Friday, April 4, 2008

Bush, Ukraina, dan NATO

Dalam KTT Pakta Pertahanan Atlantik Utara, Presiden AS George Bush menekan anggota lain untuk mengundang Ukraina dan Georgia sebagai anggota baru.

Namun, prakarsa Presiden Bush dalam Konferensi Tingkat Tinggi di Bucharest, Romania, Rabu, tidak mendapat dukungan dari sekutu dekatnya, Jerman dan Perancis. Langkah Bush dikhawatirkan bisa membuat Rusia makin kuat memprotes rencana penggelaran sistem rudal NATO di Eropa Timur.

Orang mungkin bertanya, apa motif Bush mendesakkan keanggotaan Ukraina dan Georgia dalam NATO? Satu hal yang perlu kita ingat, KTT NATO kali ini adalah yang terakhir yang dihadiri Bush sebagai presiden AS. Mungkin ia ingin dikenang sebagai tokoh yang meninggalkan warisan penting bagi persekutuan yang berdiri tahun 1949 ini. Mungkin pula ia ingin dikenang sebagai tokoh penting oleh rakyat Ukraina dan Georgia.

Akan tetapi, tentangan terhadap ide Bush itu makin banyak karena pandangan Jerman dan Perancis yang menentang lalu diikuti Italia, Hongaria, dan negara Benelux. Hanya saja, para sekutu ini ingin menemukan jalan tengah yang enak baik bagi Bush maupun kedua negara sempalan Uni Soviet di atas. Sementara Bush sendiri menyadari keinginannya sulit diwujudkan.

Di luar itu, NATO tak menemui kesulitan ketika mengajukan undangan kepada Kroasia dan Albania untuk bergabung dengan persekutuan. Agenda lain yang dilakukan adalah mengubah pandangan Yunani yang masih menentang prakarsa mengundang Macedonia untuk menjadi anggota.

KTT kali ini juga dimanfaatkan Bush untuk kembali mengulangi peringatannya, bahwa ancaman teroris merupakan ancaman nyata, sehingga mengalahkannya harus merupakan prioritas utama NATO. Namun bisa dicatat, meski hal itu prioritas utama Bush, bagi sebagian anggota lainnya isu tersebut bukan prioritas.

Seiring dengan peringatan terhadap ancaman terorisme inilah Bush menilai, revolusi demokratis di Ukraina dan Georgia patut direspons, yaitu dengan menawarkan kepada mereka masuk ke dalam Membership Action Plan (MAP), yakni satu proses untuk mempersiapkan keduanya menjadi anggota penuh.

Sementara Jerman dan Perancis menganggap Ukraina dan Georgia belum cukup stabil, dan mengundangnya menjadi anggota hanya akan memicu reaksi Rusia yang tidak perlu. Namun juga bisa dikemukakan bahwa tidak semua sepandangan dengan Jerman dan Perancis. Harus diakui, keinginan Bush memang telah memicu perdebatan hangat, yang hasil akhirnya akan menentukan apa yang ia wariskan (legacy) bagi NATO, tetapi sekaligus juga sosok diplomasi AS di dalam NATO.

No comments: