Thursday, April 17, 2008

Pemilu AS

Demokrat Lebih Suka Obama ke Gedung Putih
Kamis, 17 April 2008 | 00:41 WIB

Washington, Rabu - Hasil jajak pendapat yang dikeluarkan Rabu (16/4) memperlihatkan para pendukung Demokrat lebih suka Senator Barack Obama berada di Gedung Putih dibandingkan Senator Hillary Clinton. Jumlah yang mendukung Obama dua kali lipat dibandingkan pendukung Hillary.

Jajak pendapat The Washington Post-ABC News memperlihatkan 62 persen mendukung Obama dibandingkan 31 persen mendukung Hillary. Pada jajak pendapat awal Februari, 47 persen mendukung Hillary dibandingkan 42 persen bagi Obama.

Jajak pendapat atas 1.197 responden antara 10 hingga 13 April itu juga mengungkapkan bahwa calon Presiden Partai Republik, John McCain, akan mengalahkan Hillary apabila keduanya berhadapan pada Pemilu Presiden AS pada 4 November. McCain akan menaklukkan Hillary 48 persen melawan 45 persen.

Jajak pendapat dengan margin kesalahan tiga persen ini sebaliknya memberikan kemenangan Obama atas McCain dengan perbandingan 49 lawan 44 persen saat pemilu 4 November. Sejauh ini, Obama dan Hillary masih bersaing untuk memenangi kursi calon presiden dari Partai Demokrat. Pemilihan pendahuluan di Pennsylvania pada 22 April menjadi salah penentu kunci persaingan mereka.

Namun, dalam jajak pendapat Reuters/Zogby yang disiarkan Rabu, McCain lebih unggul dibandingkan Obama maupun Hillary saat pemilu 4 November. Responden AS melihat kebijakan ekonomi McCain lebih baik dibandingkan dua bakal calon presiden Demokrat itu.

McCain unggul tiga poin apabila dia bertarung dengan Obama dan unggul lima poin atas Hillary. Jajak pendapat ini juga memberikan Obama keunggulan 51 persen lawan 38 persen bagi Hillary. Keunggulan Obama ini naik tiga poin dibandingkan jajak pendapat akhir Maret. (Reuters/AP/AFP/ppg)

Maois Minta Raja Mundur Elegan

Kerajaan Nepal Akan Berakhir dalam Satu Bulan

Prachanda
Kamis, 17 April 2008 | 00:46 WIB

Kathmandu, Rabu - Pemimpin senior Maois Nepal, Rabu (16/4), menyerukan agar Raja Gyanendra mundur dengan elegan sehingga semakin memuluskan jalan terbentuknya republik demokratik di negara itu. Riwayat Kerajaan Nepal pun diperkirakan akan berakhir dalam satu bulan mendatang.

”Hal terbaik bagi raja adalah mundur dengan elegan untuk membuka jalan bagi republik demokratik,” ujar Baburam Bhattarai, pemimpin tertinggi kedua Maois Nepal.

Dia menjelaskan, tidak ada niat untuk mengubah rencana awal, yaitu menggusur sistem kerajaan di Nepal. Hal itu berarti raja tak punya banyak pilihan selain mundur. ”Pada pertemuan pertama Majelis Konstituen, kami akan mendeklarasikan negara ini sebagai sebuah republik, kemudian kami akan memberikan pemberitahuan kepada raja untuk meninggalkan istananya,” papar Bhattarai.

Ketua tertinggi Maois, Prachanda, pada wawancara dengan kantor berita India, PTI, Selasa (15/4), mengatakan, sistem kerajaan yang telah berusia 240 tahun itu akan dihapuskan dalam satu bulan. Bahkan, Gyanendra pun tak akan ditempatkan sebagai raja dengan posisi simbolik semata.

Ia menambahkan, penghapusan sistem kerajaan hanyalah prosedur dan diakhirinya sistem kerajaan itu juga telah dimuat dalam konstitusi sementara.

Prachanda menegaskan, penghapusan sistem kerajaan itu sudah merupakan konsensus dari berbagai pihak di Nepal sehingga tak akan menimbulkan perlawanan atau pun masalah.

”Saya rasa tak akan ada penentangan karena semua partai telah mengambil posisi yang menentang adanya sistem kerajaan dan lebih memilih sistem republik.”

Meskipun partai-partai utama lainnya telah sepakat dengan Maois untuk menjatuhkan Raja Gyanendra yang tak populer, sejumlah politisi berpendapat, Nepal perlu mempertahankan adanya sistem kerajaan sebagai simbol netralitas negara yang diapit dua raksasa Asia, China dan India.

Pembunuhan di istana

Raja Gyanendra meraih takhta kerajaan setelah terjadinya pembunuhan di dalam istana tahun 2001. Pada peristiwa itu, raja sebelumnya, Birendra, dan sejumlah pengawal intinya ditembak mati dalam sebuah acara kumpul bersama oleh seorang pangeran yang tengah mabuk dan marah karena tak diizinkan menikahi perempuan yang dicintainya.

Citra kerajaan tenggelam pada tahun 2005 ketika Gyanendra membubarkan pemerintah dan mengambil alih penuh kekuasaan untuk memerangi Maois. Namun, upaya itu berakhir dengan dibuatnya kesepakatan damai.

Dari 208 kursi yang telah dialokasikan, menurut Komisi Pemilihan Umum Nepal, Maois meraih 114 kursi. Rival terdekat mereka, Partai Kongres Nepal, memenangi 32 kursi.

Berakhirnya sistem kerajaan di Nepal dikhawatirkan penasihat spiritual raja akan mengancam kelangsungan agama Hindu yang dianut 80 persen rakyat Nepal. ”Hanya ada seorang raja Hindu di dunia dan dia adalah simbol penting sebagai pelindung agama Hindu,” kata Madhab Bhattarai, pendeta Hindu yang dikenal sebagai Guru Agung.

Amerika Serikat yang memasukkan Maois Nepal dalam daftar organisasi teroris, dalam pernyataan yang disampaikan, Selasa waktu AS, menyambut baik terlaksananya pemilu Nepal.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri AS, Sean McCormack, mengatakan, para pemilih Nepal bisa menggunakan hak pilihnya secara damai di sebagian besar distrik meski terjadi kekerasan sebelum pemungutan suara dan beberapa ketidakberesan pada hari pemungutan suara. (AP/AFP/PTI/OKI)

Nepal


Akhir Tragis Kerajaan Hindu Terakhir
Kamis, 17 April 2008 | 00:42 WIB

Keberadaan Kerajaan Nepal sebagai kerajaan Hindu terakhir di dunia tinggal menghitung hari.

Partai politik di negara yang terletak di kaki pegunungan Himalaya itu telah sepakat menggantikan sistem kerajaan dengan sistem politik lain. Akan tetapi, yang lebih tragis, pemenang pemilihan umum Nepal adalah kelompok Maois yang sejak tahun 1996 angkat senjata untuk meruntuhkan Kerajaan Nepal, yang telah berusia 240 tahun.

Kerajaan Nepal dibangun oleh Prithvi Narayan Shah (tahun 1743-1775), seorang Raja Gorkha dari Dinasti Shah, dengan menyatukan tiga kerajaan yang berada di lembah Kathmandu. Melalui sejumlah pertempuran dan perundingan, pada tahun 1769 Prithvi Narayan bisa menguasai lembah Kathmandu dan mendirikan Kerajaan Nepal.

Jauh sebelum itu, wilayah Nepal sekarang ini berpindah-pindah di bawah kekuasaan beberapa kerajaan yang memperebutkannya, khususnya kerajaan di sekitar India saat ini.

Dinasti Shah berakhir tahun 1846 dengan peristiwa Pembantaian Kot. Peristiwa itu berawal dari bocornya rencana ratu untuk menggulingkan pemimpin militer yang kariernya menanjak pesat, Jung Bahadur Rana. Jung Bahadur Rana bersama bawahannya menyerbu istana dan membunuh ratu serta keluarga kerajaan lainnya. Nepal pun kemudian mengenal dinasti baru, Dinasti Rana. Raja inilah yang berjuang membantu Inggris tetap berkuasa di India. Dia kemudian mendapat imbalan diakuinya kemerdekaan Nepal oleh Inggris tahun 1923.

Gerakan prodemokrasi

Pemerintahan otokrasi Raja Rana memunculkan gerakan prodemokrasi pada akhir tahun 1940 di Nepal. Upaya penggulingan Raja Nepal itu pun kemudian mendapatkan momentumnya dengan kondisi regional yang tegang, yaitu didudukinya Tibet oleh China tahun 1950.

India yang khawatir akan semakin jauhnya pergerakan China di kawasan Himalaya kemudian mendorong Tribhuvan sebagai raja baru Nepal. Juga didorong adanya sistem pemerintahan yang multipartai. Sejak itu hegemoni kerajaan pun berkurang. Namun, eksperimen demokrasi itu dihapuskan raja pada tahun 1959. Nepal kemudian diperintah dengan sistem tanpa partai hingga tahun 1989.

Gerakan Rakyat atau disebut Jan Andolan memaksa kerajaan menerima perubahan konstitusi dan membangun parlemen multipartai pertama di Nepal pada Mei 1991.

Ketidakpuasan atas sistem parlementer kerajaan membuat Partai Komunis Nepal, atau yang dikenal dengan kelompok Maois, melancarkan aksi pemberontakan bersenjata tahun 1996. Sejak itu terjadi perang sipil di Nepal yang telah menewaskan lebih dari 12.000 orang.

Namun, garis hidup Kerajaan Nepal agaknya ditentukan oleh ulah keluarga kerajaan sendiri. Pada 1 Juni 2001, dunia dikejutkan dengan pembantaian di istana kerajaan. Raja Birendra, ratu, dan putra mahkota Pangeran Dipendra termasuk korban yang tewas dalam peristiwa berdarah itu.

Saudara Birendra, Gyanendra, pun naik takhta dan langsung membubarkan pemerintahan. Dia pun mengambil alih semua kekuasaan eksekutif untuk melawan pemberontakan Maois. Namun, Gyanendra tak pernah berhasil. Bahkan, dorongan demokrasi semakin menguat di Nepal. Kerajaan pun harus segera diakhiri. (Yahoo/Thamel.com/OKI)

Wednesday, April 16, 2008

Politik Pengusaha Berlusconi

Kemenangan Silvio Berlusconi dalam pemilu parlemen di Italia hari Selasa lalu membuktikan bahwa karakter seseorang berperan penting dalam politik.

Silvio Berlusconi (71), yang mengibarkan bendera koalisi konservatif People of Freedom (koalisi Forza Italia dan Alleanza Nazionale), memenangi 167 kursi dari 315 kursi di senat dan merebut 340 dari 630 kursi di majelis rendah. Kemenangan itu telah membawa Berlusconi, pengusaha sekaligus politisi ini, menduduki kursi perdana menteri untuk yang ketiga kalinya.

Pertama kali ia menjadi perdana menteri pada tahun 1994. Lalu, tahun 2001 terpilih kembali. Tahun 2006, ia digantikan Romano Prodi yang hanya bertahan dua tahun karena mosi tidak percaya di Senat.

Apa yang membuat rakyat Italia menjatuhkan pilihan kepada tokoh kontroversial, flamboyan, orang terkaya di Italia, pemilik imperium bisnis seperti media, periklanan, asuransi, makanan, dan konstruksi serta pemilik klub sepak bola AC Milan ini?

Kolumnis di koran Il Corriera della Sera, Beppe Severgnini, menyebut rakyat Italia terkena ”sindrom Zorro”. Paling kurang setiap 10 tahun, rakyat Italia membutuhkan seseorang yang mampu menyelamatkan mereka. Pertama kali Benito Mussolini, lalu Amerika, Uni Eropa, lalu para hakim antikorupsi. Kini Berlusconi.

Berlusconi dipandang sebagai seorang pengusaha yang memiliki karisma dan dapat menyelamatkan Italia yang saat ini tengah menghadapi persoalan besar, antara lain utang pemerintah yang demikian besar, pertumbuhan rendah, dan daya saing ekonomi yang menurun.

Tahun 2007, utang pemerintah 104 persen dari produk domestik bruto tahunan, sementara rata-rata negara anggota Uni Eropa hanya 60 persen. Itu berarti Italia harus membayar bunga 70 miliar euro setiap tahun. Soal lain yang dihadapi Italia adalah dalam hal keselamatan kerja. Hampir 100 buruh setiap bulan tewas saat bekerja. Ini berarti 10 kali lebih tinggi dibandingkan Inggris.

Ada impian dalam diri rakyat Italia untuk mengembalikan kebesaran negerinya, seperti tertulis dalam sejarah. Mereka berharap bahwa Italia mampu berperan di Eropa seperti pada zaman Kekaisaran Romawi dulu.

Dalam diri Berlusconi, yang pandai ”berjualan” dan menawarkan mimpi, rakyat Italia juga berharap. Sebagai pengusaha yang biasa berpikir dan mengambil keputusan cepat serta berani mengambil risiko, Berlusconi akan mampu menjadi penyelamat. Pengusaha cenderung berpikiran realistik, pragmatik, tidak terlalu berbunga-bunga, tidak bertele-tele, tidak banyak wacana, cepat, dan berani mengambil keputusan.

Itulah yang diharapkan rakyat Italia saat ini.

Tuesday, April 15, 2008

Anwar Bebas Berpolitik Praktis

PM Malaysia Abdullah Ahmad Badawi Mulai Singgung soal Suksesi Selasa, 15 April 2008 | 00:50 WIB

Kuala Lumpur, Senin - Larangan untuk terjun ke panggung politik praktis bagi pemimpin oposisi Anwar Ibrahim telah berakhir, Senin (14/4). Partai Keadilan berencana memperingati hal itu dengan menggelar aksi protes walau kepolisian sejak awal menegaskan akan membubarkan protes itu dengan paksa.

Aksi protes itu sekaligus menjadi peringatan gerakan reformasi dan periode kebangkitan rakyat Malaysia. Selama ini, aksi protes atau ajang berkumpul untuk kepentingan politik diatur ketat oleh Pemerintah Malaysia. Lokasi acara peringatan ”kebebasan” Anwar itu dijaga ketat unit kepolisian anti-huru hara.

”Kami belum memberi izin untuk acara itu. Saya minta supaya orang-orang tidak ikut hadir. Acara itu dilarang,” kata Kepala Kepolisian Kuala Lumpur Muhammad Sabtu Osman, Senin (14/4) di Kuala Lumpur, Malaysia.

Dalam acara itu, seyogianya Anwar memaparkan rencana- rencananya di masa depan. ”Biarkan saja ia membuat kejutan,” kata Wakil Presiden Partai Keadilan Syed Husin Ali.

Namun, polisi Malaysia secara paksa telah menghentikan pidato Anwar dan acara arak-arakan yang sempat dihadiri lebih dari 10.000 orang. ”Polisi telah meminta kami berhenti sehingga kami membatalkannya, dan kami memilih memenuhi tuntutan itu hingga kami berhasil memimpin negara,” kata Anwar.

Sekitar 300 aparat, termasuk polisi antihuru-hara, dipersenjatai dengan truk-truk penyemprot. Anwar sempat berbicara selama satu jam hingga polisi melarang.

Syed Husin Ali menegaskan, acara itu adalah wilayah pribadi dan bukan di ruang publik. ”Kami tidak mengerti kenapa polisi kemudian berubah pikiran. Padahal sejak awal mereka sudah terlibat dalam diskusi mengenai teknis penyelenggaraan, seperti pengaturan lalu lintas dan keamanan,” ujarnya.

Energi besar

Kembalinya Anwar secara formal ke panggung politik kemungkinan akan memberi energi dan semangat lebih besar kepada oposisi Malaysia yang mendapat kemenangan besar pada pemilu lalu. Oposisi mendapat 88 dari 222 kursi parlemen dalam pemilu 8 Maret dan menguasai lima dari 13 negara bagian di Malaysia.

Perdana Menteri Malaysia Abdullah Ahmad Badawi sekali lagi menegaskan tidak akan mundur dan akan kembali mencalonkan diri untuk menjadi pemimpin partai yang berkuasa, Organisasi Nasional Melayu Bersatu (UMNO), pada pemilu partai, Desember 2008.

Pekan lalu, Badawi menyatakan akan menyerahkan kekuasaan kepada Wakil PM Najib Razak. Badawi juga mengaku akan membahas rencana suksesi itu setelah bulan Desember.

Segera setelah pernyataan Badawi itu muncul, berbagai pihak mendesak Badawi untuk segera menyusun rencana itu secara resmi. Desakan-desakan itu berasal dari Muhyiddin Yassin, Menteri Perdagangan sekaligus Wakil Presiden UMNO. Ia khawatir UMNO akan tenggelam jika tidak ada perubahan dalam struktur kepemimpinan.

”Sentimen di tingkat bawah memanas,” ujarnya.

Menteri Luar Negeri Rais Yatin telah menegaskan, anggota UMNO memiliki hak meminta Badawi mundur atau paling tidak mengumumkan rencana suksesi.

”Saya pikir jika rencana suksesi diumumkan, maka para pemimpin kelompok akar rumput akan tahu kepastian jadwalnya. Hal itu baik untuk menstabilkan partai. Akar rumput sebaiknya diberi kesempatan untuk menunjukkan perasaan mereka,” ujarnya.

Sejak kalah di pemilu, Badawi didera tuntutan supaya dirinya mundur. Jika Badawi segera mundur, hal itu akan memudahkan proses penyerahan kekuasaan. Sejak kalah, Badawi sebenarnya sudah mengaku ikut bertanggung jawab. Ia juga sudah mengaku tidak akan mempertahankan kekuasaan. Meskipun demikian, ia juga telah mencanangkan program perbaikan sosial ekonomi di Malaysia. (REUTERS/AFP/AP/LUK)

Krisis Pangan Lebih Berbahaya

Kelanggengan Rezim di Negara-negara
yang Demokratis Menjadi Taruhan
EPA/MIKE F ALQUINTO / Kompas Images
Warga Filipina antre untuk membeli beras bersubsidi dari pemerintah di sebuah jalan di Quezon City, Manila utara, Senin (14/4). Para pejabat Filipina menepis kemungkinan negara akan kacau akibat protes yang dipicu pangan langka dan harganya mahal, seperti yang telah menimpa Haiti, di mana Perdana Menteri Jacques Edouard Alexis dijatuhkan oleh Senat, Sabtu (12/4). Meskipun demikian, Pemerintah Filipina sangat gencar mendistribusikan beras bersubsidi untuk mencegah protes besar-besaran.
Selasa, 15 April 2008 | 00:51 WIB

Washington, Senin - Menteri-menteri keuangan mengatakan bahwa kelangkaan dan meroketnya harga pangan lebih membahayakan stabilitas ekonomi dan politik dibandingkan dengan krisis yang terjadi di pasar keuangan.

Perhatian para menteri yang bertemu beralih dari persoalan penurunan pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat yang dicemaskan akan merembes ke negara lain. Mereka fokus pada krisis pangan dan menyerukan agar negara kaya memenuhi janji untuk mencegah bencana kelaparan di Asia, Afrika, dan Amerika Latin.

”Selama akhir pekan ini, kami telah mendengar berulang kali dari para menteri negara maju dan negara berkembang yang mengatakan, masalah pangan adalah isu yang paling utama. Kita harus menempatkan uang yang ada sehingga dapat menaruh makanan di mulut-mulut warga yang lapar. Itulah keadaan yang sebenarnya,” kata Presiden Bank Dunia Robert B Zoellick di Washington, Minggu (13/4) waktu setempat.

Warga antre

Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional Dominique Strauss-Kahn mengatakan, krisis pangan akan mengganggu kelangsungan rezim demokrasi dan politik.

”Seperti yang kita ketahui di masa lalu, persoalan-persoalan seperti itu dapat mengarah ke peperangan. Kita sekarang perlu mengerahkan sepenuh waktu kita untuk menjawab masalah itu,” kata Staruss-Kahn.

Di Singapura, salah satu negara terkaya di kawasan Asia Tenggara, terjadi antrean pencari makanan gratis yang semakin panjang. Pada akhir pekan, setidaknya ada 5.000 orang antre di kuil Buddha Singapura yang memberikan makanan vegetarian gratis. Tiga bulan lalu, menurut ketua kuil Lee Bock Guan, antrean itu hanya sekitar 3.000 orang.

”Harga makanan telah naik padahal gaji mereka tidak naik terlalu banyak. Penghasilan mereka tidak cukup untuk membeli makanan yang semakin mahal,” katanya lagi.

Lembaga lain yang juga menyediakan makanan gratis di Singapura, Asosiasi Wanita Muda Kristen, mengatakan, ada penurunan sumbangan beras yang diterima belakangan ini. ”Salah satu kemungkinannya adalah mahalnya harga beras,” ujar salah seorang pengurusnya, Han Shin Hui.

Di Kabul, Afganistan, Program Pangan Dunia PBB (WFP) telah mulai mendistribusikan beberapa ton makanan untuk warga Afganistan yang terkena dampak tingginya harga gandum.

Lembaga itu mulai mendistribusikan 30.000 metrik ton gandum, kacang-kacangan, minyak goreng, dan garam di seantero Afganistan sejak lima pekan lalu.

”Kami berusaha mencapai target, yaitu mereka yang paling memerlukan,” kata Rick Corsino, Kepala WFP di Afganistan.

Sumbangan makanan itu ditujukan bagi keluarga yang dikepalai oleh wanita dan orang cacat, serta keluarga besar yang ditopang oleh satu penghasilan saja.

WFP telah mendistribusikan 6.000 metrik ton makanan untuk 400.000 orang. Lembaga itu memerlukan dana sebesar 78 juta dollar AS untuk memberi makan 2,5 juta warga Afganistan yang tidak mampu membeli bahan pangan. Harga tepung terigu telah naik 60 persen di Afganistan dibandingkan dengan tahun lalu. (Reuters/NYT/AFP/joe)

Monday, April 14, 2008

RI-Suriah

Akar Historis Sejak 1947
Minggu, 13 April 2008 | 00:52 WIB

Indonesia tentu tidak bisa melupakan jasa diplomat senior yang juga wakil tetap Suriah di PBB tahun 1947, Faris al-Khouri. Dia lah yang secara gigih memperjuangkan agar masalah Indonesia dibawa pada forum DK PBB yang akhirnya berhasil mengeluarkan resolusi dalam bentuk instruksi agar segera dihentikan agresi militer Belanda dan harus dicapai penyelesaian damai melalui perundingan.

Peristiwa historis di gedung PBB itu, kemudian menjadi fondasi hubungan bilateral Indonesia-Suriah. Suriah pun merupakan salah satu negara Arab yang pertama memberi pengakuan atas kemerdekaan Indonesia. Maka, genaplah usia 60 tahun bagi terjalinnya hubungan kedua negara itu pada tahun 2007 lalu.

Bahkan menurut Dubes RI untuk Suriah, Muzammil Basyuni kepada majalah Suriah "Al AZMENAH" edisi 9 Maret 2008, hubungan Indonesia-Suriah sesungguhnya sudah terjalin sejak sebelum kedua negara meraih kemerdekaannya dan hubungan tersebut berkembang tidak hanya antara kedua pemerintah namun juga di level rakyat dan personal.

Basyuni mengakui, merasakan adanya kekuatan hubungan kedua negara itu, ketika ia berkunjung ke beberapa daerah di Suriah dan bertemu para tokohnya. Usia hubungan Indonesia-Suriah yang cukup tua itu, sudah selayaknya diwarnai oleh hiruk pikuk hubungan berbagai sektor (politik, ekonomi, perdagangan, sosial dan budaya, red) dengan segala dinamikanya selama lebih dari 60 tahun terakhir ini.

Dubes Basyuni mengakui pula, terdapat banyak tantangan untuk mempertahankan dan lalu mengembangkan hubungan kedua negara di semua sektor sehingga rakyat kedua negara bisa mengambil manfaat dari berkembangnya hubungan tersebut. Karena itu, lanjut Basyuni, Kedubes RI di Damascus selalu berpartisipasi dalam aktivitas kebudayaan dan pariwisata di Suriah, serta sebaliknya Kedubes RI itu berusaha memperkenalkan Suriah pada rakyat Indonesia agar lebih komunikatif dan hubungan lebih kuat antara pemerintah dan rakyat kedua negara ini.

Indonesia dan Suriah selama ini masing-masing saling memandang memiliki posisi strategis di kawasannya. Indonesia melihat Suriah sebagai negara yang memiliki posisi penting dan strategis, baik dalam kerangka pengembangan hubungan dan kerjasama bilateral, upaya proses perdamaian regional, serta dalam konteks pelaksanaan hubungan dan kerjasama internasional.

Suriah pun juga menghargai dan mengapresiasi posisi dan konsistensi sikap pemerintah Indonesia yang sepenuhnya mendukung perjuangan bangsa Arab serta tuntutan pengembalian Dataran Tinggi Golan yang diduduki Israel sejak tahun 1967.

Pada tataran regional dan internasional, hubungan RI-Suriah terjalin erat melalui berbagai forum kerjasama internasional, antara lain melalui forum OKI, GNB dan PBB. Kedua Negara mengupayakan untuk saling memberikan dukungan bagi pencalonan masing-masing pada keanggotaan badan internasional. Suriah selalu memberikan dukungan atas pencalonan Indonesia sebagai anggota tidak tetap DK PBB, Dewan HAM, ICAO, IMO, dan External Auditor WHO.

Kedekatan politis kedua Negara itu, membantu memberikan ruang gerak dan iklim yang kondusif bagi pengembangan kerjasama ekonomi RI-Suriah. Dari sisi investasi, Suriah memang tidak termasuk negara yang menjadi tarjet promosi investasi Indonesia mengingat kondisi perekonomian Suriah yang masih berkembang dan juga tengah mengupayakan masuknya modal asing.

Namun di sektor perdagangan, hubungan kedua Negara mencatat perkembangan berarti. Selama tiga tahun terakhir ini, transaksi perdagangan RI-Suriah mengalami peningkatan berarti dengan surplus dipihak Indonesia. Pada tahun 2006, neraca perdagangan kedua Negara mencapai 62,4 juta dollar AS yang terdiri dari ekspor Indonesia sebesar 55,7 juta dollar AS dan impor 6,7 juta dollar AS. Pada tahun 2007, nilai perdagangan RI-Suriah mencapai 68 juta dollar AS dengan surplus dipihak Indonesia. Sejumlah eksportir produk Indonesia yang kompetitif selama ini telah mampu menjangkau dan memasuki pasar Suriah, antara lain produk kertas, komponen kendaraan (ban dan velg kendaraan), barang elektronik dan peralatan listrik, mi instan, serta produk kayu.

Sejumlah produk andalan Indonesia penting lainnya kini juga mulai memasuki pasar Suriah, antara lain produk bahan bangunan, peralatan rumah tangga serta produk-produk home appliance dan furniture. Sedangkan impor Indonesia dari Suriah mencakup kapas dan buah-buahan.

Sanksi ekonomi AS yang dijatuhkan kepada Suriah sejak tahun 2005, justru membuka peluang pengembangan kerjasama perdagangan secara lebih luas. Hal ini karena para pengusaha dan dunia usaha Suriah berupaya memanfaatkan hubungan bisnis dan perdagangan dengan negara-negara Asia, termasuk Indonesia.

Dalam beberapa tahun terakhir, arus kunjungan bisnis pengusaha Suriah ke Indonesia mengalami kenaikan 50 persen, baik dalam rangka transaksi dagang maupun menghadiri pameran untuk products sourcing dan pengembangan hubungan dagang.

Dibidang sosial budaya, pengiriman pelajar/mahasiswa Indonesia ke Suriah juga mengalami peningkatan. Melalui kerangka kerjasama sosial budaya yang dimulai sejak tahun 1988, Departemen Agama RI mendapatkan jatah sebanyak 15 bea siswa untuk pelatihan Imam dan Khatib pada lembaga pendidikan Islam Mujamma' Sheikh Ahmad Kaftaro selama tiga bulan. Pada tahun 2002, lembaga tersebut tidak menerima mahasiswa asing, tetapi pada tahun-tahun terakhir ini kembali menerima mahasiswa dari berbagai negara, termasuk Indonesia.

Hingga saat ini, adasekitar 80 pelajar Indonesia di lembaga tersebut. Pada tahun 2007, tercatat 12 mahasiswa Indonesia diterima diberbagai perguruan tinggi agama di Suriah, sehingga saat ini terdapat 139 pelajar/mahasiswa Indonesia yang tengah belajar di Suriah, antara lain di universitas Kaftaro, Ma'had Sheikh Badaruddin, universitas Fatah al Islami, Universitas Damascus, Lembaga Bahasa Arab Ma'had Fatah, universitas Azad Islami, universitas cabang Al Azhar, Ma'had al Tahzieb dan Ma'had Mambej di Aleppo.

Di Suriah, kini juga terdapat sekitar 50.000 TKW/TKI asal Indonesia yang berstatus illegal karena masuk ke Suriah tanpa menggunakan visa kerja. TKW tersebut seluruhnya bekerja di sektor informal/penatalaksana rumah tangga. Tentu keberadaan TKW/TKI dalam jumlah cukup besar di Suriah itu, menjadi sumber devisa cukup besar pula bagi pemerintah dan negara Indonesia. Mereka mendapat gaji per bulan rata-rata 100 dollar AS.

Bisa dikalkulasikan devisa yang diraup dari TKW/TKI di Suriah itu, dengan asumsi 100 dollar AS x 50.000. Penempatan TKW ke Suriah mulai marak sejak tahun 2001, ketika pemerintah Suriah secara resmi mengizinkan tenaga kerja asing untuk bekerja di sektor informal, yang diatur dalam keputusan Menteri Dalam Negeri nomor 234/ON. Meskipun demikian, keputusan tersebut hanya mengatur mengenai izin masuk tenaga kerja asing sektor informal ke Suriah dan tata cara pengurusan izin tinggal mereka, tanpa secara eksplisit menyebutkan mekanisme penempatan tenaga kerja asing itu sendiri.

Meskipun Depnakertrans RI pada saat ini belum menjadikan Suriah sebagai Negara tujuan penempatan TKI ke luar negeri, banyak PPTKI illegal yang menempatkan TKI ke Suriah melalui berbagai cara, termasuk mengatur rute pemberangkatan mereka agar tidak diketahui oleh aparat berwenang di Indonesia.

Sejalan dengan melonjaknya jumlah TKI di Suriah, maka berbagai permasalahan yang harus ditangani KBRI Damascus juga semakin meningkat. Bentuk permasalahan tersebut, juga semakin berkembang dari waktu ke waktu. Pada awalnya masalah yang timbul hanya menyangkut soal gaji atau TKW yang tidak betah, lalu kini berkembang menjadi kasus-kasus yang lebih rumit seperti sakit fisik, sakit mental, kecelakaan, bunuh diri, pencurian, tindak asusila dan kematian.

Itulah liku-liku hubungan bilateral Indonesia-Suriah selama lebih dari 60 tahun terakhir ini.*(mth)

Kapitalisme Malu-Malu di Suriah

Perubahan dari kebijakan ekonomi pasar sosialis


Minggu, 13 April 2008 | 00:52 WIB

Musthafa Abdul Rahman

Sabtu 29 Maret 2008, malam hari di kota Damascus. Tampak arus manusia keluar masuk Mal Sham City Centre di kawasan elit Kafr Suseh. Itulah wajah gaya hidup golongan kelas menengah Suriah yang biasa jalan-jalan dan berbelanja di Mal mewah. Itu pula yang menggoreskan bahwa kota Damascus dan gaya penduduknya kini mengikuti jejak kota-kota besar lain di Timur Tengah seperti Dubai, Cairo dan Istanbul.

Kesan bahwa kota Damascus lebih tertutup dibanding kota-kota besar lainnya di Timur Tengah, segera sirna pula. Di Damascus dan negeri Suriah, lain politik lain pula ekonomi. Suriah secara politik masih seperti dulu yakni didominasi penuh Partai Sosialis Arab Baath yang amat sentralistis. Namun Suriah secara ekonomi, cenderung membuka diri mengarah pada kapitalisme.

Damascus telah berubah! Itulah kesan yang pasti didapat oleh siapa pun yang berkunjung ke Damascus saat ini. Kehadiran Mal modern, kemacetan lalu lintas dan kualitas kendaraan yang berseleweran di jalan-jalan utama Damascus, menjadi representasi adanya perubahan signifikan di ibu kota Suriah tersebut.

Sham City Center yang terdiri dari empat lantai adalah salah satu Mal mewah di Damascus dan sekaligus menjadi simbol mulai menggeliatnya kapitalisme di Suriah saat ini. Masih ada Mal mewah lain, yakni Town Center, dipinggiran Damascus.

"Di Sham City Centre ini warga Damascus yang berduit menghabiskan uangnya untuk berbelanja atau makan-makan di restoran atau juga sekedar minum-minum di kafe yang tersebar di Mal ini, " ujar Fasiha, seorang pelajar putri asal Singapura yang hampir satu tahun berada belajar bahasa Arab.

”Di Sham City Center ini, banyak produk luar negeri dijual seperti barang-barang asal China, Eropa dan Turki. Tapi harga barang-barang disini cukup mahal, karena itu yang berani belanja disini hanya orang-orang kaya Suriah, ” tambahnya.

Sham City Center memang mewakili potret sebuah perubahan perekonomian Suriah secara signifikan dari sosialisme yang dikontrol penuh negara kearah kapitalisme yang membuka pintu lebar-lebar pada swasta dan investor asing.

Perubahan kearah kapitalisme tersebut juga segera dirasakan jika menyelusuri jalan-jalan di Damascus. Kini tidak lah sulit menemukan mobil produk Jepang model paling akhir di jalan-jalan raya Damascus.

Bahkan mobil rakitan Indonesia seperti Toyota Avanza dan MPV sudah terlihat di sana. Pada jam-jam tertentu, seperti jam masuk kerja dan sekolah atau sebaliknya jam pulang kerja atau sekolah, jalan-jalan Damascus tampak macet.

”Dulu, setiap ada lampu merah di perempatan jalan, jejeran mobil yang menunggu hanya dua atau tiga lapis. Sekarang jejeran mobil yang menunggu bisa puluhan,” ujar seorang staf KBRI Damascus. ”Sekarang di Suriah, sudah bisa kredit mobil. Karena itu jumlah mobil di negeri ini membludak yang bisa dilihat di jalan-jalan yang mulai macet,” tambahnya lagi.

”Suriah sudah tidak seperti dulu lagi. Beberapa tahun lalu, di Suriah hanya ada barang produk dalam negeri saja. Sekarang mudah menemukan barang-barang produk luar negeri, terutama barang produk China,” kata seorang staf KBRI Damascus.

Sejauh pengamatan Kompas, barang produk asal China dari berbagai jenis sudah merambah di pusat-pusat pertokoan di Damascus baik pusat pertokoan tradisional seperti Hamidiyeh maupun pusat pertokoan modern seperti Sham City Centre dan Town Centre.

Sistem ekonomi pasar sosial

Tentu saja Damascus dan negeri Suriah tidak bisa berubah begitu saja. Ada kebijakan politik yang memayungi perubahan kearah kapitalisme itu. Adalah kongres partai Baath Sosialis Arab yang berkuasa di Suriah pada Juni 2005, menetapkan kebijakan penerapan sistem ekonomi pasar sosial (gabungan antara konsep ekonomi sosialis dan sistem ekonomi pasar/liberal kapitalis).

Jauh sebelumnya, yakni sejak tahun 2000, sesungguhnya proses reformasi ekonomi sudah dicoba digulirkan, namun masih penuh kehatian-hatian.

Dengan kata lain, kepemimpinan Presiden Bashar Assad yang dimulai tahun 2000 (ia menggantikan ayahnya, Hafez Assad, yang wafat pada Juni tahun 2000) menetapkan pilihan membuka kran ekonomi tapi dengan pengawasan ketat untuk tetap menjaga stabilitas dan keamanan negara yang masih dalam status perang dengan Israel.

