Tuesday, April 1, 2008

Krisis Ekonomi Global

Akhirnya AS Bersedia
Tata Lembaga Keuangan
Selasa, 1 April 2008 | 01:42 WIB

Washington, Senin - Pemerintah Amerika Serikat akhirnya bersedia mengatur kembali semua lembaga keuangan yang menjadi salah satu akar dari krisis keuangan global. Ini adalah sebuah kejutan mengingat Presiden AS George Walker Bush selama ini menolak seruan tersebut.

Tudingan yang diarahkan kepada Gedung Putih adalah peran lembaga keuangan tersebut sebagai penyumbang dana kampanye kepada politisi AS dengan imbalan agar lembaga keuangan tersebut tidak diatur ketat.

Keputusan baru Pemerintah AS itu soal pengaturan lembaga keuangan adalah yang pertama kali sejak krisis ekonomi terbesar dunia tahun 1929 yang dimulai di Amerika Serikat.

Pihak Jerman berkali-kali menyerukan agar lembaga keuangan AS dan global ditata kembali. Seruan itu juga disampaikan The Bank for International Settlement (BIS) yang berbasis di Basel, Swiss.

Pada pertemuan G-8 tahun lalu, topik pengaturan lembaga keuangan mental karena penolakan Inggris dan AS. Dalam Forum Ekonomi Dunia di Davos, Swiss, awal 2008, George Soros menegaskan gejolak pasar keuangan global tidak akan bisa diatasi hanya dengan penurunan suku bunga atau penyuntikan dana-dana ke sistem perbankan global.

Menurut Soros, gejolak keuangan global terjadi karena aktivitas sektor keuangan yang begitu liar dan beroperasi di luar kendali. Terlalu banyak kepalsuan dalam laporan keuangan global, dan sangat marak praktik-praktik ”penipuan” yang akhirnya membuat banyak lembaga keuangan global terjerembab dalam kebangkrutan massal.

Pinjaman untuk spekulasi

Salah satu contoh yang sering disebutkan adalah dimungkinkannya uang hasil pinjaman dari bank untuk dialokasikan ke investasi spekulatif, transaksi derivatif yang berisiko tinggi. Hal itu dimungkinkan karena lemahnya regulasi.

Para pengamat mengatakan, faktor itulah yang membuat AS sadar soal pentingnya pengaturan. Menkeu AS Henry Paulson membantah. ”Saya kira tidak tepat mengaitkan rencana pengaturan tersebut dengan krisis global,” kata Paulson.

Namun, krisis sektor perumahan di AS telah menjadi salah satu penyebab krisis keuangan global, yang sudah merembes ke penurunan perekonomian global. Terjadi kebangkrutan di sejumlah bank-bank besar Uni Eropa, bank-bank investasi AS seperti Goldman Sachs, Bear Stearns, dan lainnya.

Hal itu membuat lembaga keuangan tak mau menyalurkan kredit baru. Menurut mantan Gubernur Bank Sentral AS Alan Greenspan, faktor itu mempercepat ekonomi menuju resesi.

Kekacauan perekonomian AS telah pula membuat investor dunia menghindari aset-aset dalam denominasi dollar AS. Para spekulan, yang selama ini memegang aset-aset AS, berlomba-lomba memasuki pasar minyak, komoditas yang membuat harga-harga melejit.

Para pemilik dana ingin mengoptimalkan nilai-nilai aset dengan ”berspekulasi” di bursa komoditas. Hal itu kemudian mendongkrak harga-harga atau menciptakan inflasi. Direktur Pelaksana IMF Domonique Strauss Kahn sudah mengingatkan ancaman dunia, yakni resesi yang disertai inflasi (stagflasi, kombinasi antara stagnasi dan inflasi).

Memperkuat The Fed

Menkeu AS Paulson mengatakan, dalam pengaturan baru itu, yang disusun dalam sebuah draf setebal 200 halaman, fungsi Bank Sentral AS (Fed) akan diperkuat sebagai stabilisator pasar uang.

The Fed akan diberikan kekuasaan untuk mengaudit laporan keuangan lembaga keuangan, bukan saja lembaga bank, yang berkontribusi besar terhadap kekacauan sistem keuangan global.

Dalam draf itu juga disebutkan, perusahaan keuangan yang bergerak di perdagangan berjangka, salah satu aktivitas spekulatif, juga akan ditata ulang. Ini semua adalah hasil evaluasi selama setahun terakhir.

Dalam draf itu juga disebutkan akan dibentuk sebuah badan baru yang akan mengawasi kredit union dan lainnya. Pengawasan itu selama ini berada di bawah lima badan dan akan disatukan.

Sebuah lembaga baru akan dibentuk, yang akan mengatur perilaku bisnis, dan memberikan perlindungan kepada konsumen. Badan ini akan mengambil alih sebagian besar pengawasan yang selama ini dilakukan Badan Pengawasan Bursa Saham AS.

Ketua Komisi Senat AS bidang Perbankan Christopher Dodd mengatakan, langkah itu tidak akan bisa mengatasi krisis keuangan global segera. Dibutuhkan waktu hingga pengaturan itu memberikan hasil efektif.

Meski demikian, Ketua Komite Jasa Keuangan DPR AS Barney Frank mengatakan, hal itu adalah langkah maju yang konstruktif.

Harian Inggris, Financial Times, edisi Senin (31/3), juga memberitakan Inggris akan bahu-membahu dengan AS untuk mengatasi kekacauan di sektor keuangan.

Perdana Menteri Inggris Gordon Brown, juga mantan Menkeu Inggris, adalah salah satu tokoh yang mendukung pengaturan lembaga keuangan.

”Jelas, kami akan bekerja sama secara erat dengan AS dan negara industri lainnya untuk mengatasi turbulensi keuangan global,” kata seorang juru bicara PM Brown. ”Ini adalah isu global yang tentunya menuntut respons global,” kata juru bicara yang tidak disebutkan namanya itu. (REUTERS/AP/AFP/MON)

No comments: