Tuesday, April 15, 2008

Krisis Pangan Lebih Berbahaya

Kelanggengan Rezim di Negara-negara
yang Demokratis Menjadi Taruhan
EPA/MIKE F ALQUINTO / Kompas Images
Warga Filipina antre untuk membeli beras bersubsidi dari pemerintah di sebuah jalan di Quezon City, Manila utara, Senin (14/4). Para pejabat Filipina menepis kemungkinan negara akan kacau akibat protes yang dipicu pangan langka dan harganya mahal, seperti yang telah menimpa Haiti, di mana Perdana Menteri Jacques Edouard Alexis dijatuhkan oleh Senat, Sabtu (12/4). Meskipun demikian, Pemerintah Filipina sangat gencar mendistribusikan beras bersubsidi untuk mencegah protes besar-besaran.
Selasa, 15 April 2008 | 00:51 WIB

Washington, Senin - Menteri-menteri keuangan mengatakan bahwa kelangkaan dan meroketnya harga pangan lebih membahayakan stabilitas ekonomi dan politik dibandingkan dengan krisis yang terjadi di pasar keuangan.

Perhatian para menteri yang bertemu beralih dari persoalan penurunan pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat yang dicemaskan akan merembes ke negara lain. Mereka fokus pada krisis pangan dan menyerukan agar negara kaya memenuhi janji untuk mencegah bencana kelaparan di Asia, Afrika, dan Amerika Latin.

”Selama akhir pekan ini, kami telah mendengar berulang kali dari para menteri negara maju dan negara berkembang yang mengatakan, masalah pangan adalah isu yang paling utama. Kita harus menempatkan uang yang ada sehingga dapat menaruh makanan di mulut-mulut warga yang lapar. Itulah keadaan yang sebenarnya,” kata Presiden Bank Dunia Robert B Zoellick di Washington, Minggu (13/4) waktu setempat.

Warga antre

Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional Dominique Strauss-Kahn mengatakan, krisis pangan akan mengganggu kelangsungan rezim demokrasi dan politik.

”Seperti yang kita ketahui di masa lalu, persoalan-persoalan seperti itu dapat mengarah ke peperangan. Kita sekarang perlu mengerahkan sepenuh waktu kita untuk menjawab masalah itu,” kata Staruss-Kahn.

Di Singapura, salah satu negara terkaya di kawasan Asia Tenggara, terjadi antrean pencari makanan gratis yang semakin panjang. Pada akhir pekan, setidaknya ada 5.000 orang antre di kuil Buddha Singapura yang memberikan makanan vegetarian gratis. Tiga bulan lalu, menurut ketua kuil Lee Bock Guan, antrean itu hanya sekitar 3.000 orang.

”Harga makanan telah naik padahal gaji mereka tidak naik terlalu banyak. Penghasilan mereka tidak cukup untuk membeli makanan yang semakin mahal,” katanya lagi.

Lembaga lain yang juga menyediakan makanan gratis di Singapura, Asosiasi Wanita Muda Kristen, mengatakan, ada penurunan sumbangan beras yang diterima belakangan ini. ”Salah satu kemungkinannya adalah mahalnya harga beras,” ujar salah seorang pengurusnya, Han Shin Hui.

Di Kabul, Afganistan, Program Pangan Dunia PBB (WFP) telah mulai mendistribusikan beberapa ton makanan untuk warga Afganistan yang terkena dampak tingginya harga gandum.

Lembaga itu mulai mendistribusikan 30.000 metrik ton gandum, kacang-kacangan, minyak goreng, dan garam di seantero Afganistan sejak lima pekan lalu.

”Kami berusaha mencapai target, yaitu mereka yang paling memerlukan,” kata Rick Corsino, Kepala WFP di Afganistan.

Sumbangan makanan itu ditujukan bagi keluarga yang dikepalai oleh wanita dan orang cacat, serta keluarga besar yang ditopang oleh satu penghasilan saja.

WFP telah mendistribusikan 6.000 metrik ton makanan untuk 400.000 orang. Lembaga itu memerlukan dana sebesar 78 juta dollar AS untuk memberi makan 2,5 juta warga Afganistan yang tidak mampu membeli bahan pangan. Harga tepung terigu telah naik 60 persen di Afganistan dibandingkan dengan tahun lalu. (Reuters/NYT/AFP/joe)

No comments: