusus PBB asal Pakistan, Ashma Jahangir. Pimpinan-pimpinan oposisi politik pemerintah dan pengacara terkenal, seperti Aitzaz Ahsan, ditahan secara tidak sah. Ribuan pengacara dan aktivis HAM ditahan secara sewenang-wenang. Jelas bahwa tindakan ini bertentangan dengan demokrasi dan melanggar hak-hak mendasar. Terlebih status darurat justru digunakan untuk melonggarkan pemerintahannya melakukan kekerasan.

Antikritik

Presiden Musharraf sendiri mengklaim bahwa tindakan-tindakan brutal di atas dilakukan guna memerangi kekuatan ekstrem dan teroris yang mengancam Pakistan. Tindakan ini merupakan sikap antidemokrasi Presiden Musharraf dan pemerintahannya yang antikritik. Perilaku ini juga menunjukkan sikap sepihak pemerintah yang dengan gampang menuduh "ekstremis dan teroris" terhadap kelompok-kelompok oposisi tertentu. Tindakan ini merupakan contoh buruk dalam perang melawan terorisme.

Penegakan rule of law, keadilan dan HAM dalam kerangka demokrasi adalah cara terefektif untuk menghancurkan terorisme sampai ke akar-akarnya. Kediktatoran dan kekerasan hanya akan melahirkan dan memperpanjang terorisme, di mana pun. "Demokrasi, hak untuk hidup, hak untuk berpolitik, peradilan yang fair, menentukan nasib sendiri, dan kebebasan bicara dan berkumpul adalah hak yang tidak dapat dipisah-pisahkan dari semua orang".

Keadaan yang terjadi di Pakistan merupakan potensi meluasnya dan panjangnya penderitaan bagi rakyat sipil. Itu terbukti dengan sampainya puncak insiden pembunuhan Benazir Bhutto.

Perlu ambil sikap

Menjadi kewajiban semua bangsa untuk menentang kediktatoran dan pelanggaran HAM di Pakistan. Pemerintah Indonesia yang kini sedang memegang kepemimpinan sidang Dewan Keamanan PBB dan peran strategis di Dewan HAM PBB harus mengambil sikap dan keputusan yang tegas. Kita tentu menyayangkan jika sikap Pemerintah Indonesia hanya melihat masalah Pakistan semata urusan dalam negeri.

Setiap negara memiliki kewajiban mengingatkan, bahkan mengambil tindakan, jika ada kegagalan dalam melindungi hak- hak dasar warga negara. Sudah saatnya Pemerintah Indonesia bersuara demi pemulihan demokrasi dan perdamaian di negeri Pakistan. Indonesia perlu mengupayakan sesegera mungkin membangun solidaritas internasional untuk memberikan keamanan yang seluas-luasnya bagi rakyat dan pekerja HAM dan hukum di Pakistan.

Tanpa itu kita bisa dinilai menyetujui pembunuhan politik dengan dalih "melawan terorisme".

Usmad Hamid Koordinator Kontras (Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan)

Pakistan dan Demokrasi yang Tersisih


Zacky Khairul Umam

Apakah kematian tragis Benazir Bhutto, Putri dari Timur, pada 27 Desember lalu mengubur demokrasi Pakistan? Ini pertanyaan spekulatif yang dipertanyakan banyak pengamat.

Kalau mau dijawab secara tegas, saya memilih ya. Benazir ialah sosok pendobrak kebekuan politik di negeri republik Islam yang gagal dikendalikan oleh rezim militer selama sewindu, ketika Musharraf melakukan kudeta damai terhadap pemerintahan Nawaz Sharif, seteru politik abadi Benazir.

Benazir ditunjuk Washington untuk berdampingan bersama Musharraf membentuk koalisi pemerintahan sipil dan agenda besar melawan terorisme. Meski tidak cocok, Benazir berupaya sekuat tenaga untuk menjemput bola para simpatisannya dalam pemilu yang semula dijadwalkan 8 Januari mendatang.

Sebagai mantan perdana menteri pada usia yang relatif muda, Benazir tampil sebagai sosok perempuan yang menjanjikan modernitas Pakistan. Tak saja ia menghaluskan ketabuan fatwa keagamaan di negaranya, tetapi juga berani untuk menggeluti politik yang penuh dengan intrik dan konflik. Benazir menjadi sosok yang hidup dan banyak dielu-elukan karena ia simbol bagi perubahan, terlebih karena ia mengembuskan demokratisasi sipil untuk kembali berkuasa di Pakistan.

Banyak yang optimistis pada kehadiran kembali Benazir. Memang ia memiliki faktor dinasti politik yang berpengaruh, namun ia memiliki talenta dan kecerdasan politik yang kuat. Variabel ini yang memunculkan harapan besar pada figur Benazir. Kematiannya ialah kuburan harapan.

Landasan pesimisme

Tanpa kematian Benazir yang mengejutkan itu pun, politik Pakistan memang dibangun di atas landasan pesimisme pada upaya demokratisasi yang lebih baik. Saat ini, Pakistan hidup di bawah impitan diktatorianisme dan ekstremisme. Dua hal ini ialah bentuk totalitarianisme yang mematikan ruang publik. Selama setengah abad merdeka, Pakistan empat kali dipegang oleh rezim militer, bahkan dalam bentuknya yang sangat kejam. Ayyub Khan dan penerusnya, Yahya Khan, mencengkeram Pakistan di bawah militer pada 1958-1971. Rezim militer yang akrab dengan kelompok Islam radikal dibawa oleh Zia ul-Haq yang mengudeta Zulfikar Ali Bhutto pada 1977 dan bertahan sampai kematiannya, 1988. Benazir menikmati kursi perdana menteri setelah ini. Pada 1999, Musharraf mengudeta Nawaz Sharif yang bertahan hingga kini.

Energi politik Pakistan habis oleh intrik dan seteru konflik yang berdarah-darah. Benazir tidak saja dimusuhi oleh siasat agama, rezim militer, tetapi juga aristokrasi feodalistik. Ruang politik yang dibangun sudah sangat ruwet untuk diuraikan dalam waktu yang singkat. Apalagi rezim Musharraf kelihatan tidak lihai menyelesaikan problem sosial-politik dan selama ini dipandang terlalu mengekor ke Washington. Kasus "pembantaian" di Masjid Merah serta pemecatan Ketua MA Chaudry ialah taring diktator yang amat nyata. Rakyat Pakistan telah bosan dengan Musharraf yang tidak bisa mempersatukan friksi politik dan komplikasi masalah di Pakistan.

Kelalaian Musharraf memberikan keamanan Benazir cenderung disengaja. Benazir menjadi "tumbal politik", dan demonstrasi yang belakangan marak semakin menuntut pemakzulan Musharraf. Delegitimasi rezim militer sudah di ambang ajal.

Ekstremisme juga merupakan penghalang demokratisasi. Al Qaeda dan neo-Taliban adalah kelompok yang mengepakkan dua sayap teror. Teror pertama ialah tuntutan pembentukan sistem politik keagamaan yang amat rigid, mungkin persis seperti yang ditunjukkan Jenderal Zia ul-Haq yang mengganti sistem sekular Ali Bhutto menjadi legalisasi syariat, termasuk di antaranya melarang perempuan menjadi pemimpin. Teror kedua adalah dalam bentuk kekerasan fisik. Pakistan saat ini masih belum imun dari terorisme. Benazir lolos dari serbuan bom yang menewaskan ratusan orang saat ia baru pulang bulan Oktober.

Uniknya, diktatorianisme militeristik dan ekstremisme bersahabat dan berseteru sesuai kepentingan. Suatu saat bersatu seperti di bawah Zia ul-Haq, kala lain ia berlawanan seperti di bawah Musharraf saat ini.

Pakistan memang membutuhkan jalan baru bagi demokratisasi. Cuma, dua bentuk totalitarianisme yang menghantui itu akan selalu menggagalkan keadaban politik. Dengan kematian Benazir, tersisih sudah agenda demokratisasi yang menjanjikan.

Masa depan demokrasi Pakistan semakin tidak menentu, tanpa terlebih dahulu "mengubur" militerisasi dan ekstremisasi di negeri dengan semboyan Ittehad, Tanzim, Yaqeen-e-Muhkam, "Kesatuan, Disiplin, dan Kepercayaan" itu. Kepergian Benazir menjadi pesan jelas bahwa musuh demokratisasi yang totaliter masih berselimut dengan sangat nyamannya. Tragis!

Zacky Khairul Umam Peneliti; Alumnus Program Studi Arab Universitas Indonesia

Demokrasi Kenya Sedikit Cedera


Proses demokratisasi di Kenya, yang disebut-sebut sebagai model yang menarik bagi Afrika, sedikit cedera oleh kerusuhan akhir pekan lalu.

Kerusuhan dan kekerasan pecah, yang meminta sejumlah korban jiwa, karena rakyat tidak sabar menunggu terlalu lama atas hasil pemilihan presiden hari Jumat 28 Desember. Setelah dua hari setelah pemilu, baru diumumkan kemenangan tipis Raila Odinga, mengalahkan Presiden Mwai Kibaki.

Komisi Pemilu dapat saja dipersalahkan karena bekerja lamban, tetapi rupanya komisi sengaja menarik ulur waktu karena Presiden Kibaki dan pesaingnya, Odinga, sama-sama mengklaim sebagai pemenang. Tumpang tindih klaim, ditambah tarik ulur waktu pengumuman hasil pemilu, memperbesar spekulasi tentang kemungkinan terjadinya praktik kecurangan.

Di tengah ketegangan dan ketidakpastian menunggu, para pendukung Kibaki maupun Odinga menjadi sensitif dan cepat terpancing melakukan kerusuhan serta kekerasan. Gelombang kerusuhan hari Sabtu 29 Desember itu tidak hanya membuat pujian para pengamat internasional menjadi tawar, tetapi juga menjadi pukulan berat bagi kehidupan demokrasi di negeri berpenduduk 38 juta itu.

Para pengamat internasional memang memuji atas kampanye dan proses pemungutan suara yang relatif aman dan tenang. Tidak ada gangguan berarti. Tidak mengherankan, berbagai kalangan terperangah atas kerusuhan yang terjadi akhir pekan lalu.

Terlepas dari kerusuhan itu, proses demokratisasi di Kenya sebenarnya relatif lebih baik dibandingkan dengan negara-negara lain di Benua Hitam itu. Sejak merdeka dari Inggris tahun 1963, Kenya mampu mendorong pembangunan sehingga relatif maju daripada negara-negara lain di kawasan itu.

Proses transisi dari kepemimpinan Daniel Arap Moi yang berkuasa 24 tahun praktis berlangsung mulus. Pemilihan multipartai mulai dilakukan tahun 2002, dan kehidupan demokrasi terus berkembang.

Ekspresi kemajuan Kenya juga terlihat jelas pada penampilan warganya di panggung dunia, seperti peraih Nobel Perdamaian 2004, Wangari Maathai, perempuan pencinta lingkungan. Atau pelari maraton Paul Tergat. Juga dapat disebutkan Barack Obama, keturunan Kenya yang kini menjadi salah satu bakal calon Presiden Amerika Serikat dari Partai Demokrat.

Tentu saja tantangan bagi Kenya bagaimana mempertahankan pencapaiannya selama masa kemerdekaan dan terus mendorong kemajuan, jika tidak ingin terpuruk seperti kebanyakan negara Afrika lainnya.

***

Kenya


Odinga Serukan

Presiden Kibaki Mengakui Kekalahan

Nairobi, Minggu - Situasi politik di Kenya semakin tegang saat rakyat Kenya menunggu hasil akhir pemilihan umum yang dilakukan hari Kamis (27/12) untuk memilih presiden.

Pemimpin oposisi Raila Odinga, Minggu (30/12), menyerukan kepada rivalnya, Presiden Mwai Kibaku, untuk mengakui kekalahannya dalam pemilu. Namun, seruan itu hanya disambut dengan tawa oleh kubu Kibaki.

"Kami tak ingin menceburkan negara ini ke dalam kerusuhan," kata Odinga, yang juga menuntut dilakukan penghitungan ulang kertas suara dengan disaksikan oleh para pengamat dan media.

Sebaliknya, partai Kibaki menuding tuduhan kecurangan yang disampaikan kubu Odinga merupakan sebuah kejahatan terhadap demokrasi. Partai Kibaki juga menuduh pihak oposisi melakukan pengiringan massa di wilayah yang dikuasainya di Nyanza, di jantung wilayah Kenya.

Keamanan diperketat

Untuk mengantisipasi gangguan keamanan, kepolisian mengerahkan pasukan bersenjata tambahan untuk memperketat keamanan di seluruh wilayah negara di Afrika Timur itu. Jalan-jalan di ibu kota Kenya, Nairobi, cukup lengang karena banyak warga mengkhawatirkan kemungkinan terjadinya kerusuhan, toko-toko juga tutup, dan sebagian besar warga tinggal di rumah mereka masing-masing.

Empat orang ditemukan tewas di barat Kenya, kemarin, sete- lah pecah kekerasan terkait persengketaan hasil penghitungan suara di Provinsi Nyanza, yang merupakan basis oposisi.

Akan tetapi, Kepala kepolisian Nyanza Grace Kaindi mengatakan, mereka yang tewas adalah anggota komplotan penjarah yang memanfaatkan situasi di kota Kisumu. "Lebih dari 10 orang lainnya sudah ditangkap," ujarnya.

Sedikitnya 10 orang tewas di seluruh Kenya terkait kekerasan yang pecah sejak pemilihan umum, Kamis lalu.

Pejabat pemilu Kenya, Minggu, menyelesaikan laporan hasil penghitungan dari 90 persen tempat pemungutan suara, yang sementara ini menunjukkan Kibaki unggul sedikit atas rivalnya.

Ketua Komisi Pemilu Kenya Samuel Kivuitu kini mendapat penjagaan sangat ketat menjelang tuntasnya penghitungan suara. (AFP/Reuters/OKI)

Timur Tengah


Nasib Palestina Semakin

Merana pada Tahun 2007

Lembaga hak asasi manusia atau HAM Israel yang mengklaim dirinya sebagai lembaga independen dalam laporan akhir tahunnya, seperti dirilis lembaga riset televisi Aljazeera, mengakui, jumlah korban tewas akibat konflik Israel-Palestina pada tahun 2007 menurun dibandingkan dengan tahun 2006.

Akan tetapi, warga Palestina di Jalur Gaza dan Tepi Barat semakin sulit meraih dan menjalankan hak-haknya pada 2007. Sepanjang tahun 2007, pendudukan Israel telah membunuh 366 warga Palestina, di antaranya 53 anak kecil dan 131 warga sipil, berbanding 657 warga Palestina yang tewas tahun 2006.

Sementara itu, Palestina membunuh empat tentara dan tujuh warga sipil Israel pada tahun 2007, berbanding 17 warga Israel tewas pada tahun 2006.

Akan tetapi, lembaga HAM Israel itu melaporkan, ruang kebebasan warga Palestina dalam bergerak dari rumah ke rumah, dari desa ke desa, dan dari kota ke kota di Tepi Barat semakin terjepit dan bahkan sering kali lumpuh akibat tersebarnya 526 pos pemeriksaan, penghalang tanah dan semen di seantero Tepi Barat.

Janji para pejabat pemerintah Israel pada otoritas Palestina dan masyarakat internasional, baik dalam forum bilateral maupun pertemuan internasional di PBB dan lembaga lainnya, untuk meringankan beban lalu lintas Palestina dengan membongkar sejumlah pos pemeriksaan hanya omong kosong.

Pendudukan Israel setiap bulan membangun puluhan penghalang dari semen, tanah, dan dinding di sekitar kota Palestina di Tepi Barat. Hal ini membuat warga Palestina tak memiliki lagi jalan keluar, kecuali melewati pos pemeriksaan militer Israel.

Ketika mau melintasi pos pemeriksaan militer Israel itu sering kali warga Palestina mengalami penganiayaan dan pelecehan sedemikian rupa dari pasukan pendudukan Israel, bahkan selalu harus menunggu berjam-jam atau berhari-hari untuk bisa melintasi sebuah pos pemeriksaan militer Israel itu.

Maka, kerap kali terjadi wanita Palestina yang hamil terpaksa melahirkan di dekat pos pemeriksaan, atau warga Palestina yang sakit meninggal dunia di pos pemeriksaan itu.

Jumlah penghalang tanah dan semen yang disebar Israel di Tepi Barat meningkat dari 445 penghalang tahun 2006 menjadi 459 tahun 2007.

Lembaga HAM Israel itu lebih jauh mengungkapkan, pendudukan Israel telah melarang warga Palestina menggunakan banyak jalan raya di Tepi Barat. Sedikitnya ada sekitar 300 km jalan di Tepi Barat yang dilarang dilalui warga Palestina.

Tentu saja pembatasan gerak warga Palestina dan pemutusan geografis antara satu dan lain distrik di Tepi Barat menyebabkan kinerja otoritas Palestina sama sekali tidak efektif dan bahkan lumpuh, baik di sektor kesehatan, ekonomi, maupun pelayanan umum wali kota.

Menurut lembaga HAM Israel itu, pemerintah pendudukan Israel telah membongkar atau menghancurkan 69 rumah penduduk Palestina di Jerusalem Timur sepanjang tahun 2007, naik 38 persen dari tahun 2006.

Lembaga HAM itu juga menuduh pemerintah pendudukan tak adil dalam membagi air antara warga Palestina dan permukiman Yahudi di Tepi Barat.

Laporan lembaga HAM Israel itu menuduh pemerintah pendudukan menggunakan kedok ancaman keamanan untuk tujuan politik, seperti semakin gencar membangun permukiman Yahudi di Tepi Barat untuk kemudian dianeksasi sebagai wilayah kedaulatan Israel yang membuat impian terwujudnya negara Palestina makin suram.

Menurut laporan itu, tindakan pelanggaran HAM Israel semakin keji ketika berbicara nasib warga Palestina di Jalur Gaza akibat kepungan Israel dengan dalih Jalur Gaza jatuh ke tangan pemerintah yang bermusuhan dengan Israel.

Citra terpuruk

Sementara itu, hasil penelitian akademik dari universitas Hebrew menunjukkan, citra Israel di mata media massa internasional merosot tajam pascamundur sepihak dari Jalur Gaza pada Agustus 2005.

Menurut hasil penelitian itu, Israel telah melakukan kesalahan kalkulasi ketika berobsesi citranya lebih baik dengan cara mundur sepihak dari Jalur Gaza. Namun, justru sebaliknya, citra Israel semakin terpuruk.

Memang citra Israel sempat sangat positif ketika melakukan mundur dari Jalur Gaza, tetapi setelah itu segera merosot lagi. Pasalnya, menurut hasil penelitian universitas Hebrew itu, Israel tidak sepenuhnya menanggalkan pendudukannya di Jalur Gaza karena masih terus mengontrol teritorial udara dan laut Jalur Gaza sehingga hengkangnya Israel dari wilayah tersebut kurang bermakna secara politik dan kemanusiaan.

Penelitian itu merekomendasikan Pemerintah Israel agar mencari formula solusi dengan Palestina yang menguntungkan kedua belah pihak untuk mengangkat citra Israel lebih positif di mata internasional. (MTH)

Keamanan Pakistan


Pakistan Jauh Lebih Berbahaya dari Irak


Pasar saham dunia langsung bergejolak begitu berita pembunuhan atas Benazir Bhutto di Rawalpindi menyebar luas, Kamis (27/12). Pasar khawatir kematian ini akan memicu kekisruhan politik dan bisa mengganggu stabilisasi geopolitik di kawasan. Investor langsung beralih ke aset-aset yang kecil risiko, seperti obligasi dan emas.

Pasar saham dunia bereaksi berlebihan. Hal itu semata karena Pakistan adalah sebuah negara dengan senjata nuklir. Majalah Newsweek edisi 29 Oktober lalu memberi judul di halaman depan, "Negara Paling Berbahaya di Dunia Bukannya Irak, Melainkan Pakistan". Judul ini menyusul serangan bom bunuh diri saat kedatangan Bhutto, setelah delapan tahun di pengasingan, akhir Oktober lalu. Dalam peristiwa itu, 134 orang tewas dan 450 lainnya cedera.

Pakistan adalah sebuah negara yang memiliki senjata nuklir, sementara di sisi lain terus bertahan kelompok-kelompok militan yang sepertinya sulit diatasi oleh Pemerintah Pakistan pimpinan Presiden Pervez Musharraf. Bahkan, Inter-Services Intelligence Agency (ISI), badan intelijen paling berpengaruh di Pakistan, dilaporkan ikut merekrut, melatih, dan mempersenjatai sejumlah kelompok militan. Kelompok-kelompok ini bisa bergerak bebas di seluruh Pakistan tanpa tersentuh hukum.

Pakistan sejak tahun 1972 saat dipimpin Perdana Menteri Zulfikar Ali Bhutto—ayah Benazir Bhutto—sudah mengembangkan senjata nuklir. Langkah ini mengimbangi musuh bebuyutannya, India, yang sejak tahun 1966 sudah mengembangkan senjata nuklir. Pada tahun 1998 Pakistan sukses melakukan enam kali uji peledakan di bawah tanah di Beluchistan, dekat perbatasan dengan Afganistan.

Keberadaan senjata nuklir serta kehadiran dan tumbuh suburnya sejumlah kelompok militan inilah yang membuat mengapa Pakistan mendapat imbuhan negara paling berbahaya ketimbang Irak. Bahkan, kelompok Taliban dan Al Qaeda yang selama ini dikenal dengan militansi kini menjadikan Pakistan sebagai basis utama kegiatan mereka.

Saat "perang melawan teroris" di Afganistan banyak dari komandan Taliban memindahkan keluarga mereka ke pinggiran kota di Pakistan, seperti Peshawar dan Islamabad. Langkah ini membuat mereka jauh dari kejaran "perang melawan teroris". Di tengah keleluasaan itu, mereka juga setiap waktu bisa saja merengkuh senjata nuklir pembunuh massal yang dimiliki Pakistan itu.

Aksi serangan bom bunuh diri atas Benazir, begitu juga dua serangan bom atas Musharraf dan sejumlah pimpinan Pakistan lainnya, memperlihatkan betapa kelompok militan ini tanpa sungkan menggunakan bom apa saja untuk memperlihatkan eksistensinya. Dari semua kejadian ini terbukti sudah bahwa aparat keamanan Pakistan tak sanggup mengendalikan keamanan.

Amerika Serikat diketahui ikut memberikan bantuan sekitar 100 juta dollar AS per tahun dalam mengamankan berbagai senjata nuklir yang ada di Pakistan. Antara tahun 2002 dan 2003, Pakistan diperkirakan menghasilkan 50 hulu ledak nuklir. Intelijen Militer AS tahun 2000 memperkirakan Pakistan sudah memiliki 100 hulu ledak nuklir.

Dunia menjadi prihatin apabila salah satu dari hulu ledak ini jatuh ke tangan salah satu kelompok militan yang ada di Pakistan. Sulit membayangkannya. (Pieter P Gero)

Bhutto-Oxford


Masa Mahasiswa,

Masa Sangat Bahagia Benazir

Masa sebagai mahasiswa di Universitas Oxford, Inggris, bagi Benazir adalah masa bahagia.

Rekan-rekannya semasa ku liah tahun 1970-an itu mengenangnya sebagai seorang mahasiswa yang "berapi-api dan menyenangkan".

Benazir Bhutto adalah tokoh yang terkenal semasa kuliahnya, saat dia terpilih sebagai Ketua Persatuan Debat Oxford. Media di seluruh dunia menulisnya karena dia menjadi perempuan Asia pertama yang memegang jabatan itu.

Bhutto kabarnya menjadi penyelenggara pesta-pesta terbaik universitas itu. Dia acapkali mengendarai sebuah mobil sport MG warna kuning.

Bhutto belajar ilmu politik, filsafat, dan ekonomi di Lady Margaret Hall dari tahun 1973. Dia kemudian menjadi mahasiswa kehormatan dari fakultas yang didirikan tahun 1878 itu dan memelopori pendidikan perempuan di Oxford tersebut.

Dia menyebut masa-masa mahasiswanya sebagai masa-masa terbaik dalam hidupnya. Kakabarnya dia kerap mengenang berperahu di Sungai Cherwell dan berpiknik di Istana Bleinheim, rumah nenek moyang mantan Perdana Menteri Inggris Winston Churchill.

"Dia sangat karismatik," kata Victoria Schofield, seorang penulis dan teman lama Bhutto semasa di Oxford.

"Kami adalah sekelompok mahasiswa tahun 1970an, kumuh dan tidak terlalu berada... dan muncullah perempuan eksotis ini yang mengendarai sebuah mobil sport, sedangkan sebagian besar kami mengendarai sepeda," kata Schoffield, yang kemudian menulis buku mengenai ayah Bhutto.

Menurut Schoffield, Bhutto bukanlah jenis mahasiswa yang mengurung diri di perpustakaan. "Dia menyukai organisasi mahasiswa, tetapi dia juga suka bergaul, dia suka pesta dan mengenakan baju-baju yang bagus. Dia punya banyak teman, dan bertahun-tahun kemudian persahabatan itu selalu dikenangnya karena itu merupakan masa yang sangat bahagia baginya."

Alan Duncan, juru bicara bisnis partai Partai Konservatif (Inggris), mengenal Bhutto selama 31 tahun dan merupakan manajer kampanyenya saat dia menjadi ketua organisasi mahasiswa Oxford tahun 1976.

Persahabatan mereka berlanjut setelah mereka meninggalkan universitas. Mereka bahkan saling bertukar e-mail beberapa hari sebelum Bhutto tewas, di mana Duncan menyatakan akan ke Pakistan melihatnya dilantik sebagai perdana menteri.

"Dia berapi-api dan menyenangkan, seorang pribadi yang sangat dominan," kata Duncan.

"Sebelumnya dia pernah kuliah di Harvard, jadi dia sedikit lebih tua dari kami mahasiswa yang lain—dia penuh tekad."

Ayahnya, Zulfikar Ali Bhutto, digulingkan tahun 1977, beberapa minggu setelah Benazir terpilih sebagai ketua mahasiswa Oxford. Sebuah gelombang protes pun berkembang di universitas itu.

Menurut Duncan, digantungnya sang ayah oleh rezim militer Jenderal Zia-ul Haq mendorong Benazir untuk berpolitik secara serius.

Seorang rekan Oxford lainnya, penulis Tariq Ali, menulis dalam sukart kabar Guardian, "Dia bukanlah politisi alamiah. Dulu selalu ingin menjadi diplomat, tetapi sejarah dan tragedi pribadi mendorongnya ke sisi lain."

"Kematian ayahnya telah mengubah dia." (AP/DI)

Pewaris Bhutto


Bilawal, Si "Tanpa Tandingan"

Di tengah isak tangis, kesal, dan amarah yang terus berkecamuk dalam benak para pendukung atas kematian Benazir Bhutto, sedikit pelipur lara kini ada pada Bilawal Zardari Bhutto. Pria tinggi ini baru berusia 19 tahun. Namun, oleh banyak pendukung Benazir, ia diharapkan mengambil alih tongkat estafet Dinasti Bhutto.

Sebenarnya tumpuan harapan ada pada Asif Ali Zardari, suami Benazir. Namun, bagi pendukung Bhutto, Zardari tidak sepenuhnya "Bhutto". Tetapi, di sisi lain, Bilawal juga masih terlalu mudah dan tidak memperlihatkan keinginan untuk terjun ke dunia politik.

Muncul spekulasi bahwa Asif Ali Zardari mungkin akan memimpin Partai Rakyat Pakistan (PPP), partai oposisi terbesar di Pakistan, sampai putranya, Bilawal, lebih matang dan siap meneruskan tongkat Dinasti Bhutto. Apalagi, PPP menegaskan akan mengikuti pemilu parlemen yang dijadwalkan 8 Januari.

Perkembangan semalam menyebutkan, Bilawal, putra tertua dan satu-satunya dari tiga anak Benazir dan Asif Ali Zardari, bersedia menjabat ketua PPP menggantikan ibunya. Sebuah tugas dengan konsekuensi berakhir dengan pembunuhan sebagaimana kakeknya, Zulfikar Ali Bhutto, dan sang ibu. Tetapi kini, sebuah mantel "berdarah" sudah dengan berani disandangnya.

Bilawal menjadi pemimpin ketiga dari Dinasti Bhutto dalam sejarah partai itu setelah ibunya, Benazir, dan kakeknya, Zulfikar Ali Bhutto. Ali Bhutto adalah pendiri partai itu tahun 1967.

Ali Bhutto menjadi Perdana Menteri (PM) Pakistan pertama lewat pemilu tahun 1975. Kudeta militer pimpinan Jenderal Mohammad Zia ul-Haq tahun 1977. Dia kemudian dihukum gantung berdasarkan undang-undang darurat darurat tahun 1979.

Meski masih relatif muda, Bilawal sudah menampakkan tanda-tanda mengikuti jejak ibunya. Tahun ini dia masuk di Universitas Oxford, tempat ibunya menuntut ilmu tahun 1970-an.

Bilawal—yang berarti tanpa tandingan—dilahirkan bulan September 1988, sebulan sebelum ibunya memenangi pemilu di bawah pemerintahan militer Zia ul-Haq. Benazir menjadi perdana menteri perempuan pertama Pakistan.

"Saya terbangun oleh suara tembakan ucapan selamat yang ditembakkan di luar rumah sakit, dentuman genderang, dan teriakan ’Jiye (Hidup) Bhutto’. Bayi yang paling dirayakan dan paling kontroversial secara politis dalam sejarah Pakistan telah lahir," kata Bhutto dalam otobiografinya.

Bilawal dan dua adik perempuannya pergi ke pengasingan bersama ibu mereka tahun 1999. Waktu kehidupan mereka terbentang antara London (Inggris) dan Dubai (Uni Emirat Arab), di mana Bilawal bersekolah. Surat kabar setempat mengatakan, dia senang olahraga luar ruang, termasuk menembak dan berkuda.

Pada pemakaman ibunya hari Jumat, dia tampak tenang walau berduka. Sherry Rehman, seorang pembantu dekat Benazir, mengatakan, kemungkinan kecil Bilawal akan ikut politik.

"Dia tidak terlalu tertarik untuk memasuki arena politik di sini. Dia masih muda, dia akan kembali bersekolah, dia belum lagi 20 tahun," katanya.

"Bilawal masih 19 tahun, perlu dipersiapkan," kata analis politik dan jenderal purnawirawan Talat Masood. "Mereka seharusnya membiarkan dia menyelesaikan sekolahnya," ujarnya.

Bilawal sudah siap menerima tongkat kepemimpinan PPP. Ayahnya, Asif Ali Zardari, bakal mendampinginya. Zardari (51) sulit untuk mendapat simpati karena mendapat julukan "Mr Ten Percent" dari orang Pakistan karena tuduhan mengenai suap saat istrinya berkuasa.

Zardari berusia 31 tahun saat menikah dengan Benazir. Dia anak keluarga tuan tanah tidak terlalu dikenal di Provinsi Sindh.

Adik perempuan Benazir, Sanam (50)—satu-satunya anak Zulfikar Ali Bhutto yang masih hidup—diduga akan terlibat membantu keponakannya dalam memimpin PPP untuk membawa kembali kejayaan Dinasti Bhutto. (AP/DI)

Dinasti Bhutto Belum Hilang


Bilawal Akan Melanjutkan

Cita-cita Ibunya Mewujudkan Demokrasi

Naudero, Minggu - "Patah tumbuh hilang berganti". Begitu kira-kira peribahasa yang tepat bagi Dinasti Bhutto. Putra pertama mendiang Benazir Bhutto, Bilawal Zardari (19), akan menjadi penerus Bhutto memimpin Partai Rakyat Pakistan bentukan Zulfikar Ali Bhutto.

Sementara itu, Asif Ali Zardari, suami Bhutto, ditunjuk untuk menjadi Wakil Ketua Partai Rakyat Pakistan (PPP). Penunjukan Bilawal-Ali itu adalah hasil rapat PPP di rumah keluarga Bhutto di Naudero, Provinsi Sindh, Minggu (30/12). Keputusan itu cukup mengejutkan karena sebenarnya Bilawal dianggap oleh sebagian anggota PPP terlalu muda untuk memimpin partai di saat-saat seperti sekarang. Meski mewakili generasi baru dari Dinasti Bhutto, Bilawal dianggap belum berpengalaman dan masih belajar hukum di Oxford University.

Adapun Zardari sebenarnya juga kurang disukai oleh sebagian anggota PPP. Zardari pernah ditahan selama delapan tahun akibat kasus korupsi. "Terserah pada partai dan surat wasiat istri saya saja," kata Zardari kepada BBC saat ditanya kemungkinan pencalonan dirinya sebagai Ketua PPP.

Bilawal resmi menjadi penerus Bhutto setelah nama Bilawal tercantum dalam surat wasiat Bhutto. Bilawal membacakan surat dari ibunya di depan semua anggota PPP. Wakil Presiden PPP Makhdoom Amin Fahim dan Presiden PPP Provinsi Punjab Makhdoom Shah Mahmood Qureshi menjadi "dewan penasihat" untuk Bilawal hingga Bilawal benar-benar telah memimpin PPP secara penuh.

Berbagai pengamat politik di Pakistan mengingatkan agar berhati-hati dengan ditunjuknya Bilawal. "Usianya baru 19 tahun dan ia harus menyelesaikan studinya dahulu," kata pakar politik Talat Masood, yang juga khawatir PPP akan pecah karena menganut sistem pemilihan ketua berdasarkan dinasti. Pengamat politik Najam Sethi memperkirakan Zardari bisa membantu Bilawal menjalankan PPP seperti Sonia Gandhi untuk putranya, Rahul.

Tetap lanjut

Dalam jumpa pers seusai ditunjuk meneruskan kepemimpinan Bhutto, Bilawal menandaskan, perjuangan panjang PPP untuk mewujudkan demokrasi tidak akan berhenti. "Perjuangan akan berlanjut. Ibu saya selalu mengatakan demokrasi itu adalah balas dendam yang terbaik," ujarnya di depan puluhan wartawan.

Karena itu, Bilawal juga mengaku akan memakai demokrasi sebagai "alat" untuk membalaskan dendam atas kematian ibunya itu. Bilawal juga menyatakan bahwa ayahnya, Zardari, yang akan menjalankan operasional PPP sampai ia menyelesaikan studi.

Sebelumnya PPP menyatakan, jika Bilawal ditunjuk, berarti harus dibentuk semacam dewan penasihat yang dipimpin Zardari. Dewan ini yang akan mengendalikan PPP hingga Bilawal selesai studi dan bisa memimpin partai. Meski PPP sudah memutuskan Bilawal sebagai penerus Bhutto, sebenarnya Bilawal bukanlah calon yang pertama-tama "dilirik".

Banyak yang awalnya mengira Zardari yang akan ditunjuk PPP. Jika tidak, pilihan lain jatuh kepada politikus, tuan tanah, dan asisten Bhutto, Makhdoom Amin Fahim. "Saat ini belum ada anggota dari Dinasti Bhutto yang sanggup melanjutkan kepemimpinan Benazir Bhutto. Ini tahap yang serba tak pasti bagi dinasti ini," kata pakar politik Hasan Askari Rizvi.

Adik Bhutto, Sanam, yang juga didukung banyak anggota PPP, menolak tawaran itu dengan alasan tidak bisa meninggalkan keluarga yang tinggal di Inggris.

Antipemerintah

Selama rapat PPP, ribuan orang berkumpul di depan rumah Bhutto sejak Minggu pagi dan meneriakkan slogan antipemerintah pada hari terakhir masa berkabung yang sudah ditetapkan pemerintah. "Musharraf pembunuh! Kutuk dia!" teriak para pendukung Bhutto sambil menunggu hasil rapat PPP pimpinan Bhutto yang juga diselenggarakan di rumah itu.

Selain di Naudero, situasi yang sama terjadi di Karachi. Para pendukung Bhutto berkumpul di rumah Bhutto dan memasang foto-fotonya. "Berapa banyak Bhutto yang akan kamu bunuh? Setiap rumah memiliki seorang Bhutto," teriak pendukung Bhutto.

Meski tidak ada lagi kerusuhan, ancaman ledakan bom tetap ada. Dua orang meledakkan diri dekat kawasan permukiman Ijazul Haq (mantan Menteri Agama dan pemimpin senior dari Partai Liga-Q Muslim). Kedua orang yang tewas itu diperkirakan membawa bom yang meledak sebelum waktunya. Menurut polisi, bom itu sedianya menyasar Haq, putra Zia ul-Haq yang mengeksekusi Zulfikar Ali Bhutto tahun 1979. (REUTERS/AFP/AP/LUK)

Sunday, December 30, 2007

Tragedi di Pengujung Tahun



Duka menutup tahun 2007 ketika mantan Perdana Menteri Benazir Bhutto tewas ditembak seusai berkampanye di Rawalpindi, Pakistan. Peristiwa ini menandai berakhirnya Dinasti Bhutto. Sekadar mengingatkan, ayah Bhutto, mantan PM Pakistan Zulfikar Ali Bhutto, juga tewas dengan cara tragis, yakni digantung rezim Zia ul-Haq pada tahun 1979. Dua saudara laki-laki Bhutto, Shahnawaz dan Mir Murtaza, tewas dibunuh tahun 1980 dan 1996.

Kematian Benazir Bhutto ini cukup untuk mengaduk-aduk emosi dan membuat rakyat Pakistan serta dunia menangis. Selesai sudah sepak terjang simbol demokrasi dan pembaruan Pakistan.

Boleh jadi, pembunuhan Bhutto merupakan salah satu tragedi politik paling hitam di dunia sepanjang tahun 2007. Tragedi hitam lainnya terjadi di Myanmar ketika militer menembaki para biksu dan aktivis prodemokrasi yang menggelar demonstrasi damai menentang pemerintahan junta.

Tahun 2007, situasi politik di ASEAN memang sedang memanas. Selain konflik yang bersifat lokal menguat, konflik antarnegara juga muncul lagi. Salah satunya terjadi antara Indonesia dan Malaysia. Konflik kedua negara ini masih dipicu oleh perlakuan buruk terhadap TKI. Kasus paling menarik perhatian adalah kaburnya Ceriyati dari majikannya yang kejam dengan cara meluncur dari lantai 15 sebuah apartemen hanya dengan menggunakan kain.

Konflik juga belum mereda di Timur Tengah. Invasi AS ke Irak memicu konflik horizontal antara Suni dan Syiah. Konflik di wilayah ini juga menyeret Iran, Suriah, Turki, dan pada akhirnya berdampak secara global. Harga minyak dunia terus melambung hingga mendekati 100 dollar AS setelah Turki menyerang Kurdi Irak, dan ada isu AS akan menyerang Iran.

Untunglah, sumbu api lainnya di Timur Tengah, yakni konflik Palestina-Israel, tidak ikut terbakar lagi. Palestina- Israel justru berkomitmen memulai negosiasi damai dan membuat traktat perdamaian dalam satu tahun ke depan.

Di luar segala macam konflik dan perpecahan, ada satu isu yang membuat dunia mau tidak mau bersatu, yakni isu pemanasan global. Mungkin inilah salah satu peristiwa yang bisa membuat komunitas dunia bisa sedikit tersenyum sepanjang tahun 2007. Peristiwa lainnya yang menghibur adalah kesuksesan penerbangan komersial pertama raksasa Airbus A380 dari Singapura ke Sydney. (BSW)

Bacakan jika Aku Sudah Meninggal


"Bacakan surat saya ini hanya jika saya sudah meninggal", demikian surat pribadi Benazir Bhutto kepada wartawan CNN Wolf Blitzer lewat e-mail. Surat itu dikirim kepada Blitzer lewat Mark Siegel, sahabat lama Bhutto di Washington.

Blitzer satu-satunya wartawan yang dikirimi. Surat serupa juga dikirim kepada Steve Israel, anggota DPR AS dari Partai Demokrat, perwakilan New York.

Surat itu dikirimkan tanggal 26 Oktober, delapan hari setelah percobaan pembunuhan yang gagal atas Bhutto di Karachi. Pada saat itu, Bhutto luput dari maut, namun sekitar 130 pendukungnya tewas dan ratusan orang lainnya cedera.

Setelah Bhutto mengirim surat itu, Blitzer sebenarnya sempat bertanya kepada Siegel apakah isi surat itu bisa dipublikasikan lewat CNN. Namun, Siegel mengatakan syaratnya adalah pemublikasian setelah Bhutto meninggal. Siegel tidak menjelaskan mengapa persyaratannya harus seperti itu.

Blitzer, yang selalu bisa mengontak langsung Bhutto dalam siaran langsung dengan CNN, berharap tidak akan pernah mengumumkan kepada publik surat Bhutto itu. Setelah meninggal Kamis lalu, Asif Zardari, suami Bhutto, langsung menelepon Siegel untuk memastikan surat pribadi Bhutto dipublikasikan.

Berikut petikan isi surat itu. "Saya akan berpegang pada pendapat bahwa Musharraf bertanggung jawab. Saya telah dibuat untuk merasa tidak aman oleh para pembantu (Musharraf)".

Bhutto merasa pengamanan terhadapnya tidak memadai, padahal pengamanan merupakan tanggung jawab pemerintah.

Di dalam suratnya, Bhutto juga mengatakan bahwa beberapa politisi AS sebenarnya sudah mencoba turun tangan langsung demi keamanan Bhutto.

Tak dipenuhi

Siegel mengatakan tidak yakin Bhutto akan berubah pendapat setelah surat itu dia kirim. Bhutto menuliskan, ia telah meminta empat kendaraan polisi untuk selalu mengelilinginya setiap kali bepergian. Permintaan diajukan kepada pemerintah setelah percobaan pembunuhan atas Bhutto pada 18 Oktober lalu.

Menurut Siegel, dari kejadian Kamis lalu, jelas terlihat bahwa kendaraan polisi tidak ada di tempat. Permintaan Bhutto tidak dipenuhi.

Bhutto tidak langsung menuduh Musharraf, tetapi ia merasa orang-orang sekitar Musharraf menginginkan kematiannya.

Duta Besar Pakistan untuk AS Mahmud Ali Durrani, Kamis (27/12), menegaskan bahwa pemerintah telah memberikan perlindungan ekstra.

Bhutto mengatakan sama sekali tidak ada, demi Tuhan, tidak ada perlindungan dari pemerintahan sebagaimana ia minta. Permintaan pengamanan ekstra itu sudah dimintakan oleh Bhutto yang sadar bahaya sedang mengancam nyawanya, termasuk dari pihak yang memegang posisi penting di Pakistan.

Atas semua kekhawatiran itu, Bhutto sudah juga menyurati langsung Musharraf soal semua itu, dan surat kepada Musharraf itu tampaknya sama dengan isi surat yang dikirim ke CNN.

Penciuman Bhutto soal nyawa yang terancam sudah terjadi setelah peledakan bom di Karachi pada 18 Oktober, hari ia kembali ke Pakistan setelah delapan tahun mengasingkan diri di London, Inggris.

Setelah peledakan bom 18 Oktober itu, Bhutto juga mencurigai ada yang tidak beres. Karena itu Bhutto meminta Musharraf mengizinkan Scotland Yard (aparat Inggris yang jago soal forensik) dan juga FBI (AS) untuk memberi bantuan penyelidikan atas peledakan bom itu.

Bhutto dan suaminya juga sudah meminta alat pelumpuh bom, kendaraan khusus dengan jendela tahan ledakan.

"Musharraf menolak semua itu," kata Siegel. "Bhutto dapat perlindungan, tetapi hanya perlindungan acak-acakan dan sporadis," lanjutnya.

Padahal, Bhutto sadar keadaan makin memburuk menjelang pemilu 8 Januari 2008. (AP/AFP/REUTERS/MON)

Rakyat Pakistan Desak Musharraf Mundur


Aktivitas Perekonomian Lumpuh

Lahore, Sabtu - Sekitar 10.000 orang berunjuk rasa menuntut Presiden Pervez Musharraf turun dari jabatannya di Lahore, Sabtu (29/12). Ini adalah unjuk rasa terbesar setelah pembunuhan mantan Perdana Menteri Benazir Bhutto, Kamis lalu. Unjuk rasa dan kerusuhan yang masih melanda Pakistan hingga kemarin mengancam pemilu parlemen yang dijadwalkan digelar pada 8 Januari 2008.

Komisi Pemilu Pakistan mengatakan, pihaknya akan menggelar rapat darurat Senin besok. Rapat tersebut akan mengkaji sejauh mana dampak kerusuhan yang melanda hampir seluruh negeri itu terhadap rencana pemilu.

Sejauh ini, komisi pemilu mengatakan, beberapa kantor pembantu Komisi Pemilu di sembilan distrik di Provinsi Sindh telah dibakar. Akibat pembakaran itu, dokumen pemilu, daftar pemilih, dan kotak suara menjadi abu. Persiapan pemilu praktis terganggu.

"Semua kegiatan yang berkaitan dengan persiapan pemilu, termasuk pencetakan kertas suara, pengadaan logistik, dan pelatihan personel pemilu, terganggu," demikian pernyataan Komisi Pemilu. Menurut Komisi Pemilu, di beberapa tempat situasi keamanan juga tidak kondusif untuk menggelar pemilu.

Meski demikian, Komisi Pemilu belum bisa memastikan apakah pihaknya akan merekomendasikan penundaan pemilu kepada pemerintah.

Pemerintah sendiri menginginkan pemilu berlangsung sesuai dengan rencana meski kerusuhan melanda hampir seluruh Pakistan. Menurut pemerintah, pemilu itu sangat penting untuk menstabilkan kembali Pakistan.

Sikap pemerintah ini sejalan dengan keinginan sekutu dekatnya, Amerika Serikat.

Anti-Musharraf

Situasi politik di Pakistan kian memanas setelah Bhutto tewas ditembak, Kamis lalu. Hari Sabtu, sekitar 10.000 pendukung Bhutto berunjuk rasa di Lahore. Mereka menuntut Presiden Pervez Musharraf segera turun dari jabatannya. "Enyahlah Musharraf! Enyahlah kau!" teriak mereka.

Massa membawa papan-papan kayu dan sejumlah ban. Tampaknya, benda-benda itu akan digunakan untuk membakar beberapa sasaran. Massa kemudian bergerak ke jalan utama untuk melanjutkan protes.

Di Peshawar, lebih dari 3.000 orang juga meneriakkan slogan anti-Musharraf. Unjuk rasa berlangsung panas ketika massa mencoba menghancurkan toko- toko. Aksi tersebut dicegah polisi dengan pukulan dan gas air mata. Di pusat kota Multan, sekitar 2.000 orang berunjuk rasa menuntut Musharraf mundur. Demonstrasi serupa terjadi di Muzaffarabad.

Di Rawalpindi, dekat Islamabad, sekitar 3.000 orang mengadakan doa bersama di dekat lokasi penembakan Bhutto. Setelah acara tersebut, massa berusaha menyerbu rumah mantan Menteri Perkeretaapian Sheikh Rashid yang dikenal sebagai sekutu Musharraf. Ini adalah untuk kedua kalinya dalam dua hari terakhir massa berusaha menyerang rumah Rashid.

Ditembak

Di Karachi, seorang pendukung Bhutto tewas ditembak laki- laki bertopeng ketika sedang berunjuk rasa, Sabtu pagi. Dengan demikian, jumlah korban tewas selama kerusuhan tiga hari terakhir mencapai 40 orang, termasuk empat polisi.

Deputi Inspektur Jenderal Polisi Shaukat Ali Shah dari kepolisian di Hyderabad mengatakan, pendukung Bhutto yang mengenakan jubah dari bendera Partai Rakyat Pakistan (PPP) itu ditembak ketika pulang dari makam Bhutto.

"Dua orang bersenjata yang wajahnya ditutup telah menunggunya di sebuah kendaraan. Mereka kemudian menembaknya," ujar Ali Shah.

Di tempat terpisah, sekitar 400 aktivis PPP membawa spanduk bergambar foto Bhutto dan batu bata. Mereka mencoba masuk ke fasilitas ladang minyak dekat Hyderabad sebelum fajar. Polisi telah memperingatkan mereka agar mundur. Namun, perintah itu tidak digubris. Akhirnya polisi menembak dua dari mereka.

Situasi di seluruh Pakistan masih mencekam. Kerusuhan, penjarahan, dan bentrokan masih terjadi di mana-mana. Gedung- gedung dan ambulans yang dikelola Edhi Foundation, sebuah lembaga nirlaba, dirusak. Telepon dan jaringan internet yang menghubungkan Islamabad dan Karachi terputus akibat kerusuhan. Dua jalur serat optik yang menghubungkan dua kota di Provinsi Sindh diputus. Massa mengusir para teknisi yang akan memperbaiki jaringan itu.

Menteri Dalam Negeri Provinsi Sindh Ghulam Mohtaram mengatakan, para perusuh telah membakar setidaknya 947 kendaraan, 131 bank, dan 31 stasiun pengisian bahan bakar hingga Jumat malam. Selain itu, ratusan toko di kota itu juga dibakar atau dijarah.

Kerusuhan dan penjarahan benar-benar membuat Pakistan lumpuh. Jalan-jalan yang menghubungkan kota-kota utama, seperti Karachi, Islamabad, Rawalpindi, Lahore, Quetta, dan Peshawar, lengang karena tidak ada orang yang berani bepergian.

"Karachi tidak pernah sesepi, sesedih, dan seseram (seperti sekarang). Kami seperti berada dalam tahanan rumah virtual dan makanan kami nyaris habis," ujar Shahana, warga Pakistan.

Sabtu kemarin, rakyat Pakistan mulai kesulitan memperoleh bahan makanan dan bahan bakar. "Kami belum mendapatkan sesuatu untuk dimakan sejak Jumat," ujar Janat Khan, warga Pakistan. (AP/AFP/BSW)

Konspirasi Gedung Putih-Musharraf di Balik Tragedi Bhutto, Mengapa Tidak?


Simon Saragih

Kebohongan Pemerintah Pakistan sangat nyata soal penyebab kematian Benazir Bhutto. Namun, kematian Bhutto mencuatkan hal yang lebih jauh lagi dari sekadar kebohongan itu.

"Bhutto Conspiracy Theories Fill the Air", demikian berita di situs majalah TIME edisi 28 Desember 2007. Judul ini merujuk pada merebaknya rumor soal konspirasi antara Gedung Putih dan Presiden Pervez Musharraf di balik kematian Bhutto.

Untuk adilnya, baca dulu tudingan pemerintah pada Al Qaeda, yang dikatakan sebagai pembunuh Bhutto. Pemerintah Pakistan menyebutkan, ada bukti kuat soal keterlibatan Al Qaeda pada pembunuhan Bhutto. Dikatakan pula, Bhutto meninggal karena tulang kepalanya retak setelah terbentur serpihan mobil yang terkena ledakan bom.

Pemerintah bahkan menegaskan tidak ada selongsong peluru yang menyebabkan kematian Bhutto. Isu peluru ini menjadi penting untuk dibelokkan oleh pemerintah (baca lanjutan di belakang). Pernyataan pemerintah ini jelas beda dengan kesaksian orang-orang dekat Bhutto di tempat kejadian bahwa dua peluru menembus tubuh Bhutto.

Sebagaimana dikatakan juru bicara Departemen Dalam Negeri Pakistan Brigade Javed Iqbal Cheema, Jumat (28/12), kelompok militan sudah mengincar Bhutto. Alasannya, berdasarkan versi pemerintah, Bhutto adalah antek-antek AS dan berbicara soal pembasmian ekstremis.

Kepada Cheema, pers bertanya saat jumpa pers, "Apakah Pemerintah Pakistan bersedia meminta bantuan badan intelijen internasional untuk memverifikasi kematian Bhutto?"

"Gentleman, mari kita percaya saja pada hasil temuan intelijen domestik," kata Cheema.

Biro intelijen AS, FBI, sudah menawarkan untuk mengirim penyelidik. "Pakistan tidak memberi respons," kata juru bicara FBI Richard Kolko, sebagaimana diberitakan di situs The Los Angeles Times edisi 28 Desember.

Lepas dari itu, atas tindakan Al Qaeda, Pemerintah Pakistan mengatakan akan memburu pelakunya di daerah tanpa hukum di perbatasan Pakistan-Afganistan, di mana Osama bin Laden dan para pemimpin Al Qaeda bersembunyi. "Mereka harus menghadapi pengadilan," kata Cheema. Ia menyebut pemimpin militan Baitullah Mehsud sebagai salah satu pihak yang terlibat.

Mehsud sudah pernah membantah bahwa ia pernah merencanakan pembunuhan Bhutto, seperti dituduhkan pemerintah. Tuduhan kepada Mehsud juga muncul ketika pada 18 Oktober lalu Bhutto luput dari maut akibat ledakan bom di Karachi.

Namun, Cheema mengatakan pemerintah sudah melacak percakapan Mehsud dengan militan lain, yang isinya adalah diskusi Mehsud setelah aksi bom bunuh diri yang menewaskan Bhutto.

Mehsud dan militan lain itu (diidentifikasi bernama Maulvi Sahib) saling bertutur soal aksi yang menurut mereka dilakukan anak buah mereka yang pemberani.

Rincian transkrip pun langsung diumumkan pemerintah. Namun bukti soal rekaman itu tidak ditunjukkan pemerintah.

Pemerintah juga memperlihatkan rekaman video kematian Bhutto akibat ledakan bom, tetapi rekaman ini pun agak buram. Namun intinya, pemerintah hendak menyebutkan, ledakan bom bunuh dirilah yang menyebabkan kematian Bhutto.

Soal peluru

Sebaliknya, berbagai televisi internasional, seperti CNN, BBC, Al Jazeera, menayangkan video yang memperlihatkan dua letusan senjata yang menyebabkan kematian Bhutto. Letusan senjata yang mengeluarkan peluru ini tentu perlu dibantah Pemerintah Pakistan.

Bruce Riedel, mantan ahli Pakistan dari CIA, Dewan Keamanan Nasional, Departemen Luar Negeri AS, menyatakan Al Qaeda memang sudah dikenal dengan berbagai serangan-serangan yang mematikan.

Akan tetapi, Al Qaeda jarang, bahkan bisa dikatakan tak pernah, menggunakan penembak jitu saat melakukan pembunuhan.

Nah, Sherry Rahma, pengurus Partai Rakyat Pakistan (partainya Bhutto), Sabtu (29/12), kepada CNN berulang kali mengatakan, "Pemerintah telah memulai tindakan menutup-nutupi kejadian sebenarnya."

"Ini lucu dan jelas merupakan kebohongan. Saya melihat sendiri bahwa Bhutto terkena tembakan peluru," kata Rahma, yang juga termasuk salah satu korban cedera, namun ringan, akibat ledakan bom yang muncul setelah penembakan atas Bhutto.

Ia pun heran dan bertanya, "Jika pemerintah serius menyelidiki kematian Bhutto, mengapa penyelidik belum juga menanyai orang-orang yang dekat dengan Bhutto pada saat kejadian."

Ya, ada banyak hal yang mengherankan. Sebelum melakukan penyelidikan saksama, Al Qaeda sudah menjadi sasaran tudingan. Keanehan lainnya, aparat pemerintah langsung menyemprot dan mengeringkan lokasi pembunuhan Bhutto dari puing-puing. Lokasi itu langsung bersih. Saat aparat melakukan penyelidikan, tidak ada lagi yang bisa mereka lihat kecuali sekadar menunjuk-nunjuk tangan ke lokasi kejadian di Rawalpindi.

Bagi rakyat Pakistan, keanehan itu jelas tidak ada. Mereka langsung menudung Musharraf sebagai killer. Teriakan ini juga diulangi saat mereka mengantar Bhutto ke peristirahatan terakhir.

Tak pelak lagi, kantor berita Press Trust of India (PTI) menuding agen intelijen Pakistan di balik pembunuhan itu. Berbagai harian di Inggris juga gencar memberitakan hal tersebut.

Dikatakan, Inter-Services Intelligence (ISI), intelijen yang sangat berpengaruh di Pakistan, termasuk militan, adalah pihak yang paling mungkin bertanggung jawab atas kematian Bhutto.

Ini senada dengan berita di The Los Angeles Times, yang mengutip pakar intelijen AS. Dikatakan, sudah tidak heran lagi jika militer, intelijen Pakistan, bahkan AS, pernah berkolaborasi dengan Al Qaeda, Taliban dan militan di Afganistan, Pakistan, untuk melawan penjajahan Uni Soviet di Afganistan.

Kolaborasi itu masih terus berlanjut hingga sekarang ini. Karena itu, pembunuhan Bhutto sangat tidak mungkin dilakukan oleh satu pihak saja. Pembunuhan pasti dilakukan dengan dukungan berbagai pihak.

Jika intelijen Pakistan terlibat, mungkinkah itu dilakukan tanpa sepengetahuan Musharraf? Selanjutnya, jika ISI terlibat dan itu diketahui Musharraf, mungkinkah Musharraf berani melakukannya?

Apakah Musharraf berani membunuh Bhutto, yang oleh AS sudah dipilih untuk membentuk pemerintahan bersama. Keduanya sudah bertemu di Abu Dhabi beberapa bulan lalu atas skenario AS untuk membentuk pemerintahan sipil. Sayang keduanya tak cocok dan makin membuat suasana di Pakistan memanas.

Susah memercayai Musharraf bertindak jika tanpa sepengetahuan AS. Banyak warga Pakistan, menurut Times, yang tidak segan-segan menuding konspirasi Musharraf dan Washington.

"Pembunuhan ini dirancang pemerintahan sekarang. Ini adalah bagian dari strategi AS untuk membuat rakyat takut karena Pakistan sudah mendekati kejatuhan," kata Liaqat Baloch, pejabat senior Jamaat-e-Islami, salah satu partai utama Islam.

Masalahnya, AS harus memilih Pakistan atau Bhutto. AS berpandangan, ketidakcocokan Bhutto-Musharraf telah makin memicu semangat anti-Musharraf dan anti-AS.

Pensiunan Letjen Hamid Gul, mantan Dirjen ISI, yang pengkritik Musharraf, bertutur, "Namun paling mudah bagi aparat menuding militan karena inilah cara terbaik untuk menyembunyikan pelaku sebenarnya."

"Saya kira hubungan pemerintahan Presiden AS George Bush sudah terlalu kuat dengan Musharraf," kata Bruce Riedel, penasihat Gedung Putih soal Pakistan di bawah pemerintahan Presiden AS Bill Clinton. "Saya tidak melihat AS mau menarik dukungan dan memilih yang lain," kata Riedel, sebagaimana dikutip harian Inggris Guardian edisi Jumat (28/12).

Saturday, December 29, 2007

Guncangan atas Pembunuhan Benazir



Dunia sungguh dibuat terkejut dan terguncang oleh tragedi pembunuhan atas pemimpin oposisi Pakistan, mantan Perdana Menteri Benazir Bhutto.

Benazir (54) tewas ditembak hari Kamis 27 Desember oleh penyerang bom bunuh diri, tidak lama setelah pemimpin oposisi Pakistan itu berkampanye politik di Rawalpindi.

Pakistan dan dunia pun berkabung dan murung atas kepergian seorang perempuan tokoh yang memberikan banyak inspirasi bagi perjuangan kaumnya, dan menjadi pejuang demokrasi dan modernisasi di negaranya.

Belum diketahui otak dan pelaku pembunuhan keji itu meski sudah ada penelepon gelap yang mengklaim jaringan Al Qaeda sebagai pihak yang bertanggung jawab. Maka, menjadi tugas dan kewajiban pemerintahan Presiden Pervez Musharraf mengungkapkan secara terbuka dan tuntas atas kasus pembunuhan tokoh oposisi itu.

Suka atau tidak, pemerintahan Musharraf mempunyai tanggung jawab moral dan politik untuk mengungkapkan secara gamblang kasus pembunuhan Benazir. Secara normatif, pemerintahan Musharraf tidak dapat dilepaskan dari tanggung jawab karena dinilai lengah memberikan pengamanan kepada seorang mantan pemimpin seperti Benazir.

Jika kasus ini didiamkan dan tidak diungkapkan, beragam spekulasi akan muncul, termasuk yang dapat memojokkan posisi Presiden Musharraf. Kiranya perlu dikemukakan pula, dalam intrik kekuasaan Pakistan yang begitu tinggi, yang sering ditandai oleh serangkaian pembunuhan politik sejak merdeka tahun 1957, segala kemungkinan bisa terjadi, termasuk dalam kasus pembunuhan Benazir Bhutto.

Sebelum semuanya terungkap jelas, prasangka dan kecurigaan sudah merebak luas di kalangan elite dan masyarakat luas Pakistan. Bahkan sudah pecah kerusuhan di sejumlah kota, terutama di Karachi, tempat asal keluarga Benazir Bhutto.

Ketidakpastian politik dan sosial memang sedang mengancam Pakistan setelah peristiwa pembunuhan Benazir. Masih menjadi pertanyaan, apakah pemilihan parlemen dapat dilaksanakan 8 Januari mendatang.

Padahal, pemilu itu diharapkan sebagai mekanisme untuk melapangkan jalan bagi pemulihan demokrasi, yang dipasung selama delapan tahun terakhir, menyusul kudeta militer pimpinan Musharraf tahun 1999.

Benazir Bhutto sendiri merupakan tokoh yang berpegang kuat pada prinsip demokrasi dan modernisasi, yang membuatnya diasosiasikan dengan Barat. Namun, ia juga tetap berpegang teguh pada tradisi ketimuran sehingga media Barat menjulukinya "Putri dari Timur".

Demokrasi Harus Bertahan



Perang Melawan Teror Mesti Ditingkatkan


Tokyo, Jumat - Masyarakat dunia meminta agar demokrasi di Pakistan terus dipertahankan pascapembunuhan atas mantan Perdana Menteri Benazir Bhutto, Kamis (27/12). Pembunuhan itu dinilai sebagai serangan atas demokrasi sehingga Pakistan harus menunjukkan bahwa demokrasi bisa dipertahankan.

Banyak tokoh dunia, Jumat (28/12), juga mengingatkan bahwa perang melawan teror belum selesai dan harus makin ditingkatkan.

"Jepang akan melakukan semua upaya untuk terus membantu demokratisasi, rekonstruksi, dan kemakmuran di negara (Pakistan) itu. Saya harap pemerintah dan rakyat Pakistan bisa mengatasi masa-masa sulit ini dan dengan teguh menempuh jalan menuju demokratisasi," ungkap juru bicara Pemerintah Jepang, Nobutaka Machimura, Jumat.

Jepang merupakan salah satu donor terbesar bagi Pakistan yang merupakan lini terdepan dalam "perang melawan teror". Pemerintah Jepang telah mempertimbangkan untuk meningkatkan bantuan kepada Pakistan dan Afganistan untuk mendukung "perang melawan teror", setelah rakyat Jepang menolak misi bantuan Angkatan Laut Jepang di Afganistan.

Presiden Filipina Gloria Macapagal-Arroyo mengutuk pembunuhan atas Bhutto sebagai serangan atas demokrasi. Ungkapan senada disampaikan Perdana Menteri Inggris Gordon Brown, Pemerintah Spanyol, dan Komisi Eropa.

Sementara Perdana Menteri Malaysia Abdullah Badawi menekankan, ekstremisme dan kekerasan tidak bisa diterima dan tidak boleh ditoleransi. Namun, rakyat Pakistan juga diminta untuk tetap tenang di tengah maraknya kekerasan pascapembunuhan Bhutto.

Bahaya bersama

Perdana Menteri India Manmohan Singh, yang segera menyiagakan pasukannya di perbatasan dengan Pakistan karena mengkhawatirkan melubernya dampak kekerasan di Pakistan ke wilayah India, kemarin menegaskan, pembunuhan Bhutto merupakan peringatan atas adanya "bahaya bersama" yang dihadapi India dan Pakistan.

Kanselir Jerman Angela Merkel maupun Pemerintah Turki meyakini pembunuhan itu ditujukan untuk menimbulkan ketidakstabilan di Pakistan.

Presiden Rusia Vladimir Putin berharap para pelaku kejahatan itu bisa ditemukan dan mereka mendapatkan hukuman yang sepantasnya.

Iran juga mendesak Pemerintah Pakistan untuk melacak para teroris yang bertanggung jawab atas pembunuhan itu. Sedangkan Presiden Irak Jalal Talabani mengajak dunia bersatu melawan "kanker terorisme".

Amerika Serikat secara khusus kemarin mengimbau Pakistan agar tetap tenang dan mendesak Pemerintah Pakistan meneruskan pemilihan umum.

Presiden AS George W Bush meminta rakyat Pakistan untuk menghormati kenangan atas Benazir Bhutto, dengan meneruskan proses demokrasi yang diperjuangkannya dengan sangat berani dan seluruh hidupnya.

"Kami berdiri bersama rakyat Pakistan dalam perjuangan melawan kekuatan-kekuatan teror dan ekstremisme," papar Bush, yang tengah menikmati liburan akhir tahun di kawasan peternakannya di Texas.

Bush, yang telah menelepon langsung Presiden Pakistan Pervez Musharraf, maupun Menteri Luar Negeri Condoleezza Rice yang menelepon suami Benazir, Asif Ali Zardari, dan pengganti Bhutto di Partai Rakyat Pakistan (PPP) Amin Fahim, mendesak agar waktu pemilihan umum tanggal 8 Januari 2008 tetap dipertahankan dan PPP-pun diminta berpartisipasi pada pemilihan umum tersebut.

Media-media massa di Inggris pun ramai-ramai menyuarakan agar kematian Bhutto tidak mengubah proses demokrasi pemilihan umum di Pakistan.

"Rentannya harapan Pakistan atas demokrasi mungkin sudah mati kemarin. Tetapi, cita-cita Bhutto sekarang harus dibangkitkan lagi demi masa depan negara tercintanya dan dunia yang lebih luas," kata tabloid The Sun.

The Times juga mendorong perbaikan demokrasi dilakukan secepatnya sebagai peninggalan terakhir Bhutto. (AP/AFP/OKI)

Isak Tangis Iringi Kepergian Benazir


Kelompok Al Qaeda Dituding Bertanggung Jawab


Naudero, Jumat - Ratusan ribu warga Pakistan tumpah ruah mengikuti prosesi pemakaman mantan PM Benazir Bhutto di kompleks pemakaman keluarga Bhutto, Jumat (28/12) siang. Isak tangis, ratapan, dan teriakan marah yang dialamatkan kepada pemerintah terus terdengar. Banyak yang memukul dada dan kepala berkali-kali untuk mengungkapkan rasa sedih dan marah.

Benazir dimakamkan di dekat makam ayahnya, Zulfikar Ali Bhutto, yang ada di kompleks pemakaman keluarga di Desa Garhi Khuda Bakhsh, Provinsi Sindh. Pemakaman keluarga ini terletak di tengah sawah.

Suami Benazir, Asif Ali Zardari, dan tiga anak Benazir, yakni Bilawal (19), Bakhtawar (17), dan Aseefa (14), tertunduk di depan makam saat jenazah Benazir diturunkan ke liang lahat. Seiring dengan itu, para pelayat meneriakkan, "Allahu Akbar" sebanyak tiga kali.

Jenazah Benazir diterbangkan dari Islamabad, Jumat pagi. Sampai di Sukkur, peti jenazah Benazir diterbangkan lagi dengan menggunakan helikopter militer ke Naudero dan dilanjutkan dengan ambulans menuju kompleks pemakaman sejauh 7 kilometer. Zardari terpaksa mengimbau massa agar jenazah istrinya yang ditutupi bendera Partai Rakyat Pakistan berwarna hijau, merah, dan hitam bisa dikeluarkan dari ambulans untuk dimakamkan.

"Bhutto adalah saudari saya, Bhutto tak ubahnya ibu saya," teriak Imam Baksh, seorang petani tua yang berbaris di pinggir jalan menuju Garhi Khuda Bakhsh. "Dengan kematiannya, dunia seakan kiamat bagi kami," isaknya. Benazir mendapat tempat di kalangan petani dan kaum miskin di Provinsi Sindh yang menjadi basis kekuatan politiknya.

Menjelang upacara pemakaman, militer Pakistan telah mengerahkan pasukan di sejumlah kota di selatan, seperti Larkana, Sukkur, Shahdad Kot, dan Rohro, untuk berjaga-jaga agar gejolak kekerasan setelah kematian Benazir tidak meluas. Sampai saat ini puluhan orang tewas dalam kerusuhan memprotes kegagalan pemerintah menjamin keamanan Benazir.

Juru bicara dari Departemen Dalam Negeri, Brigadir Javed Cheema, menyatakan, selama ini nama Benazir sebenarnya sudah masuk dalam daftar sasaran Al Qaeda. Karena itu, Al Qaeda diduga kuat terlibat dalam serangan terhadap Benazir. "Mereka berusaha mengacaukan keamanan di Pakistan," ujarnya.

Selama ini Benazir memang sering mengeluarkan komentar pedas atau kritik-kritik tajam kepada Al Qaeda. Bukan hanya itu. Benazir juga kerap menuding ada elemen dalam badan intelijen yang terlibat dalam serangan bom bunuh diri ketika pawai kedatangan Benazir di Karachi tanggal 18 Oktober lalu.

Al Qaeda tertuduh

Pemerintah AS juga menuding Al Qaeda terlibat dalam serangan terhadap Benazir Bhutto. Apalagi selama ini Al Qaeda yang diyakini telah membangun kembali kekuatan di perbatasan Pakistan-Afganistan itu sering dituding berusaha menyerang Benazir. Alasannya, Benazir dicurigai menjadi antek-antek AS. "Sebenarnya di dalam Pakistan ada kelompok ekstremis lain yang bisa melakukan serangan itu, tetapi Al Qaeda ada di daftar teratas," kata seorang pejabat AS.

Menurut pengamat politik David Gartenstein-Ross dari Yayasan Pertahanan dan Demokrasi, dengan membunuh Benazir, upaya Musharraf dalam melawan terorisme akan buyar. Pasalnya, semula Musharraf diharapkan bisa bekerja sama dengan Benazir untuk menumpas terorisme. Kedua tokoh itu juga diyakini akan dapat memulihkan stabilitas politik dan keamanan. "Jika Bhutto tidak ada, Musharraf jelas akan mengalami kesulitan untuk mengusir Al Qaeda dan Taliban keluar dari daerah Waziristan," ujarnya.

Selain Al Qaeda, Musharraf juga dituding ikut terlibat, terutama militer. Namun, pakar politik Anthony Cordesman di Pusat Studi Internasional dan Strategi Washington mengingatkan untuk tidak terburu-buru menuduh Musharraf atau militer. Tuduhan atau paling tidak kecurigaan terhadap Musharraf seperti itu akan dapat memicu "perang saudara".

"Meski nanti akan ada gerakan ekstremis yang mengaku bertanggung jawab atas serangan itu, pemerintahan Musharraf tetap dituduh terlibat. Baik secara langsung maupun tidak langsung," ujarnya.

Sejumlah pendukung Benazir kemarin berteriak menuding Musharraf di balik kematian tragis ini. "Jika seluruh aksi ini perbuatan Al Qaeda, mengapa Musharraf tetap hidup?" kata Ali Mohammad, seorang pendukung fanatik Benazir.

Sebenarnya Benazir juga sadar Al Qaeda mengincar dirinya. Namun, Benazir juga menuding Musharraf dan sekutunya menginginkan kematiannya, apalagi setelah serangan bom bunuh diri di Karachi. Benazir juga mengaku menerima ancaman dari pengikut diktator militer, Zia ul-Haq, yang menghukum gantung ayahnya, Ali Bhutto.

Bahkan, Benazir Bhutto pernah dengan terang-terangan menulis surat jika ia pada suatu hari nanti terbunuh, Musharraf dipastikan ikut bertanggung jawab terutama karena pemerintah tidak sanggup menjamin keamanan dirinya atau warganya. Surat itu dibacakan di stasiun TV CNN, Kamis lalu.

Kronologi serangan

Kronologi serangan terhadap Benazir yang sempat simpang siur mulai terkuak. Ia tewas saat berada di dalam ruang operasi di rumah sakit setelah terkena tembakan penembak jitu pada bagian leher, dada, dan kepala belakang.

Menurut informasi dari pemimpin Partai Rakyat Pakistan di Rawalpindi, Sardar Qamar Hayyat, seorang penembak jitu menembakkan AK-47 dari arah belakang mobil yang dikendarai Benazir dari jarak sekitar sembilan meter.

Beberapa menit kemudian menyusul ledakan bom bunuh diri di luar pagar taman yang juga pernah menjadi lokasi tewasnya PM Pakistan yang pertama, Liaquat Ali Khan, pada tahun 1951. Ia juga tewas ditembak. Serangan itu sebenarnya berawal beberapa menit setelah Benazir berpidato saat kampanye di Rawalpindi. Ia berjalan ke arah mobil Toyota Cygnus putih antipeluru yang dilengkapi dengan jendela di atap (sunroof).

"Dia (Benazir) berada di dalam mobil dan tiba-tiba berdiri dan menunjukkan diri dari sunroof untuk melambaikan tangan kepada para pendukung di sekitar mobil. Kemudian saya lihat ada seorang anak muda kurus mendekati belakang mobil dan menembak. Beberapa saat kemudian mobilnya lari kencang," kata Hayyat.

Benazir kemudian dilarikan ke rumah sakit dan masuk ke ruang gawat darurat dan dioperasi. Namun nyawanya tidak dapat ditolong lagi. Benazir meninggal satu jam setelah serangan terjadi. Ada seorang dokter yang menyatakan dirinya menemukan sebutir peluru di bahu belakang yang tembus ke dada dan satu peluru lagi di belakang leher. Peluru ini yang menyebabkan kematian Benazir karena merusak urat saraf tulang belakang dan kemudian tembus keluar dari bagian samping kepala.

Saat ini tim penyelidik tengah menyelidiki dan mengidentifikasi potongan tubuh manusia bagian kepala dan jari yang ditemukan di lokasi ledakan. Potongan kepala dan jari itu diduga pelaku ledakan bom bunuh diri. Kepolisian saat ini sedang melakukan tes DNA terhadap potongan-potongan tubuh manusia itu. Selain itu, polisi juga tengah menyelidiki jenis bahan peledak yang digunakan.

Namun, keterangan resmi dari pemerintah menyebutkan, Benazir tewas karena kepalanya terbentur atap mobil saat menunduk menghindari tembakan. Akibat benturan, tempurung kepala dekat telinga kanannya retak.

Meski tidak secara terang-terangan menyebutkan pelaku serangan, kepolisian mengaku dari metode yang digunakan jelas merupakan metode yang sering dipakai kelompok bersenjata dalam menyerang pemerintahan Musharraf. Sebenarnya tak hanya Benazir yang sering menjadi sasaran serangan bom. Musharraf juga pernah lolos dari dua serangan bom pada tahun 2003.

Mantan PM Shaukat Aziz pun tidak luput dari ledakan bom bunuh diri pada tahun 2004.

(REUTERS/AFP/AP/LUK/PPG)