Thursday, January 31, 2008

Antara Hillary dan Obama


Kamis, 31 januari 2008 | 01:47 WIB

I Basis Susilo

Hillary Clinton dan Barack Obama bersaing ketat memenangi tiket calon presiden dari Partai Demokrat untuk pemilihan presiden November nanti. Dari pemilihan awal di empat negara bagian, Hillary menang di New Hampshire dan Nevada, Obama menang di Iowa dan South Carolina. Selain dua calon kuat itu, masih ada John Edwards.

Pemilu awal serentak di 22 negara bagian pada 5 Februari, dikenal sebagai Super Tuesday, menjadi ujian terbesar bagi Hillary dan Obama. Super Tuesday tidak hanya melibatkan banyak negara bagian, tetapi juga negara-negara bagian padat penduduk, seperti California, New York, Illinois, New Jersey, dan Massachussets.

Masih tanda tanya, siapa yang bakal menang dalam Super Tuesday. Berbagai jajak pendapat meramalkan Hillary bakal menang. Ia juga mendapat dukungan (endorsement) dari beberapa tokoh, seperti Kathleen Kennedy Townsend, dan dari beberapa koran, termasuk New York Times. Tetapi, Obama dapat dukungan lebih hebat, yaitu dari Senator Edward (Ted) M Kennedy dan Caroline, putri John F Kennedy, dua ikon dinasti Kennedy, dan dari John Kerry. Yang paling dahsyat adalah dukungan dari Oprah Winfrey, selebritis terkenal, suka beramal, dan dicintai banyak orang Amerika.

Faktor Edward

Kini masyarakat menunggu mantan Wakil Presiden Al Gore. Berbagai endorsement dari tokoh penting itu bisa membuat jajak pendapat dinamis dan memengaruhi hasil akhir pemilu awal Super Tuesday itu.

Soal lain adalah faktor Edwards, orang ketiga. Apakah Edwards menguntungkan Hillary atau Obama? Bila selama ini Edwards menggerogoti suara Hillary sehingga kalah, Obama tentu kurang kuat untuk menghadapi calon presiden Republik karena untuk menang November nanti diperlukan calon yang bisa menarik suara dari arus utama (mainstream).

Hillary dan Obama tentu berjuang menjadi finalis. Tetapi, hanya satu yang menjadi finalis. Untuk itu, mereka bisa saling menyerang atau saling tidak menegur. Bila yang terjadi adalah kampanye negatif dan pertikaian antarpribadi, itu merugikan keduanya maupun Partai Demokrat dalam memenangi pemilu presiden karena salah satu alternatif strategi untuk menang adalah memasangkan calon presiden-wapres: Hillary-Obama atau Obama-Hillary.

Dalam sejarah di AS, mereka yang bersaing pada pemilu awal tentu mengantongi nama calon wakil presiden yang diumumkan pada saatnya. Obama juga pernah bilang Oprah Winfrey sebagai ”calon wakil presiden”. Di AS, jarang ada pasangan yang berasal dari mereka yang bersaing dalam rangkaian pemilu awal. Namun, jarang bukan berarti tidak pernah ada. Pada 1980, Ronald Reagan mengambil George H Bush sebagai pasangannya, kendati Bush adalah pesaingnya dalam pemilu awal Republik. Pada 1992, Bill Clinton memilih Al Gore, pesaingnya, menjadi pasangan.

Pasangan Hillary-Obama

Memasangkan Hillary-Obama sebagai calon presiden-wapres menjadi strategis bagi Demokrat karena empat hal.

Pertama, berbagai perkembangan kini memihak Demokrat. Di bawah Bush, AS tidak punya diplomasi karena prinsip ”siapa yang tidak dengan kita adalah musuh kita”. AS juga menjalankan unilateralisme sehingga ada di luar komunitas internasional. Dipimpin Demokrat, apalagi kalau Obama yang terpilih, AS akan segera mundur dari Irak dan kembali bergabung dengan komunitas internasional.

Kedua, pemilihan awal tidak serta-merta menjadi modal kuat bagi pemilu presiden karena dalam spektrum nasional, episentrum pemilu awal beda dari pemilu presiden. Untuk Demokrat, episentrum pemilu awal ada di kiri pada spektrum politik. Artinya, semakin ke kiri isu dan posisi yang diambil akan semakin menarik pemilih di primaries atau caucus. Sementara untuk Republik, episentrum pemilu awal ada di kanan. Sementara episentrum pemilihan presiden November nanti ada di tengah sehingga calon harus menempatkan posisi isu dan dirinya ke mainstream Amerika.

Meski sama-sama berangkat dari kiri, posisi Hillary tampaknya berada lebih kanan daripada Obama sehingga Hillary lebih mudah diterima mainstream. Namun, Hillary maupun Obama secara sendiri-sendiri tidak begitu menguntungkan untuk bersaing memperebutkan mainstream. Sedangkan bila bersama-sama, mereka bisa menjadi kekuatan cukup untuk menarik suara mainstream.

Ketiga, dalam hal mainstream, keniscayaan ciri khas demografis White, Anglo Saxon, and Protestant (WASP), latar belakang karier eksekutif, dan lelaki masih berpengaruh. Hillary dan Obama bukan eksekutif. WASP, eksekutif, dan lelaki menjadi ”hukum besi” mainstream. Namun, dalam politik segalanya bisa terjadi. Dalam politik, ”hukum besi” bukan sesuatu yang mutlak. Buktinya pada 1960, John F Kennedy yang bukan penganut Protestan bisa menang dan menjadi presiden.

Bila Hillary atau Obama akhirnya menjadi presiden, mereka akan memecahkan rekor presiden AS. Hillary presiden perempuan pertama, Obama presiden kulit hitam pertama. Namun, sekali lagi, baik Hillary maupun Obama, bila sendirian, tidak cukup kuat untuk menjinakkan mainstream itu.

Keempat, keduanya punya kelemahan dan kekuatan. Kelemahan mereka, misalnya, Hillary harus mendobrak dominasi laki-laki dan Obama harus mendobrak dominasi kulit putih. Mereka bukan berasal dari kalangan eksekutif. Hillary tidak muda lagi dan terganggu keikutsertaan kampanye Bill Clinton. Sementara Obama mampu menggugah harapan untuk perubahan, tetapi belum punya bukti dan pengalaman menyelesaikan masalah-masalah nyata. Mereka kurang beruntung jika harus sendirian menghadapi mainstream.

Semangat perubahan

Kekuatan mereka, Obama muda, mampu menginspirasi masyarakat dengan semangat perubahannya. Kemampuan Obama dalam hal ini seperti John F Kennedy dan Martin Luther King Jr. Ia mampu menarik suara kalangan kulit hitam. Sementara Hillary pintar, berpengalaman, tegas, bahkan NewYork Times menyatakan Hillary sebagai ”komandan yang kuat”. Hillary juga mampu menarik suara kaum perempuan. Pasangan keduanya akan mampu menarik suara, baik dari pemilih perempuan maupun kulit hitam.

Kekuatan masing-masing bisa menutupi kelemahan mereka. Keduanya ideal bersinergi untuk menciptakan sejarah baru presiden AS.

I BASIS SUSILO Dekan FISIP Universitas Airlangga; Pendapat Pribadi


komentar

Militer Dukung PM Baru Thailnd


Kamis, 31 januari 2008 | 02:50 WIB

Bangkok, Rabu - Jenderal Sonthi Boonyaratglin, yang memimpin kudeta terhadap Thaksin Shinawatra tahun 2006, menyatakan mendukung Perdana Menteri Samak Sundaravej. Dukungan ini dinyatakan Sonthi sehari setelah Raja Bhumibol Adulyadej memberikan restu kepada Samak yang juga sekutu dekat Thaksin.

”Saya mendukung pemerintahan baru dan menginginkan setiap orang, termasuk oposisi, untuk mendukung pemerintah,” ujar Sonthi kepada wartawan dalam konferensi pers, Rabu (30/1).

Panglima Angkatan Bersenjata Thailand Jenderal Anupong Paojinda yang juga memimpin kudeta menambahkan, pemerintahan Samak seharusnya dinilai dari prestasinya. ”Jika pemerintah itu bisa memperbaiki negara kita, semua orang, tidak hanya saya, harus mendukung pemerintah,” katanya kepada wartawan.

PPP menyambut baik dukungan yang diberikan militer. PPP menyatakan, mereka tidak akan balas dendam terhadap junta yang telah menyingkirkan Thaksin.

”Saya berterima kasih kepada Jenderal Sonthi atas dukungannya kepada pemerintah baru dan saya ingin menegaskan kembali apa yang telah saya katakan sejak awal bahwa tidak akan ada balas dendam terhadap militer,” ujar juru bicara Thaksin, Noppadon Pattama, yang sekarang menjadi pejabat PPP.

Dukungan militer terhadap pemerintahan Samak agak di luar dugaan. Sebelumnya, media massa Thailand menduga Samak dan PPP akan terlibat perseteruan panjang dengan militer. Pasalnya, sejak masa kampanye, militer berupaya menghalangi PPP untuk memenangi pemilu. Kini, militer tampaknya bersikap realistis karena tidak mungkin lagi membendung para sekutu Thaksin untuk kembali berkuasa.

Cinta Thaksin

Ditanya apakah dukungan militer terhadap Samak diberikan setelah militer menyadari kudetanya terhadap Thaksin telah gagal? Sonthi membantah. Dia juga menegaskan bahwa tak akan ada lagi kudeta terhadap pemerintah.

”Secara pribadi saya kira kudeta tidak mungkin lagi terjadi sebab rakyat tidak akan mendukung kudeta,” katanya.

Tidak hanya memberikan dukungan kepada Samak, Sonthi juga mengatakan bahwa ia mencintai Thaksin. ”Kami masih mencintai satu sama lain dan persaudaraan kami masih utuh,” ujarnya.

Sonthi dan Thaksin sama- sama pernah dididik di sekolah lanjutan militer yang sama, tetapi pada waktu yang berbeda. Ikatan antarsesama lulusan sekolah militer merupakan bagian penting dalam persekutuan politik Thailand.

Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa sikap Sonthi berubah drastis terhadap Thaksin. Sebelumnya, dia pernah mengatakan khawatir akan keselamatannya selama menjabat sebagai panglima tentara di bawah Thaksin.

Pada bagian lain pernyataannya, Sonthi mengungkapkan bahwa dia telah berbicara tiga kali dengan Thaksin melalui telepon. Namun, lanjut dia, ia tidak membicarakan soal kepulangan Thaksin.

”Kami berbicara secara terus terang dan saling terbuka, tetapi kami tidak mendiskusikan (rencana) kepulangan Thaksin dan juga tidak membuat konsesi apa pun,” kata Sonthi.

Thaksin dan istrinya beberapa kali mengatakan akan segera pulang ke Thailand untuk menghadapi kasus korupsi.

Dia menambahkan, percakapan lewat telepon dengan Thaksin diatur oleh orang yang menaruh perhatian pada situasi Thailand. Namun, dia tidak menjelaskan identitas orang tersebut. (AFP/BSW)

Samak Sundaravej, Pengawal Kepulangan Thaksin



Selasa, 29 Januari 2008 | 13:43 WIB

BANGKOK, SELASA - Perdana menteri Thailand terguling Thaksin Shinawatra akhirnya punya kawan di dalam negeri yang bakal mengamankan kepulangannya kelak.

Tokoh itu adalah Samak Sundaravej, Ketua Partai Kekuatan Rakyat (People Power Party/PPP) yang dipilih sebagai perdana menteri baru akan mulai bekerja awal pekan depan.

Samak, politisi veteran berusia 72 tahun telah berjanji akan membawa pulang Thaksin, meski pemilik klub sepak bola Inggris Manchester City itu akan menghadapi sejumlah dakwaan di pengadilan. Samak mendulang 310 suara di parlemen, Senin (28/1) mengalahkan pemimpin oposisi Abhisit Vejjajiva dari Partai Demokrat.

Ia akan mulai bekerja dan membentuk kabinet begitu raja Bhumibol Adulyadej memberikan kuasa kepadanya. Formalitas ini akan dilakukan dalam beberapa hari mendatang.

Samak mengatakan kabinetnya akan siap pada 6 Februari dan berjanji akan memasang ekonom kaliber tinggi untuk mendongkrak perekonomian Thailand. "Menteri keuangannya bakal kapabel, pintar dan profesional. Ia orang dalam partai, namun bisa diterima semua pihak," ujar Samak. Namun ia menolak menyebutkan namanya.

Setelah terpilih, Samak berbelanja di pasar ikan. Kepada para wartawan ia mengatakan tidak akan ada perayaan kemenangan. "Saya akan melanjutkan kehidupan normal saya. Tidak ada waktu untuk bulan madu," ujar Samak.

Sebelum kemenangan PPP akhir 2007, Thaksin memprediksi bisa pulang begitu pemerintahan Samak terbentuk. Namun pekan lalu, Pojaman, istri Thaksin mengatakan suaminya tidak akan pulang sampai Mei. Agaknya Thaksin ingin memanfaatkan kemenangan politiknya tanpa harus membuat marah para jenderal yang memusuhinya.

"Meski koalisi PPP mengambil alih pemerintahan, bukan berarti Thaksin akan pulang sebelum Mei," kata juru bicara Thaksin Noppadon Pattama.

Pro-Thaksin Berhasil Bentuk Koalisi



Jumat, 18 Januari 2008 | 12:50 WIB

BANGKOK, JUMAT - Partai Kekuatan Rakyat (PPP) akhirnya mampu menggalang dukungan dari lima partai kecil lain untuk membentuk kabinet. Namun partai pendukung mantan perdana menteri Thaksin Shinwatra ini masih menunggu putusan pengadilan yang mungkin akan merevisi kemenangan mereka dalam pemilu lalu.

Sekretaris Jenderal PPP Surapong Suebwonglee mengatakan akan membuat pengumuman resmi tentang koalisi itu Sabtu (19/1). Namun sebelum itu PPP harus menghadapi putusan pengadilan soal legalitas PPP sebagai partai untuk Thaksin.

Seperti diketahui, PPP adalah reinkarnasi Partai Thai Rak Thai yang dibubarkan junta militer dan Thaksin dilarang terlibat dalam politik selama lima tahun. Usai pemilu 23 Desember 2007, Partai Demokrat mengajukan gugatan karena menganggap PPP tetap menjadi kendaraan bagi Thaksin. Putusan pengadilan akan keluar Jumat siang ini.

Bila pengadilan memutuskan Thaksin menggunakan PPP sebagai kendaraan masuk ke dunia politik lagi, hasil pemilu bisa dibatalkan dan proses pemungutan suara diulang.

Surapong yakin putusan pengadilan akan positif bagi partainya. Ia tidak yakin pengadilan akan membatalkan hasil pemilu karena hal itu akan mengembalikan negara ke konflik politik. "Kami masih berharap menerima perlakuan yang adil," ujar Surapong.

Sejarawan dan pengamat Thailand, Chris Baker, mengatakan selama ini pengadilan jarang menentang angin politik yang sekarang menguntungkan PPP. "Jadi, saya perkirakan putusan pengadilan akan mengikuti kecenderungan itu," ujar Baker.

Sementara itu dilaporkan juga bahwa militer sedang mempersiapkan diri menyambut kekuasaan PPP. Media melaporkan militer sedang mengatur posisi sejumlah jenderal, misalnya untuk kepala staf angkatan bersenjata dan menteri pertahanan.

"Tampaknya, militer sedang dalam proses mengamankan diri untuk menghadapi kemungkinan balas dendam begitu pengikut Thaksin berkuasa," kata Baker.

Mahathir: Badawi Berkuasa Sekali Saja



Rabu, 30 Januari 2008 | 18:20 WIB

KUALA LUMPUR, RABU - Ketidaksenangan Mahathir Mohamad terhadap penggantinya Abdullah Ahmad Badawi semakin jelas. Mantan perdana menteri (PM) Malaysia itu tidak ingin Badawi terlalu lama berkuasa dengan mencalonkan diri untuk periode kedua.

Sebelumnya Badawi mengungkapkan akan mengikuti pemilu yang rencananya akan digelar Maret. Kalau menang, ia akan memimpin Malaysia satu periode lagi.

Ketidaksukaan Mahathit itu jelas terlihat saat mengatakan, ia telah salah memilih Badawi. Ia seharusnya membuka peluang juga bagi Najib Razak, wakil perdana menteri. "Pemikiran saya, karena (Badawi) lebih tua dari Najib, dia seharusnya menjadi PM untuk satu periode, lalu Najib harus mampu menggantinya," ujar Mathathir dalam sebuah jumpa pers, Rabu (30/1).

"Saya tahu, butuh waktu untuk menjalankan rencana dan proyek-proyek. Tetapi saya pikir, kalau itu dijadikan alasan untuk mempertahankan kekuasaan sampai 18 tahun lagi, itu sangat tidak bisa diterima," imbuhnya.

Badawi menang telak dalam pemilu 2004, karena publik terkesan dengan janji kampanyenya untuk memberantas korupsi. Namun sejak itu ia malah dikritik habis-habisan karena tidak berbuat apa-apa. Popularitasnya juga menurun tajam.

Dalam beberapa bulan terakhir ia menghadapi gelombang protes kelompok imigran keturunan India yang merasa kena diskriminasi. Ia juga mendapat serangan soal reformasi pemilu dan meningkatnya harga makanan dan bahan bakar.

"Mereka melihat pemerintahan yang mundur dan mereka ingin mengambil keuntungan," kata Mahathir merujuk pada aksi demonstrasi yang tidak mungkin terjadi dalam masa pemerintahannya yang berakhir 2003. Mahathir sebenarnya juga memerintah lebih dari dua dekade.

Badawi bisa memimpin Malaysia karena ditunjuk Mahathir. Namun setelah berkuasa, Badawi malah menghentikan sejumlah proyek kesayangan Mahathir yang disebutnya beraroma nepotisme dan korupsi serta salah urus.

Wednesday, January 30, 2008

Soeharto, ASEAN, Stabilitas Regional


Salah satu sumbangan mendiang mantan Presiden Soeharto yang dikenang pemimpin Asia Tenggara adalah pemulihan dan pembangunan kestabilan kawasan.

Pak Harto tampil sebagai pemimpin ketika kawasan sedang dililit konfrontasi Indonesia-Malaysia. Pengakhiran konfrontasi dan pemulihan hubungan dengan Malaysia kemudian diikuti dengan pendirian ASEAN, Agustus 1967, yang menjadi pilar kestabilan kawasan.

Ketika Pak Harto berpulang, sumbangan inilah yang banyak diingat oleh para pemimpin tidak saja di Asia Tenggara, tetapi juga di Asia Pasifik.

Sebagai salah seorang pendiri ASEAN, Soeharto dinilai memiliki visi kepeloporan untuk membangun kawasan Asia Tenggara yang lebih damai, maju, dan makmur, dan didasarkan pada saling menghormati dan pengertian. Itulah yang disampaikan Presiden Filipina Gloria Macapagal Arroyo.

Sementara Perdana Menteri Australia Kevin Rudd menilai Soeharto punya pengaruh dalam mendorong pembangunan di lingkungan ASEAN, dan selain itu juga forum Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik (APEC).

Dua catatan di atas kiranya bisa menyegarkan ingatan kita tentang apa yang diakui masyarakat internasional sebagai kontribusi pemimpin Indonesia yang baru saja tutup usia.

Adanya perdamaian dan stabilitas di kawasan ini jelas amat dihargai karena tanpa itu sulit bagi negara-negara di kawasan untuk memusatkan diri menjalankan pembangunan.

Dalam hal politik regional, kita tahu bahwa potensi konflik terus ada bahkan setelah Perang Dingin usai. Konflik yang merebak di Kamboja di paruh kedua 1970-an menjadi contoh nyata, dan di sini pun Indonesia di bawah Pak Harto banyak mengambil inisiatif perdamaian melalui Pertemuan Informal Jakarta (JIM).

Dengan bermodal stabilitas, negara-negara kawasan dapat dengan tenang melakukan pembangunan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Vietnam yang dulu terlilit dalam perang panjang kini tampil sebagai salah satu pusat pertumbuhan kawasan.

Persaingan yang makin ketat sekarang ini boleh jadi akan memaksa bangsa-bangsa Asia Tenggara mengubah diri menjadi bangsa unggul. Akan tetapi, tanpa didasari oleh falsafah yang bisa dipercayai bangsa-bangsa lain, bisa jadi persaingan mudah menjadi konflik.

Pendekatan musyawarah yang sering dikedepankan Pak Harto dalam mengelola permasalahan regional, khususnya di dekade sulit 1980-an, terbukti banyak memberi kesejukan, meskipun dewasa ini banyak urusan yang perlu ditangani secara lugas.

***

Gaung Kepergian Pak Harto

Selama 24 hari dirawat di Rumah Sakit Pusat Pertamina, Jakarta, sosok Pak Harto, presiden kedua RI, terus-menerus diberitakan dan disiarkan.

Sejak meninggal hari Minggu sampai pemakamannya di Astana Giribangun, Karanganyar, Jawa Tengah, laporan media mencapai klimaksnya. Berlakukah apa yang oleh sosiolog media Marshall McLuhan ”the extension of men”. Media meluaskan sosok orang yang diliputnya. Semakin besar pribadi subyek peliputan, semakin luas dan lama pula ekstensinya. Masuk akal jika pemberitaan tentang kepergian Soeharto akan lama dan jauh gaungnya. Tidak mengherankan jika gaung itu berusaha menempatkan sosok dan kinerjanya yang masih relevan.

Kebetulan kini kita dihadapkan pada persoalan penyediaan berbagai bahan pokok pangan. Masuk akal jika keberhasilan swasembada pangan dalam masa pemerintahan Pak Harto menarik perhatian. Namun, Pak Harto tidak konsisten dalam mengembangkan pertanian. Ia terbawa jauh godaan mengembangkan teknologi tinggi.

Meski demikian, keberhasilan bisa ditempatkan pada kerangka pendekatan masalah yang berlaku masa itu, yakni adanya perencanaan, dirumuskannya kebijakan yang jelas, serta dilaksanakannya kebijakan itu secara konsisten. Dari masa lalu, kita belajar dari keberhasilan, kita belajar pula dari kegagalannya.

Perencanaan dalam sistem pemerintahan sekarang juga ada, tetapi tidak seeksplisit masa itu, tidak pula berlaku rencana jangka panjang, rencana jangka menengah, dan rencana tahunan.

Bagaimana perihal bekerjanya pemerintahan yang konsisten, efektif, dan efisien? Pemerintahan yang terkoordinasi dengan baik dan karena itu juga efektif? Kita akui juga, kondisi peralihan sistem pemerintahan dalam konteks demokrasi dalam pembangunan—democracy in the making—tidaklah membantu.

Namun, justru kenyataan itu harus kita kenali, perhitungkan dan buat sepositif mungkin. Sepositif mungkin bagi terselenggaranya pemerintahan yang efektif. Lagi pula hal-hal yang mengandung kendali semacam itulah, maka ditegaskan menyelenggarakan pemerintahan bukanlah sekadar keahlian, tetapi sekaligus seni.

Pendekatan apa yang di antaranya meninggalkan kesan dari periode itu? Pemerintah sebagai pemimpin bekerja dan berupaya keras melibatkan masyarakat yang terdiri dari berbagai pekerjaan, kelompok kepentingan. Misalnya secara periodik dan di mana perlu sesuai dengan pekerjaan dan kepentingan masyarakat diberi latar belakang permasalahannya. Tugas yang dihadapi pemerintah dan pemerintahannya dalam banyak hal bukanlah mengambil keputusan yang baik atau buruk, tetapi yang kurang buruk. Pilihannya bukan baik atau buruk, tetapi yang buruk dan yang kurang buruk.

Almarhum Pak Kasimo, tokoh politik sezaman Moh Roem, menggunakan istilah nimus malum yang kurang buruk. Sekali lagi, ulasan ini ikut menumpang pada resonansi kepergian presiden kedua RI, Soeharto.

Soeharto dan ASEAN


Selasa, 29 januari 2008 | 02:39 WIB

CPF Luhulima

Suatu Asia Tenggara yang terintegrasi. Gagasan itu, 39 tahun kemudian, tertuangkan dalam Bali Concord II (2003) dan dilegalisasi dengan ASEAN Charter 2007. Itulah yang dicanangkan Soeharto dalam pidato kenegaraan pertama, 16 Agustus 1966.

Asia Tenggara yang diidam- idamkan Soeharto ialah suatu Asia Tenggara yang integrated, yang ”merupakan benteng dan pangkalan paling kuat” untuk ”menghadapi pengaruh atau intervensi dari luar”.

Soeharto memberi prioritas utama pada hubungan yang ”dekat dan harmonis” pada penggalangan kerja sama yang mantap dengan negara tetangga, sebab di sinilah terletak ”kepentingan nasional paling vital”. Karena itu, ”penciptaan kestabilan dan kerja sama regional di Asia Tenggara akan mendapat prioritas tinggi”.

Ketahanan regional

Corak regionalisme Asia Tenggara ini ialah variabel bergantung, bentuk regionalisme yang mengabdi pada kepentingan negara masing-masing anggota dengan mengembangkan ketahanan nasional dan memuncak pada ketahanan regional.

Corak Asia Tenggara yang integrated, yang bagi Soeharto harus dibangun atas ketahanan nasional dan regional, dituangkan dalam Perjanjian Persahabatan dan Kerja Sama Asia Tenggara 1976: Perhimpunan ini tidak boleh mengganggu ”kemerdekaan, kedaulatan, persamaan, keutuhan wilayah, dan kepribadian nasional” tiap bangsa di Asia Tenggara; bahwa tiap negara harus dapat ”melangsungkan kehidupan nasionalnya, bebas dari campur tangan, subversi atau tekanan dari luar”; bahwa tidak ada campur tangan ”mengenai urusan dalam negeri satu sama lain”; bahwa ”tiap perselisihan atau persengketaan harus diselesaikan dengan cara damai”; dan bahwa ”setiap pengancaman dengan kekerasan atau penggunaan kekerasan” tidak dapat dibenarkan.

Corak regionalisme inilah yang dipegang teguh Komunitas Keamanan ASEAN yang diikrarkan di Bali tahun 2003. Corak regionalisme ini juga menciptakan modus pengambilan keputusan tentang masalah-masalah Asia Tenggara, yaitu musyawarah dan mufakat, yang berangkat dari denominator paling rendah yang disetujui bersama untuk melanjutkan proses negosiasi menuju permufakatan.

Proses pencarian denominator berdasar musyawarah-mufakat ini, sejak pembentukan ASEAN mengalami perubahan di tahun 1990an, saat globalisasi melanda dunia. Persetujuan untuk membangun wilayah perdagangan bebas ASEAN berubah bentuk dari pencarian persetujuan atas dasar denominator yang paling rendah tanpa menentukan sasaran waktu pencapaian menjadi bentuk kerja sama dengan penentuan sasaran waktu yang jelas.

Soeharto menyadari, pendekatan pencarian lowest-common- denominator dan maju secara berjenjang mencapai wilayah perdagangan bebas ASEAN tidak dapat dipertahankan dalam bentuk semula. Sejak awal 1990an upaya meraih bentuk-bentuk kerja sama meningkat menjadi penentuan tahun sasaran. Daerah perdagangan bebas ASEAN harus diraih 1 Januari 2008, lalu tahun 1994, dipercepat menjadi 1 Januari 2003.

Visi satu ASEAN

Pada KTT ASEAN Informal II di Kuala Lumpur, Malaysia, para kepala negara/pemerintah ASEAN memutuskan untuk menggariskan visi suatu ASEAN sebagai ”a concert of Southeast Asian nations, outward looking, living in peace, stability and prosperity, bonded together in partnership in dynamic development and in a community of caring societies” di tahun 2020.

Inti Concert of Southeast Asian Nations ini dituangkan dalam suatu komunitas ASEAN yang terdiri atas tiga tonggak: tonggak politik dan keamanan; tonggak ekonomi; dan tonggak sosial-budaya yang harus dapat dicapai tahun 2020, tetapi lalu diajukan capaiannya tahun 2015.

Visi ASEAN 2020 dibuahkan Soeharto sebagai Presiden RI, tetapi komunitas ASEAN sudah tidak lagi karena kekuasaannya digantikan Habibie. Meski demikian, warisan Soeharto dalam ikut mencetuskan ASEAN serta cara dan bentuk pengembangan dan peraihannya dari tahun pembentukannya sampai lengser sebagai Presiden Indonesia tahun 1998 amat berbelas dalam inti ASEAN 2020.

Hingga kini tampaknya belum ada pemimpin Indonesia yang dapat memikul beban ”pengintegrasian” Asia Tenggara dengan visi yang jauh ke depan sebagaimana diperlihatkan Soeharto dalam politik luar negeri Indonesia sejak 1966 sampai 1998.

CPF Luhulima Pemerhati Masalah Internasional

Bisnis Hindari Malaysia



AP photo/Lai Seng Sin / Kompas
Etnis India Malaysia, yang terkenal dengan julukan Keling, mulai melakukan aksi mogok makan di sebuah kuil Hindu di Port Klang, di pinggiran ibu kota Kuala Lumpur, Senin (21/1). Mereka melakukan mogok makan atas tindakan diskriminatif Pemerintah Malaysia.
Jumat, 25 januari 2008 | 03:48 WIB

HongKong, Kamis - Mantan Wakil Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim mengatakan, secara ekonomi Malaysia kehilangan daya saing karena masih menjalankan kebijakan-kebijakan yang hanya menguntungkan warga Melayu. Kebijakan ini dianggap diskriminatif oleh komunitas China dan India di negara itu.

”Kebijakan itu sudah usang.... Kami akan kehilangan daya saing kami. Malaysia sekarang kurang kompetitif dibandingkan (Malaysia) pada tahun 1990-an,” ujar Anwar, Kamis (24/1), kepada wartawan di Hongkong.

”Kita telah kehilangan investasi asing. Kita telah kehilangan pertumbuhan. Kita telah kehilangan daya tarik yang merupakan kunci bagi sebuah pasar yang sedang tumbuh,” kata tokoh oposisi utama Malaysia ini.

Menurut data Japan Bank for Internasional Cooperation, ada enam perusahaan Jepang yang keluar dari Malaysia dan pindah ke China, Thailand, atau Vietnam pada tahun 2007.

Anwar mengatakan, Malaysia kini tidak hanya kalah bersaing dengan China dan India, tetapi juga Vietnam, Thailand, dan Indonesia. Semua itu karena kebijakan-kebijakan Malaysia yang usang.

”Jika Anda tetap mengikuti agenda ini, Anda tidak hanya mengorbankan etnis China dan India, tetapi juga etnis Melayu,” ujar Anwar.

Malaysia berpenduduk sekitar 25 juta jiwa. Sebanyak 60 persen di antara mereka adalah etnis Melayu, 25 persen China, 10 persen India, sisanya etnis lain-lain. Sejak tahun 1972, Pemerintah Malaysia membuat kebijakan pro-Melayu atau biasa disebut bumiputra hampir di semua bidang. Pemerintah beralasan kebijakan tersebut diambil untuk mengurangi kesenjangan ekonomi antara etnis Melayu dan China.

Sejak saat itu orang-orang Melayu mendapat hak khusus untuk menduduki posisi strategis di perusahaan-perusahaan. Etnis Melayu juga diberi peluang memiliki saham 30 persen, terutama di perusahaan yang tercatat di bursa.

Secara ekonomi, kebijakan ini bisa mengangkat posisi etnis Melayu. Namun, secara sosial kebijakan ini menimbulkan ketegangan antaretnis. Saat ini, etnis minoritas, seperti China dan India, mulai secara terbuka menggugat kebijakan tersebut karena dianggap diskriminatif. Mereka juga mengkritik etnis Melayu yang mereka anggap bersikap rasis dan superior.

Dalam beberapa bulan terakhir, Malaysia diguncang unjuk rasa etnis. Puncaknya terjadi akhir November lalu di mana sekitar 10.000 warga Malaysia dari etnis India menuntut persamaan hak dengan etnis lain. Mereka juga menuntut Pemerintah Malaysia segera mengakhiri kebijakan pro-Melayu yang akan diperpanjang hingga tahun 2020.

Polisi berhasil membubarkan massa demonstran dengan pentungan, gas air mata, dan semprotan air bercampur bahan kimia. Menyusul unjuk rasa itu, polisi menangkap sekitar 400 demonstran. Setengah dari jumlah itu kemudian dilepas setelah identitas pribadi mereka dicatat.

Krusial

Anwar menambahkan bahwa pemilu mendatang yang diperkirakan berlangsung bulan Maret akan sangat menentukan masa depan Malaysia. ”Jika pemilu berlangsung bebas dan jujur, pemilu ini akan menjadi sebuah momen menentukan bagi negara,” ujar Anward dalam konferensi pers yang diadakan Komisi HAM Asia yang berbasis di Hongkong.

Dia yakin, jika pemilu jujur, Partai Keadilan yang secara formal dipimpin istrinya, akan mengalahkan Organisasi Nasional Melayu Bersatu (UMNO) tempat PM Abdullah Ahmad Badawi bernaung. (REUTERS/BSW)

Obama di Atas Angin


EPA/MICHAL CZERWONKA /Kompas
Senator Illinois, Barack Obama yang juga kandidat presiden AS dari Partai Demokrat, berbicara di depan pendukungnya di Columbia, South Carolina, Minggu (20/1). Obama diperkirakan unggul atas Hillary Clinton pada pemilihan di South Carolina, 26 Januari nanti.
Selasa, 22 januari 2008 | 03:15 WIB

Columbia, Senin - Kandidat presiden dari Partai Demokrat, Barack Obama, seolah berada di atas angin atas pesaing terberatnya, Hillary Clinton, menjelang pemilihan pendahuluan di South Carolina, 26 Januari. Obama mendapat keuntungan karena setengah dari pemilih di negara bagian ini adalah warga kulit hitam.

Obama yang bermimpi menjadi orang kulit hitam pertama yang menjadi presiden Amerika Serikat, menurut survei Mason Dixon, akan mendapatkan dukungan 56 persen warga kulit hitam di South Carolina. Bandingkan dengan Hillary yang hanya mendapatkan dukungan 25 persen, dan John Edwards yang memperoleh 2 persen suara pemilih kulit hitam.

Namun, Hillary masih bisa tersenyum karena dia diperkirakan mendapat dukungan 39 persen suara pemilih kulit putih di negara bagian itu. Obama dan Edwards diperkirakan memperoleh 28 persen dan 20 persen suara pemilih kulit putih.

Menurut situs RealClearPolitics.com, secara keseluruhan Obama akan memimpin perolehan suara di South Carolina sebesar 10 persen.

Dengan dukungan sebesar itu, pemilihan di South Carolina sudah semestinya dimenangi Obama. Sebelumnya, Obama telah memenangi pemilihan di Iowa. Namun, dia dikalahkan Hillary dalam pemilihan di New Hampshire dan kaukus Nevada.

Untuk mengamankan dukungan yang ada, Minggu (20/1), Obama muncul di Gereja Baptis Ebenezer Atlanta, Georgia. Gereja ini merupakan tempat tokoh kulit hitam Martin Luther King mengemukakan hak-hak sipil.

"Saya minta Anda berjalan bersama saya, dan berbaris bersama saya, dan memberikan suara kepada saya," ujar senator Illinois dalam kunjungan yang sarat simbol itu.

Ambil hati

Seolah tidak kalah dengan Obama, Hillary juga berupaya membujuk pemilih kulit hitam untuk memberikan suara kepadanya. Senator New York yang ingin menjadi presiden perempuan pertama AS ini akan ambil bagian dalam kebaktian gereja dan peringatan hari ulang tahun Martin Luther King. Setelah itu, dia akan berhadapan dengan Obama dalam acara debat terbuka yang ditayangkan televisi.

Seperti Obama, Hillary juga berupaya merebut hati jemaat gereja dari kalangan kulit hitam. Di New York, Hillary menerima dukungan Reverend Calvin Butts, pendeta Gereja Baptis Afrika-Amerika tertua di New York.

Pada kesempatan itu Butts mengatakan, seseorang bertanya kepadanya, "mengapa sebagai warga kulit hitam saya memilih mendukung seorang perempuan kulit putih?"

"Umat yang dikasihi... bagi saya, keputusan ini bukan dan tidak akan didasari oleh masalah ras," ujar Butts.

Di kubu Republik, kandidat Mitt Romney dan Rudy Giuliani terus melancarkan serangan terhadap John McCain menjelang pemilihan pendahuluan di Florida tanggal 29 Januari.

Giuliani yang belum memenangi satu pemilihan pun menuduh McCain mendukung Partai Demokrat ketika menolak pemotongan pajak tahun 2001 dan 2003 yang diputuskan Presiden George W Bush. Sementara Romney menggambarkan McCain sebagai orang dalam Washington.(AP/AFP/REUTERS/BSW)

Saturday, January 26, 2008

AS dan Perdamaian Israel-Palestina


Jumat, 18 januari 2008 | 02:39 WIB

Broto Wardoyo

Untuk perdamaian Israel-Palestina, apa yang bisa dilakukan Bush dalam sisa waktu dua tahun kepemimpinannya?

Pertanyaan ini menjadi tema sentral seiring kunjungan Presiden AS ke Israel dan Palestina, beberapa minggu setelah keberhasilan perundingan di Annapolis, yang menandai kembalinya proses negosiasi Israel-Palestina. Banyak pihak menilai, Annapolis sebagai salah satu cara Bush lari dari kegagalan di Irak. Kekalahan di Irak tidak lepas dari pengaruh Iran di negeri Babel.

Tidak heran jika banyak analis, terutama Arab, mengaitkan perubahan fokus kebijakan AS dalam kebijakan Timur Tengah dari Irak ke Palestina, terkait upaya membangun ulang tata kawasan untuk membendung Iran. Membangun Palestina bisa menarik dukungan dunia Arab mengikuti kehendak AS dalam kampanye anti-Iran.

”Amerika yang lain”

Membangun penataan kawasan ini menjadi tema sentral kebijakan AS di Timur Tengah. Sejak akhir Perang Dunia II, keterlibatan AS kian besar. Keberhasilan membendung Uni Soviet selama Perang Dingin lalu keberhasilan membongkar tabu Dunia Arab untuk berdamai dengan Israel dalam Camp David.

Pelaksanaan konferensi Madrid juga menandai kelanjutan kebijakan AS di kawasan. Bagaimana usaha AS merekatkan Israel dengan negara-negara Arab dipertegas dalam demokratisasi di kawasan yang mulai dilaksanakan pertengahan 1990-an.

Dalam paradigma ini, penekanan lebih muncul pada upaya membangun ”Amerika yang lain” di kawasan. Menerapkan standar baku ala Amerika untuk menggantikan nilai-nilai lokal Timur Tengah dengan asumsi, standar itulah yang akan mampu menciptakan perdamaian dan memberi kemakmuran. Dampaknya, benturan dengan nilai-nilai lokal banyak bermunculan dan menimbulkan beragam persoalan dalam penerapan kebijakan AS sendiri, termasuk dalam proses perdamaian Israel-Palestina.

Salah satu kritik terhadap mediasi AS sepanjang proses perdamaian adalah minimnya komitmen untuk memaksakan perdamaian karena kedekatan AS-Israel. Ini muncul bukan karena kuatnya lobi Israel dalam politik AS, namun juga karena penilaian, Israel sudah bertransformasi menjadi ”Amerika yang lain” di kawasan. Dampaknya, AS terlihat enggan memaksa Israel pada isu-isu sensitif.

Dalam beberapa level, keengganan ini juga dikenakan terhadap Palestina (Arab) dalam kebutuhan membangun ”Amerika yang lain” di dunia Arab. Tidak adanya ketegasan AS terhadap sikap lunak Otoritas Palestina dalam mengatasi aneka gerakan bersenjata yang berpotensi mengganggu perdamaian muncul karena adanya kebutuhan untuk tidak memprovokasi munculnya nilai-nilai lokal yang antistandar baku ala Amerika. Hanya dalam keadaan di mana konflik nilai tidak lagi terelakkan, AS bersikap keras dan tegas seperti mereka tunjukkan dalam penolakan terhadap pemerintahan Hamas.

Selama tidak ada perubahan paradigma kebijakan AS di Timur Tengah—termasuk dalam proses perdamaian Israel-Palestina—dari yang selama ini dijalankan, maka hampir bisa dipastikan tidak akan ada pencapaian maksimal dalam proses perdamaian.

Kebutuhan lokal

AS harus mulai berpikir untuk menyeimbangkan aneka kebijakannya, terutama dalam proses perdamaian Israel-Palestina, dengan kebutuhan lokal. Dengan kata lain, memikirkan pula nilai dan standar lokal dalam memaksakan proses perdamaian.

Proses perdamaian Israel-Palestina hanya akan bisa diupayakan dengan adanya mekanisme pemaksaan. Hal ini karena besarnya gap antara kebutuhan Israel dan Palestina sehingga harus ada cara pandang ketiga yang diusulkan untuk menjembatani gap itu. Pola ini hanya diadopsi AS dalam perundingan di Camp David II tahun 2000, namun kemudian ditarik karena banyaknya penolakan dari Israel dan Palestina (Daniel Kurtzer, The US must get tough in promoting Arab-Israeli peace effors dalam Palestine-Israel Journal of Politics, Economics, and Culture 13(4), 2007: 21). Menjelang akhir masa jabatannya, Clinton kembali mengusulkan parameter penyelesaian (Clinton paramaters) yang secara otomatis gugur pada pemerintahan Bush. Dua upaya itu, meski belum maksimal, merupakan beberapa contoh upaya mencari keseimbangan.

Kemauan untuk tidak hanya memikirkan kebutuhan AS, namun juga melibatkan kebutuhan lokal dalam mediasi, merupakan pekerjaan rumah pertama yang harus diselesaikan Bush. Mendirikan negara Palestina bukan perkara sulit, namun mempertahankan eksistensinya dalam lingkungan yang damai amat sulit dilakukan. Untuk itu dibutuhkan keseimbangan antara kebutuhan AS dan nilai-nilai lokal.

Broto Wardoyo Pengajar di Departemen Ilmu HI, UI; Manajer Program Center for International Relations Studies (CIReS), UI

Wednesday, January 16, 2008

Peristiwa' Kudeta Mekkah' 1979 Memicu Munculnya Kelompok Militan




Jakarta-RoL-- Peristiwa "Kudeta Mekkah", yaitu penguasaan atas Masjidil Haram di kota Mekkah pada 20 November 1979 oleh sejumlah orang yang dipimpin Juhaiman al Utaibi, memicu munculnya berbagai kelompok militan yang eksis hingga kini.

Hal tersebut terungkap dalam seminar dan bedah buku "Kudeta Mekkah: Sejarah yang Tak Terkuak" yang diselenggarakan di Aula Pusat Kegiatan Mahasiswa Universitaa Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Rabu.

Buku yang diterjemahkan dari hasil karya wartawan The Wall Street Journal berdarah Ukraina, Yaroslav Trofimov itu menuturkan tentang peristiwa tersebut yang hingga kini dianggap masih belum banyak diketahui oleh banyak pihak, termasuk oleh umat Islam sendiri.

Menurut Yaroslav dalam bukunya, peristiwa "Kudeta Mekkah" sebenarnya adalah akar sejarah dari munculnya berbagai kelompok militan seperti Al Qaeda. Hal ini antara lain karena ketidaksetujuan kelompok tersebut kepada pemerintahan Arab Saudi yang menurut mereka tidak Islami.

Salah satu pembicara, pengamat intelijen Wawan Purwanto mengemukakan, peristiwa tersebut memang dapat mengilhami dan menginspirasikan berbagai kelompok yang menggunakan ideologi kekerasan.

Sedangkan penerjemah "Kudeta Mekkah", Saidiman memaparkan, peristiwa penguasaan Masjidil Haram juga dikerjakan pelaku dengan menggunakan jargon-jargon teologis dan didukung oleh sejumlah ulama di negara yang kerap disebut menerapkan paham Wahhabi itu.

Mengenai adanya kaitan paham Wahhabi (diambil dari nama ulama Arab abad ke-18 Muhammad bin Abdul Wahhab) dengan peristiwa itu, tokoh Islam Salafi Abdurrahman menolak keras pendapat tersebut dan menganggap bahwa orang yang melakukan penyerangan tersebut hanyalah oknum. "Kata Wahhabi atau Wahhabisme itu juga awalnya adalah istilah yang dibuat oleh pemerintah kolonial Inggris," kata Abdurrahman.

Selain itu, ia juga menolak anggapan bahwa peristiwa "Kudeta Mekkah" tidak banyak diketahui oleh masyarakat karena sejumlah literatur telah banyak yang mengulas hal tersebut. Sementara itu, anggota DPR dari Fraksi Pelopor Bintang Demokrasi, Ali Mukhtar Ngabalin, menyorot tentang adanya aspek intervensi luar negeri dan faktor ketidakmampuan pemerintah Arab Saudi dalam mengatasi peristiwa "Kudeta Mekkah" secara mandiri. antara/mim

TAJUK RENCANA


Hubungan Dua Raksasa Asia

Ketika seorang kepala negara atau pemerintahan mengunjungi sebuah negara lain, ini pasti sebuah peristiwa penting, bukan rutin belaka.

Karena itu, kunjungan tiga hari, dimulai hari Senin lalu, PM India Manmohan Singh ke China, tentu sebuah kunjungan yang penuh arti. Apalagi, India dan China merupakan dua raksasa Asia. Membaik atau memburuknya hubungan keduanya akan memengaruhi situasi dan kondisi kawasan.

Dua raksasa Asia ini—jika penduduk kedua negara digabung akan berjumlah sekitar 2,4 miliar jiwa atau kira-kira sepertiga penduduk dunia—memiliki hubungan yang naik turun. Bahkan, kedua negara pernah terlibat konflik perbatasan (1962) dan sebelas kali mengadakan perundingan untuk mengakhiri konflik tersebut.

Upaya untuk membangun hubungan yang baik dimulai oleh PM Jawaharlal Nehru yang pada bulan Oktober 1954 mengunjungi China. Ia menjadi petinggi India pertama yang mengunjungi China. PM India kedua yang mengunjungi China adalah Rajiv Gandhi (1988). Tahun 1993, PM Narasimha Rao berkunjung ke China dan Atal Behari menjadi PM India keempat yang mengunjungi China. Dan, kini, Manmohan Singh menjadi PM India kelima yang mengunjungi negara yang dulu disebut "Negeri Tirai Bambu" itu.

Pernah suatu masa China dirasakan sebagai ancaman bagi India, karena itu hiduplah teori "Ancaman China". Teori ini berangkat dari kenyataan bahwa China dikategorikan sebagai "Kekuatan Besar", yang memiliki nuklir, dan anggota tetap Dewan Keamanan PBB. Faktor lain yang mengintimidasi India adalah pertumbuhan ekonomi China yang fenomenal, 11 persen (pertumbuhan ekonomi India 9 persen); modernisasi kekuatan militer; bantuan teknologi nuklir pada India, rudal, dan senjata konvensional.

China pun merasa terganggu dengan kekuatan nuklir India. Tahun 1998, Presiden China Jiang Zemin bersikap sama dengan Presiden AS Bill Clinton, mengecam uji coba nuklir India. Menurut Jiang, uji coba itu mengancam rezim nonproliferasi nuklir internasional. Di balik kecaman itu, Beijing sebenarnya enggan mengakui kenyataan bahwa India telah menjadi negara nuklir.

Karena itu, negara-negara di kawasan, termasuk Indonesia, berharap hubungan kedua negara sebagai dua kekuatan besar ekonomi di Asia makin harmonis, saling mengisi. Tercapainya kesepakatan untuk meningkatkan kerja sama yang lebih besar di bidang pertahanan dan perdagangan menjadi pertanda baik bagi makin membaiknya hubungan kedua negara. Dan, pada gilirannya akan berdampak positif bagi negara-negara di kawasan.

Tuesday, January 15, 2008

Barack Obama
Anggota Keluarga di Kenya Menanti dengan Penuh Harap

Dari sebuah desa yang dikelilingi pohon mangga dan mimosa, perkembangan proses perlombaan menuju jabatan utama Gedung Putih diamati dengan saksama. Anggota keluarga Barack Obama mengikuti dengan cermat apa yang dialami bakal calon presiden AS itu. Kekalahan tipisnya di New Hampshire dianggap kemunduran sementara saja.

"Dia masih memiliki peluang bagus," kata Said Obama (41), paman senator Illinois itu, setelah mendengar berita di radio hari Rabu pagi.

Hasil dari pemilihan pendahuluan di New Hampshire baru menjadi jelas lewat tengah malam di Kenya dengan Obama berada di tempat kedua, tak jauh di belakang Hillary Clinton. "Saya masih penuh semangat dan siap untuk meneruskan," katanya kepada para pendukungnya.

Said Obama juga sama optimistisnya. "Menurut saya, itu bukanlah suatu kemunduran besar karena ia pernah berada di belakang Hillary. Kalau dia tipe orang yang mudah menyerah, dia pasti telah mundur waktu itu," katanya.

Ayah kandidat presiden AS dari Partai Demokrat itu, juga bernama Barack Obama, memenangi sebuah beasiswa ke sebuah universitas di Hawaii, di mana dia bertemu dan menikah dengan wanita kulit putih AS yang kemudian menjadi ibu senator AS itu. Keduanya berpisah dan ayah Obama kembali ke Kenya, di mana dia bekerja sebagai seorang ahli ekonomi pemerintah sampai dia tewas dalam sebuah kecelakaan lalu lintas tahun 1982. Makamnya terletak di sebuah pojok terpencil halaman rumah keluarga di Desa Kogelo di Kenya barat.

Di dalam rumah milik Sarah Hussein Obama, nenek Barack Obama, foto-foto kunjungan senator Illinois itu tahun 1987 dan 2006 berjajar di dinding berdampingan dengan sebuah posternya kala dia mencalonkan diri untuk Senat AS.

Desa Kogelo selamat dari kekerasan etnis dan politis yang meletus di Kenya setelah pemilu presiden 27 Desember lalu. Namun, desa itu hanya berjarak satu setengah jam dengan berkendaraan dari sebuah kota di mana bentrokan menyebabkan 500 orang tewas.

Nenek yakin

Sang nenek mengatakan, cucunya "penuh kejutan" dan akan bangkit kembali dari kekalahan di pemilihan pendahuluan New Hampshire untuk menjadi presiden AS kulit hitam pertama.

"Saya tahu cucu saya akan menjadi nomor satu karena dia sangat cemerlang," kata Sarah Hussein sambil mengeringkan jagung di halaman belakang rumahnya yang sederhana. "Dia menyimpan banyak rahasia dan penuh kejutan. Saya sangat yakin dia akan memenangi lomba ini dan menjadi presiden," kata sang nenek yang memakai baju dengan warna-warna cerah dengan suara serak.

Barack Obama yang sempat beberapa tahun tinggal di Indonesia kala kecil itu bertumbuh besar terutama di Hawaii dan tidak kenal betul ayahnya, tetapi pencalonannya menimbulkan minat di Kenya. Banyak orang Kenya menganggapnya salah seorang dari mereka yang berhasil jauh melebihi impian.

Charles Odhiambo, tukang ojek sepeda di Kogelo, mengatakan, seorang presiden Obama akan membawa bandara, air, dan rumah sakit ke Kenya. "Kalau dia menjadi presiden, kita akan dapat semua itu. Dia akan membelikan saya sebuah sepeda motor baru untuk menggantikan sepeda tua saya," kata ayah tiga anak berusia 30 tahun itu dengan senyum. (AP/Reuters/DI)

Kenya


Kofi Annan Menjadi Harapan


Nairobi, Kamis - Mantan Sekjen PBB Kofi Annan mengambil alih peran mediasi untuk mengatasi krisis politik di Kenya. Setelah mendengar keterlibatan Annan itu, pihak berseteru tergerak untuk bertemu.

Sejak pemilu 27 Desember, Kenya terjebak kerusuhan sektarian. Kemenangan Presiden Mwai Kibaki atas Raila Odinga dinyatakan kontroversial. Para diplomat selama berhari-hari mencoba merelai tetapi gagal.

Mediator dari Uni Afrika (UA), John Kufuor, yang juga Presiden Ghana dan Ketua UA, gagal membujuk dua tokoh Kenya berekonsiliasi. Karena itu, mantan Sekjen PBB Kofi Annan kini sedang mengambil alih peran mediasi itu.

"Kedua belah pihak setuju mengakhiri aksi kekerasan," kata Kufuor yang menyampaikan peran mediasi oleh Annan. Mantan Sekjen PBB ini akan memimpin panel, yang terdiri dari elite Afrika, untuk mencari solusi atas perbedaan Kibaki dan Odinga.

Kabinet terbentuk

Belum jelas peran mediasi seperti apa yang akan dilakukan Anna. Namun, krisis politik diperkirakan masih akan berlanjut. Presiden Kibaki telah mengambil sumpah para menteri baru. Tak satu pun menteri itu yang berasal dari kubu oposisi.

Para pendukung Odinga juga terus melanjutkan aksi protes, terutama dilakukan kelompok wanita. "Tak akan ada perdamaian, tak akan ada keadilan! Kibaki adalah seorang pencuri," demikian bunyi protes itu.

Polisi pun terpaksa menyemprotkan gas air mata pada pemrotes agar membubarkan diri.

Sebuah lembaga sipil bernama Kenyans for Peace with Truth and Justice, Kamis (10/1), juga membeberkan sejumlah kecurangan pemilu. (AFP/AP/MON)

Politisi Merusak Kenya


Aliran Logistik ke Beberapa
negara di Afrika Turut Terganggu


TIGONI, Kamis - Kenya yang tergolong paling makmur dan paling demokratis di Afrika kini mengarah pada pertikaian sektarian yang diperkirakan akan berlangsung lama. Semua itu diakibatkan egoisme para politisi yang curang dan saling tidak mau mengalah.

Awalnya adalah pemilu 27 Desember yang berlangsung kacau dan tak sesuai standar internasional. Namun, Komisi Pemilu Kenya menyatakan, Presiden Mwai Kibaki menang atas pemimpin oposisi Raila Odinga. Namun, pernyataan itu cacat karena Mwai menutup penghitungan pemilu di saat Odinga memperlihatkan keunggulan atas Kibaki.

Odinga menyampaikan protes dan meminta Kibaki mundur. Dampaknya adalah perseteruan sektarian antara suku Kikuyus (Kibaki bersuku Kikuyus) dan suku Luo yang sekitar 13 persen total total penduduk Kenya. Odiga bersuku Luo.

Kota-kota yang dihuni dua suku itu terjebak aksi saling serang, yang telah menewaskan sekitar 1.000 orang dan memaksa 250.000 warga mengungsi.

Pertikaian di antara dua etnis itu juga melebar. Etnis Kikuyus sekitar 23 persen dari total 34 juta penduduk Kenya. Namun Odinga bersuku Luo juga didukung suku-suku lainnya, seperti Luhya (14 persen), Kalenjin (11 persen), Kamba (10 persen), Kisii (8 persen), dan Meru (8 persen).

"Para politisi telah menggunakan kami seperti kayu api, yang dibakar dengan korek api mereka. Mereka meminta kami bertarung, sementara mereka makan enak-enak," kata Mashuno Onyango (52) dari kota Limuru beretnis Luo tetapi bisa berbahasa Kikuyus.

"Mereka berjanji akan melepas kami dari kemiskinan jika mereka terpilih. Lihat apa yang mereka lakukan, kini semuanya kacau berantakan. Tak ada makanan, rumah hancur berantakan," katanya.

Pakai geng pembunuh

Kepala Komisi Nasional Kenya untuk HAM Maina Kiai mengatakan, kubu Kibaki telah menggunakan geng pembunuh bernama Mungiki, kelompok yang terlarang untuk menyerang pendukung Odinga.

"Kami mengingatkan agar penggunaan Mungiki ini dihentikan sebelum keadaan makin kacau," kata Kiai. Mungiki terkenal sebagai pembunuh berdarah dingin yang sudah terbukti di masa lalu.

"Dari hasil pemantauan kami, Mungiki mengaku telah diminta berperan melindungi pendukung pemerintahan berkuasa," demikian kata Kiai. Komisi HAM Kenya sudah memohon kepada Kepala Polisi Mayor Jenderal Ali Mohamed Hussein untuk bertindak cepat.

Juru bicara pemerintah, Alfred Mutua, membantah temuan komisi itu dan menyatakannya sebagai pemicu kerusuhan sektarian lebih lanjut dan meluas.

Kekacauan yang meluas di Kenya telah mengganggu kelangsungan hidup di negara tetangga. Pelabuhan Mombasa di Kenya kini tidak aman untuk bongkar muat barang tujuan Kenya dan ke kawasan. Kenya adalah transit bagi seperempat omzet perekonomian Uganda dan Rwanda, sepertiga untuk Burundi.

PBB pun sudah lama menggunakan Kenya sebagai pusat logistik untuk tujuan Somalia, Sudan, Uganda, dan Kongo. Aliran logistik untuk kawasan dan keperluan kemanusiaan itu kini praktis terhenti. Para pekerja di Kenya sedang takut melakukan aktivitas. (AFP/AP/MON)

Wednesday, January 9, 2008

Obama dan Kultur Politik Buta Warna


Oleh : Ahmad Syafii Maarif

Seumur hidup saya belum pernah begini bergairah mengikuti proses pilpres Amerika Serikat (AS). Hampir setiap hari buka internet untuk melihat perkembangan terakhir tentang apa yang terjadi di negara adikuasa itu. Tentu tidak semua media dijadikan sumber informasi, karena terlalu banyak. Ada beberapa yang perlu disebutkan di sini: The New York Times, Newsweek, dan masih ada yang lain.

Setelah kaukus Partai Demokrat di Iowa dimenangkan Obama dengan menempatkan Hillary Clinton pada posisi ketiga, sementara John Edwards pada posisi kedua, maka pertarungan politik internal partai menjadi semakin menegangkan, terutama antara Hillary dan saingannya yang berkulit berwarna itu. Hasil Iowa sangat mengejutkan karena pendukung Obama hampir seluruhnya masyarakat kulit putih yang berasal dari lintas partai:

Demokrat, Independen, dan bahkan dari Partai Republik. Donna Brazile, manajer kampanye kepresidenan Al Gore saat berhadapan dengan Bush pada ronde pertama, mengatakan bahwa kemenangan Obama di Iowa sebagai 'kemenangan untuk bangsa, untuk rekonsiliasi nasional'. Dengan berjibunnya suara dari berbagai kecenderungan politik untuk Obama di kota kecil Des Moines itu, Brazile menyifatkan Iowa sebagai negara bagian yang "colorblind" (buta warna).

Rupanya rakyat kulit putih Amerika sudah semakin melek peradaban. Mereka ingin menyaksikan perubahan mendasar di Gedung Putih, warna kulit sudah tidak penting lagi. Hegemoni dinasti Bush dan dinasti Clinton dinilai sudah ketinggalan zaman. Angin perubahan inilah yang menjadi tema kampanye tim Obama, sekalipun untuk sampai ke Gedung Putih jalan masih berliku, tantangan di depan sangat dahsyat.

Kolumnis Newsweek, Richard Wolfe, dalam wawancara eksklusifnya dengan Obama sehari setelah kaukus Iowa menyimpulkan bahwa rakyat Amerika menjelang berakhirnya dasawarsa pertama abad ke-21 sedang berada dalam suasana 'Hungry for Change'. Tetapi, di arena politik pertarungan antarcalon hampir tidak ada yang mulus. Suara kulit hitam pun tidaklah monolitik di belakang Obama, dengan berbagai pertimbangan. Ada yang segan memilih Obama karena cemas tokoh ini akan bersimbah darah ditembus peluru.

Ada lagi perempuan hitam pendukung Hillary, Melanie Levesque. Dia yang akan turut dalam pertarungan New Hampshire hari ini malah menuding tim kampanye Obama dengan ungkapan yang menyakitkan, seperti terbaca dalam Sunday Times: "Saya sangat prihatin karena Anda tidak bisa menyebutkan nama tengah [Obama] dan kehidupan masa lampaunya." Yang dimaksudkan Melanie adalah nama tengah Hussein yang berbau Islam dan di masa muda Obama katanya juga sebagai pemabuk.

Seperti kita maklumi ayahnya Barack Hussein Jr. berasal dari Kenya, Afrika, sekalipun menurut Obama sang ayah kemudian telah menjadi ateis. Ibunya kulit putih berasal dari Kansas, Amerika, bernama Shirley Ann Dunham. Keduanya bertemu di Hawaii dan menikah pada 1959. Pada 4 Agustus 1961, lahirlah Obama. Setelah ibunya berpisah dengan ayahnya saat Obama berusia dua tahun, empat tahun kemudian Shirley menikah dengan seorang diplomat Indonesia, Lolo Soetoro (wafat 1993), yang membuahkan anak perempuan Maya Kassandra Soetoro. Pasangan ini juga bercerai. Shirley wafat 1995. Obama bersama ibunya pernah tinggal di Jakarta, bahkan sempat sekolah di SD Menteng I.

Terlihat di sini bahwa Obama sudah sering bergulat dalam suasana broken home. Tetapi, ia tegar dan tidak pernah menyerah, sampai berjaya menamatkan studinya di Universitas Harvard di bidang hukum dan menjadi dosen pada Universitas Chicago, dua perguruan tinggi papan atas Amerika. Berbulan-bulan orang bertanya apakah Obama yang berkulit hitam ada harapan untuk terpilih.

Ternyata pertarungan Iowa telah melahirkan suatu colorblind political culture (kultur politik buta warna), sebuah terobosan kultural yang historis di Amerika Serikat. Perlu juga diingatkan bahwa Obama adalah manusia merdeka sejak lahir, bukan bagian dari kebanyakan kulit hitam Amerika yang dibawa secara paksa saat perbudakan masih menyatu dengan peradaban (baca: kebiadaban) kulit putih. Dari sisi ini Obama tidak punya beban psikologis dalam berkarier.

Sebagai pekerja sosial di Chicago, Obama telah sangat paham tentang betapa dalamnya jurang sosial antarberbagai ras di Amerika. Rekam jejaknya dalam kegiatan ini menjadi salah satu faktor pendukung mengapa Obama terpilih sebagai senator dari negara bagian Illinois. Serangan kerasnya terhadap invasi Bush atas Irak sudah menjadi tuturan dunia. Tudingan Hillary terhadap Obama yang katanya hanya pandai bicara dan tuna-pengalaman telah terhempas di Iowa. Dari Illinois, Obama ingin melaju lebih jauh: ke Gedung Putih!

Sampai di manapun ujungnya nanti, kemunculan Obama dalam percaturan politik pasti akan mengubah persepsi rakyat Amerika terhadap manusia. Akhirnya, ada survei lembaga Rasmussen yang dilakukan sehari pascakaukus Iowa. Angkanya menunjukkan bahwa pertarungan New Hampshire ini akan berpihak kepada Obama, yaitu unggul 10 poin atas Hillary: 37 persen lawan 27 persen. Kita tidak tahu, mungkin juga terbalik, bukan? Tanggal 8 Januari ini akan segera terjawab teka-teki besar itu. Mari sama-sama kita saksikan.

McCain Sementara Unggul


Kemenangan dalam
Kontes Awal Sangat Penting


Manchester, Selasa - Kandidat presiden AS John McCain (72) unggul sementara atas lawan-lawannya dari Partai Republik dalam pemilihan pendahuluan tingkat partai di Negara Bagian New Hampshire, Selasa (8/1).

Dalam pemungutan suara awal, McCain memperoleh 10 suara. Mike Huckabee menyusul di tempat kedua dengan lima suara. Ron Paul memperoleh empat suara, Mitt Romney tiga suara, dan mantan Wali Kota New York Rudolph Giuliani memperoleh satu suara.

"Saya yakin hari-hari yang lebih baik menanti di depan kita. Namun, diperlukan kepemimpinan yang tidak main-main," ujar McCain. Dalam kampanye terakhir, Senin, McCain mengatakan, dia tahu bagaimana mengalahkan Osama bin Laden, yang dituding sebagai dalang tragedi pengeboman gedung World Trade Center, dan akan melakukannya jika terpilih.

Pemilihan pendahuluan di New Hampshire tampaknya belum bisa menentukan kandidat yang akan maju sebagai wakil Republik di pemilu nasional. McCain memang difavoritkan di negara bagian ini, terutama karena dia pernah memenangi pemilihan pendahuluan di New Hampshire tahun 2000 dengan dukungan kelompok independen.

Romney, yang hanya menempati urutan kedua di Iowa, mengalami tekanan terbesar. Sebelum kaukus Iowa, Romney adalah kandidat unggulan Partai Republik, apalagi dia adalah kandidat terkaya dan bisa mengumpulkan dana kampanye terbanyak. Namun, kekalahannya di Iowa tampaknya terulang lagi di New Hampshire.

Sekitar pukul 07.00, tiga kandidat Republik muncul di sebuah gereja di Manchester yang merupakan tempat pemungutan suara terbesar di kota itu. "Kami memulai dari paling bawah. Bagi kami, berada di urutan empat besar adalah kemenangan," kata Huckabee.

Beberapa saat kemudian, Romney hadir dan menyatakan, "Republik akan memilih saya. Independen akan mendukung saya".

Huckabee tidak mengharapkan kemenangan di New Hampshire seperti yang diperolehnya di Iowa. Namun, dia justru bisa mengungguli Romney dalam pemungutan suara awal. Huckabee, Thompson, dan Giuliani lebih memfokuskan pada kontes berikutnya.

Tidak menolong

Kampanye sejumlah kandidat tampaknya tidak banyak membantu meraih simpati pemilih. Romney telah menelepon 100.000 orang untuk meminta dukungan. Namun, upaya itu tidak membuahkan hasil seperti yang diharapkan.

Hal yang sama dialami kandidat Partai Demokrat, Hillary Clinton. Hillary mengerahkan 6.000 sukarelawan untuk berjalan dari pintu ke pintu dan meminta dukungan warga. Hillary juga mempekerjakan 300 pengemudi untuk mendukung tur kampanye. Namun, kampanye itu belum memberi kemenangan bagi Hillary, setidaknya pada kaukus pertama di Iowa.

Hari Selasa pagi, Hillary bersama putrinya, Chelsea, muncul di sebuah kafe dan kantor polisi di Manchester serta menyapa pendukungnya.

Kandidat unggulan Partai Demokrat, Barack Obama, menelepon pemimpin oposisi Kenya, Raila Odinga, Senin, dan kemungkinan juga akan menelepon Presiden Kenya Mwai Kibaki. Obama, yang ayahnya berasal dari Kenya, menelepon para pemimpin Kenya itu untuk menyatakan keprihatinan soal hasil pemilu yang menimbulkan kerusuhan di negara itu.

Kemenangan dalam kontes-kontes awal seperti New Hampshire dan Iowa sangat penting dalam membangun momentum bagi seorang kandidat.(ap/afp/reuters/fro)

Pemilu AS


New Hampshire,

Sebuah Barometer


Negara bagian New Hampshire tak ubahnya Provinsi Jawa Timur. Tidak mutlak, tetapi tetap sebuah barometer menuju tangga nasional. Jawa Timur menjadi barometer antara lain karena punya 25,980 juta pemilih dari 36,2 juta penduduk (data Komisi Pemilihan Umum tahun 2004). Jumlah pemilih terbesar di antara 33 provinsi.

New Hampshire di kawasan New England, wilayah timur laut Amerika Serikat, menjadi sebuah barometer bukan karena jumlah pemilih terbesar, tetapi dari sisi pendidikan, pendapatan per kapita, jumlah warga kulit putih terbesar, dan partisipasi peserta pemilu, selalu lebih tinggi secara nasional.

New Hampshire yang menyelenggarakan pemilihan pendahuluan partai (bukan kaukus seperti di Iowa) 8 Januari waktu setempat berpenduduk 1,3 juta orang. Sekitar 94 persen adalah kulit putih, jauh di atas rata-rata nasional 67 persen.

Dari sisi pendapatan nasional, rata-rata pendapatan rumah tangga di New Hampshire sekitar 53.377 dollar AS (sekitar Rp 496 juta) per tahun. Di atas rata-rata nasional 44.334 dollar AS. Hanya 6,6 persen warganya yang hidup di bawah garis kemiskinan. Secara nasional ada 12,7 persen yang hidup di bawah ambang kemiskinan.

Angka-angka tadi menunjukkan warga New Hampshire berpendidikan tinggi. Negara bagian ini termasuk salah satu dari 50 negara bagian AS yang dikenal dengan industri teknologi tinggi. Pertumbuhan ekonomi juga cukup tinggi antara lain karena kebijakan pajak yang rendah.

Latar belakang ini bisa jadi yang membuat partisipasi dalam pemilihan umum juga relatif tinggi. Pada tahun 2004, sekitar 40 persen dari pemilih terdaftar menggunakan hak suara mereka. Hanya 6 persen di Iowa pada waktu itu. Saat ini ada 850.000 pemilih terdaftar di sana.

Sejauh ini 26 persen pendukung Demokrat, 30 persen pendukung Republik, dan 44 persen independen sudah mendaftar. Kini para kandidat presiden dari Demokrat dan Republik harus bisa menarik simpati dari pemilih independen di New Hampshire untuk memenangi pemilihan pendahuluan ini.

Selama ini suara independen selalu lari ke calon dengan posisi lemah (underdog). Namun ada catatan calon ini tidak selalu lolos ke babak berikutnya.

Suka atau tidak, kemenangan di New Hampshire menjadi barometer untuk melenggang ke pemilihan presiden AS pada 4 November nanti. Karena sejarah mencatat para kandidat calon presiden yang menang di New Hampshire seakan mendapat angin buritan untuk bisa melaju lebih cepat ke tujuan.

Dwight Eisenhower (presiden 1953-1961), Jimmy Carter (presiden 1977-1981), dan Ronald Reagan (presiden 1981-1989) seperti mendapat angin setelah memenangi pemilihan pendahuluan di New Hampshire. Mereka lantas memperkuat tema kampanye dan akhirnya lolos ke Gedung Putih.

Begitu pula dengan Lyndon Johnson (presiden 1963-1969). Sebagai presiden yang sedang berkuasa, Johnson sebenarnya berpeluang untuk terpilih kembali. Tetapi, begitu dia kalah di New Hampshire, Johnson memilih mundur dari pertarungan pada tahun 1968.

Hasil jajak pendapat memperlihatkan kandidat calon presiden Demokrat, Barack Obama, unggul dibandingkan dengan Hillary Clinton dan John Edwards. Di kubu Republik, John McCain unggul dibandingkan dengan Mitt Romney. Unggulnya Obama berarti unsur mayoritas warga kulit putih di New Hampshire tidak lagi melihat warna kulit kandidat, tetapi lebih pada tema dan gaya kampanyenya.(AFP/Reuters/ppg)

Istri Thaksin Dijemput Polisi

Bangkok, Selasa - Pojaman Shinawatra, istri PM Thailand terguling, Thaksin Shinawatra, hari Selasa (8/1) pulang ke Bangkok guna tampil di pengadilan menghadapi tuduhan korupsi yang dituduhkan kepada dia dan suaminya. Pojaman langsung dijemput polisi dan dibawa ke Mahkamah Agung, tetapi dilepaskan dengan jaminan.

Mengenakan pakaian hitam-hitam, Pojaman dan tiga anaknya tiba serta dielu-elukan pendukung Thaksin yang datang ke bandara. Perempuan berusia 51 tahun ini selama enam bulan mengasingkan diri di Inggris bersama suaminya, menyusul tuduhan korupsi atas dirinya dan Thaksin.

"Dia datang hari ini untuk membuktikan dirinya tidak bersalah," ujar Noppadon Pattama, pengacara Pojaman, kepada wartawan di Mahkamah Agung. Pojaman dan suaminya dituduh korupsi ikut dalam komplotan pembelian tanah di pusat kota Bangkok. Jaksa menuduh Pojaman menggunakan pengaruh politik suaminya untuk membeli tanah dari badan pemerintah dengan harga hanya sepertiga.

Pojaman langsung digiring polisi menuju Mahkamah Agung dan selanjutnya menghadapi unit penyelidikan khusus pada Kementerian Kehakiman guna mendengar tuduhan korupsi dan penipuan atas dirinya.

Dia kemudian dilepas setelah membayar jaminan enam juta baht atau sekitar Rp 1,655 miliar. Pojaman lantas berlalu sembari melepas senyum ke arah wartawan yang terus mengikutinya. Tidak ada komentarnya darinya.

Thaksin Shinawatra yang mengasingkan diri sejak kudeta militer September 2006, Selasa, menegaskan, dia akan kembali dan membela dirinya di pengadilan. "Saya akan pulang guna membuktikan bahwa saya tidak bersalah dan menuntut keadilan," ujarnya. (AFP/ppg)

Korban Mencapai 1.000 Orang


Presiden Kibaki Tawarkan

Dialog kepada Odinga

Nairobi, Selasa - Pemimpin oposisi Raila Odinga mengatakan, jumlah korban tewas dalam kerusuhan dan kekerasan yang terjadi pascapemilu Kenya diperkirakan mencapai 1.000 orang.

Perkiraan Odinga ini jauh lebih besar daripada perkiraan pemerintah. Pemerintah mengatakan, jumlah korban kerusuhan dan kekerasan mencapai 500 orang. Selain itu, kerusuhan membuat 255.000 orang kehilangan tempat tinggal.

Hari Selasa (8/1), warga di desa Kiambaa, Rift Valley, masih mencari mayat korban kerusuhan di sejumlah ladang. Faith Wairimu, seorang warga, menemukan mayat suaminya, Senin malam. Dia tampak tersedu sedan di depan mayat yang tanpa kepala dan perut.

"Ini mayatnya, dia tewas," ujarnya lirih sambil menutup mata agar air matanya tidak mengucur deras. "Saya mengenali dari celananya," ujarnya.

Desa yang dihuni anggota suku Kikuyu yang mendukung Presiden Mwai Kibaki itu menjadi sasaran serangan tanggal 1 Januari lalu. Sejumlah saksi mata mengatakan, para penyerang menembaki warga dan mengurung mereka di dalam gedung tempat ibadah. Kemudian, para penyerang membakar gedung tersebut. Sekitar 30 orang tewas dalam serangan itu.

Banyak pihak menduga serangan itu dilakukan secara terencana.

Kenya terjerumus ke dalam krisis politik terburuk menyusul pemilu presiden 27 Desember lalu yang dimenangkan oleh Mwai Kibaki. Hasil pemilu itu tidak bisa diterima para pendukung rival Kibaki, Odinga. Akibatnya, kerusuhan pun meletus.

Tawarkan dialog

Awalnya, bentrokan terjadi antara pendukung Odinga dan polisi. Selanjutnya, bentrokan berkembang menjadi kerusuhan antara suku pendukung Odinga dan suku pendukung Kibaki.

Kibaki yang telah mengucapkan sumpah jabatan sebagai presiden, Senin, mengundang Odinga untuk berdialog secara langsung. Namun, pihak oposisi mengaku belum menerima undangan resmi dari pemerintah. "Undangan itu tidak ditujukan langsung kepada Odinga, tetapi kepada pers. Jadi, kami tidak menganggapnya serius," kata Salim Lone, juru bicara Odinga.

Selain itu, lanjut Lone, Odingan tidak akan mau bertemu dengan Kibaki jika tidak ada mediator. "Dia tidak akan bertemu dengan Kibaki untuk negosiasi kecuali (Presiden Ghana John) Kufuor hadir," Lone.

Kufuor yang juga menduduki kursi ketua Uni Afrika dijadwalkan datang Selasa ini ke Kenya untuk mengupayakan negosiasi antara Kibaki dan Odinga.

Menteri Informasi Ghana Oboshie Sai Cofie mengatakan, Kufuor akan lebih berperan sebagai fasilitator daripada mediator. Dia akan membawa kedua pihak bertikai untuk duduk bersama dalam suasana yang menyenangkan. Kufuor sebelumnya telah memiliki pengalaman dalam membantu negosiasi pihak- pihak yang bertikai di Pantai Gading dan Liberia.

Upaya mendorong perdamaian di Kenya juga dilakukan peraih Nobel Perdamaian dari Afrika Selatan Uskup Agung Desmond Tutu dan utusan Amerika Serikat untuk Afrika Jendayi Frazer.(BBC/AFP/REUTERS/BSW)

Tajuk KOMPAS


Setelah Pilpres Lahirkan Bencana

Sering kali memilih pemimpin disertai dengan harapan, pemimpin terpilih akan membawa tidak saja perubahan, tetapi juga perdamaian dan kemakmuran.

Namun, tidak jarang, yang terjadi justru berlawanan dengan harapan. Perkembangan di Kenya menyusul pemilihan presiden menjadi salah satu contohnya.

Menyusul pilpres, 27 Desember silam, Kenya justru terjerumus ke dalam gelombang kekerasan. Pertikaian di antara Presiden Mwai Kibaki yang terpilih kembali dan pesaingnya dari pihak oposisi pimpinan Raila Odinga membuat 250.000 orang harus mengungsi dan sekitar 300 orang tewas.

Munculnya perkembangan yang memprihatinkan ini membuat rakyat Kenya menilai para pemimpin telah membuat hidup mereka menderita karena bencanalah yang kini mereka rasakan. Dalam suasana prihatin itu, hari Minggu lalu mereka—tanpa membeda-bedakan latar belakang politik—menyelenggarakan doa bersama guna memohon perdamaian.

Menyimak perkembangan yang terjadi, berbagai pihak siap membantu Kenya. Washington siap mengirimkan diplomat untuk Afrikanya, Jendayi Frazer, sementara Uskup Agung peraih Nobel, Desmond Tutu, sudah bolak-balik ke kedua kubu guna mendamaikan pihak-pihak yang bertikai ini. Bisa pula disebutkan, Presiden Ghana John Kufuor juga dijadwalkan datang ke Kenya dalam kapasitasnya selaku Ketua Uni Afrika.

Namun, prospek memang masih belum jelas. Ketika Kibaki menyatakan pihaknya siap membentuk pemerintahan persatuan nasional, oposisi menyambutnya dengan skeptis. Pihak Odinga dan Gerakan Demokratik Oranye menilai Kibaki mencurangi pemilu dan karena itu mereka menginginkan Kibaki (76) mundur.

Kepada para penengah asing, pihak oposisi minta mereka bisa jadi perantara untuk merundingkan pemilu ulang tiga sampai enam bulan mendatang.

Rakyat kehilangan kepercayaan terhadap para politisi yang mereka nilai berebut kekuasaan karena ingin mengumpulkan harta kekayaan dan bukan untuk memperbaiki taraf kehidupan rakyat.

Kenya mungkin tidak sendirian sebagai bangsa yang menderita karena para elite politik justru sibuk bertarung memperebutkan kekuasaan dan kurang hirau terhadap penderitaan rakyat.

Kita berharap di Kenya bisa ditemukan solusi segera agar pengungsi bisa kembali ke hidup normal dan korban tewas tidak bertambah lagi. Konflik yang berkepanjangan juga akan merugikan Kenya yang sebelum ini sudah dilihat sebagai negara demokrasi yang cukup stabil dan perekonomiannya termasuk yang berkembang.

Demokrasi ala Rusia


Susanto Pudjomartono

Tahun 2007 mungkin dianggap tahun kemenangan Rusia. Pada 2007 Rusia dianggap lulus ujian dan kembali diakui sebagai negara adidaya lagi.

Terpilihnya Presiden Putin sebagai Person of the Year 2007 oleh majalah Time bisa dikatakan pengakuan internasional bahwa kepemimpinan Putin dinilai mampu mengangkat kembali Rusia sebagai negara kelas satu.

Padahal, bertahun-tahun para pimpinan negara dan pengamat Barat mengecam Putin yang dianggap makin otoriter. Lembaga pengamat demokrasi seperti Freedom House sejak 2006 malah menggolongkan Rusia sebagai negara yang "tidak bebas".

Namun, rakyat Rusia tampaknya tidak peduli. Dalam pemilu Majelis Rendah (Duma) awal Desember 2007, Partai Rusia Bersatu yang didukung Putin menang telak dengan mengantongi 64 persen suara. Dalam pemilu itu untuk pertama kali Putin secara terbuka mendukung Rusia Bersatu dengan menjadi calon urut pertama partai itu.

Dukungan itu menyiratkan, dalam kondisi tertentu masyarakat lebih memilih stabilitas dan kesejahteraan daripada demokrasi. Artinya, perut dianggap lebih penting dibanding kebebasan.

Kondisi masyarakat Rusia mendorong hal itu. Selama ratusan tahun, Rusia diperintah dinasti otoriter Romanov. Tsar Nicholas II lalu dijatuhkan oleh Revolusi Bolshevik dan selama 74 tahun rezim Komunis (yang otoriter) memerintah Rusia. Ambruknya Uni Soviet tahun 1991 membuat Rusia berantakan dan hampir menjadikannya negara yang gagal. Inflasi meroket, ekonomi nyaris ambruk dan dikuasai segelintir oligarch, kriminalitas dan mafia kejahatan merajalela. Sistem sosial berantakan.

Saat Perdana Menteri Vladimir Putin yang mantan letnan kolonel KGB ditunjuk Presiden Boris Yeltsin sebagai calon penggantinya pada 1 Januari 2000, mayoritas rakyat Rusia tidak mengenalnya. Tetapi, Putin ternyata bukan hanya pemimpin yang hebat. Ia juga ahli strategi.

Keberhasilan

Setidaknya ada dua hal yang membuat Putin berhasil. Pertama, kenaikan harga minyak dunia di atas 90 dollar AS per barrel membuat keuntungan Rusia berlimpah, apalagi produksi minyaknya 10 juta barrel per hari.

Kedua, kepemimpinan Putin yang tegas, tidak ragu, dan sikapnya susah ditebak membuat hampir semua kebijakannya berhasil. Ini berbeda dengan Yeltsin yang anak dan menantunya ikut campur dalam politik. Putin dikelilingi orang-orang kepercayaan yang kebanyakan berasal dari St Petersburg seperti dia.

Dalam dua kali masa jabatan (delapan tahun), sekitar 20 juta orang Rusia dientaskan dari kemiskinan, sistem pendidikan dan kesehatan diperbaiki, sejumlah industri strategis dinasionalisasi, pengangguran dikurangi, mata uang rubel menjadi kuat, korupsi berkurang, jumlah pembayar pajak meningkat, cadangan devisa menjadi 450 miliar dollar AS (nomor tiga di dunia). Utang luar negeri lebih dari 200 miliar dollar AS dilunasi lebih cepat.

Namun, yang membahagiakan rakyat Rusia adalah Putin dinilai berhasil membangun kembali Rusia Raya yang disegani dunia internasional, martabatnya dipulihkan lagi. Tingkat kepuasan publik terhadap Putin stabil: 80 persen pada 2000, 84 persen (2001), 86 persen (2002), dan 85 persen (2003). Survei The Wall Street Journal November lalu menunjukkan, dukungan terhadap Putin sekitar 85 persen.

Dukungan itu bisa diartikan, rakyat Rusia yang sudah "terbiasa" dengan pemerintahan otoriter dan takut kacau kembali seperti era 1990-an kurang peduli dengan sistem yang diterapkan Putin apakah demokratis atau tidak. Yang penting rakyat kian sejahtera dan negara Rusia makin terpandang.

Mungkin karena warisan sejarah, partisipasi politik masyarakat Rusia sejak 1991 minimal dan bersifat elitis. Diperkirakan sekitar dua pertiga rakyat Rusia kini tidak pernah langsung berpartisipasi dalam politik. Bisa dimaklumi jika hingga kini belum muncul civil society di Rusia.

Karena itu, reformasi Putin menjadikan Rusia super centralized state, dengan presiden yang mahakuat, yang menjalankan dictatorship of law diterima mayoritas rakyat. Menurut konsep Putin, Rusia memerlukan negara kuat yang bisa menjamin hak individu dan masyarakat.

Hak individu dan humanisme liberal, menurut Putin, tidak berakar kuat di Rusia. Sebaliknya, bentuk kolektivisme dan korporasi selalu di atas hak-hak individu. Maka, paternalisme negara menempatkan masyarakat di atas hak-hak individu.

Putin sering menegaskan, "Dalam sebuah negara tanpa hukum, dengan sendirinya menjadi negara yang lemah, individu tidak bebas dan tak bisa mempertahankan diri. Semakin kuat negara akan kian bebas pula individu."

Demokrasi model Rusia

Putin tampaknya sedang melakukan demokrasi model Rusia, yang berbeda dengan demokrasi liberal Barat. Ada yang menyebut demokrasi model Putin sebagai managed democracy. Tetapi, beberapa pakar Rusia menyebutnya souvereign democracy.

Langkah pertama reformasi Putin dalam melaksanakan demokrasi ala Rusia adalah mempreteli kekuasaan gubernur (yang sebelumnya memerintah bak raja kecil) dari dipilih langsung oleh rakyat menjadi ditunjuk langsung oleh presiden, yang bisa disetujui atau ditolak DPRD.

Langkah itu dianggap negara-negara Barat sebagai otoriter. Kebijakan Putin menaikkan electoral threshold dari lima menjadi tujuh persen menyebabkan hampir semua partai kecil, termasuk yang proliberal dan didukung negara Barat, tersisih dan dimasukkan "daftar dosa" Putin.

Masih banyak tudingan miring ke arah Putin, termasuk kontrol negara terhadap media dan misteri tewasnya wartawati kritis Anna Politkovskaya pada 2005 yang hingga kini belum terkuak.

Demokrasi mengenal checks and balances. Hal ini belum terwujud di Rusia. Kekuasaan Presiden, menurut Konstitusi, amat dominan, di atas kekuasaan eksekutif (dijalankan perdana menteri dan kabinet), dan kekuasaan legislatif (Duma dan Majelis Tinggi/Dewan Federasi), sedangkan kekuasaan yudikatif yang dulu lebih bebas kini juga dikontrol presiden. Presiden langsung membawahi, antara lain, angkatan bersenjata, kepolisian, kejaksaan agung, dinas rahasia (FSB), dan perang melawan terorisme.

Perlu dicatat, selain kian makmur, kini rakyat Rusia bebas ke luar negeri dan melakukan kegiatan bisnis, yang di zaman Komunis dulu dilarang. Di bawah prinsip dictatorship of law (bukan supremasi hukum seperti di Indonesia) hukum ditegakkan, meski belum sepenuhnya berhasil, dan kriminalitas serta "Mafia Rusia" masih kuat. Tetapi, setidaknya telah tercipta stabilitas di Rusia di bawah Putin.

Pembela Putin mengatakan, jika penunjukan gubernur oleh presiden dianggap tidak demokratis, ternyata banyak negara Barat yang dikenal demokratis melakukan hal sama, seperti Belgia, Finlandia, dan Portugal.

Presiden Putin berkuasa tanpa saingan hingga bulan lalu memastikan calon penggantinya sebagai presiden (meski pemilu kepresidenan baru Maret 2008) adalah Dmitri Medvedev, yang kini menjabat wakil PM. Desember lalu, Medvedev mengatakan, sebagai presiden, ia akan meminta Putin menjadi PM.

Hal ini menimbulkan spekulasi, meski "hanya" sebagai PM, Putin akan tetap menjadi orang paling berkuasa di Rusia. Di antara lawan Putin kini sudah beredar lelucon. Konon Medvedev memiliki lampu Aladin. Saat ia menggosoknya, sang jin keluar dan bertanya; "Apa yang harus saya kerjakan, Tuanku?" Jawab Medvedev, "Jangan tanya saya, tanyakan kepada Putin."

Susanto Pudjomartono Dubes RI untuk Rusia (2004-2007)