Suriah pun kemudian menggeliat memasuki masa transisi dan transformasi dari sistem ekonomi sentralistis kearah ekonomi pasar terbuka. Berbagai paket kebijakan dan deregulasi dibidang investasi, keuangan dan perbankan, perdagangan dan fleksibilitas usaha swasta lalu diperkenalkan pada awal 2004.

Sejak awal tahun 2004 itu, pemerintah Suriah secara bertahap mengizinkan bank-bank swasta beroperasi. Hasilnya cukup mengesankan. Pertumbuhan ekonomi Suriah selama tahun 2006 mencapai 5 persen , Tahun 2007 naik menjadi 5,2 persen dengan pendapatan per kapita 1.570 dollar AS (sekitar Rp 14,4 juta) pertahun. Laju inflasi 11 persen dan angka pengangguran 9 persen.

Sanksi ekonomi yang dijatuhkan AS sejak tahun 2005 tidak menjadi kendala berarti. Suriah memiliki struktur ekonomi berbasis pada sumber alam (perminyakan) dengan produksi 400.000 barrel per hari. Produksi di sektor pertanian seperti kapas, gandum, minyak zaitun dan buah-buahan.

Sektor pertanian telah menjamin swasembada pangan nasional dengan konstribusi 25 persen dari GDP dan menyerap 30 persen dari total angkatan kerja. Produksi pertanian khususnya Gandum yang mencapai 5 juta ton per tahun mampu menciptakan ketahanan pangan di kawasan Timur Tengah.

Sedangkan sektor pariwisata menjadi sektor pendukung dengan kontribusi 1,8 miliar dollar AS dan tingkat kunjungan 3,4 juta wisatawan per tahun.

Kebijakan ekonomi Suriah juga memacu melonjaknya arus masuk investasi asing, terutama dari negara-negara Arab dengan total nilai 7 miliar dollar AS untuk 550 proyek dalam berbagai kegiatan bisnis, infrastruktur dan sektor pariwisata.

Nilai investasi itu naik dari tahun 2004 yang hanya 4 miliar dollar AS. Saat ini, 70 persen dari nilai investasi Suriah dari investor lokal, 24 persen dari negara-negara Arab dan hanya 6 persen dari negara nonArab.

Di sektor perdagangan luar negeri, Suriah tetap mengandalkan negara-negara di kawasan Timur Tengah dan Turki sebagai mitra dagang tradisional utama. Suriah juga menjalin hubungan dagang cukup kuat dengan Uni Eropa, khususnya Jerman, Italia, Perancis dan Inggris.

Hubungan dagang Suriah dengan Rusia dan negara Eropa Timur mengalami perkembangan pesat, terutama setelah Rusia menerapkan elemen preferensial dan pengurangan bea masuk untuk produk Suriah ke Rusia.

Kebijakan ekonomi Suriah yang mendekatkan diri ke Asia juga telah memacu transaksi dagang terutama dengan China, Jepang, Indonesia dan Malaysia. Produk-produk impor Suriah mencakup mesin-mesin industri, peralatan transportasi dan komponen kendaraan, tekstil dan garmen. Minyak kelapa sawit dan barang-barang elektronik. Sedangkan produk andalan ekspor Suriah selain minyak mentah adalah kapas, tekstil, Fosfat dan produk pertanian.

Suriah juga telah berhasil menurunkan beban utang luar negeri melalui penjadwalan kembali pembayaran. Pada tahun 2004, Polandia menyetujui Suriah membayar sebesar 2,7 juta dollar AS dari total 261,7 juta dollar AS. Sementara pada awal tahun 2005, Rusia telah membebaskan utang Suriah senilai 13 miliar dollar AS. Republik Ceko dan Slovakia menghapus utang Suriah yang semula 1,6 miliar dollar AS menjadi 150 juta dollar AS melalui sekali pembayaran.

Dengan diterapkannya sanksi embargo terhadap Suriah sejak akhir tahun 2003 oleh AS melalui "Syria Account-ability Act", yang sangat mungkin akan menghambat dan mempersulit integrasi ekonomi nasional dalam perkembangan ekonomi global, maka pada pertengahan Februari 2006, pemerintah Suriah mengambil kebijakan mengubah seluruh transaksi dalam dan luar negeri dari mata uang dollar AS menjadi Euro.

Itulah perjuangan Suriah untuk bisa terus survive disektor ekonomi ditengah sanksi dari AS dan sejumlah negara Barat lain.

Monday, April 7, 2008

Badawi Balik Kecam Mahathir

Senin, 7 April 2008 | 01:16 WIB

KUALA LUMPUR, Minggu - Perdana Menteri Malaysia Abdullah Ahmad Badawi, Minggu (6/4) di Kuala Lumpur, melancarkan serangan bernada pedas terhadap mantan Perdana Menteri Mahathir Mohamad. Serangan balik ini merupakan balasan atas desakan Mahathir pada Badawi.

Mahathir telah berulang kali menuduh PM Badawi menyuburkan praktik korupsi dan kroniisme dalam dua tahun terakhir. Mahathir mengulangi lagi desakannya agar Badawi mundur setelah Barisan Nasional gagal menguasai mayoritas mutlak di parlemen akibat penurunan perolehan suara pada pemilu 8 Maret lalu.

Badawi menegaskan, dia tidak akan mau mundur sebagai PM, juga tidak akan mau mundur sebagai Ketua Organisasi Nasional Melayu Bersatu (UMNO), yang menjadi pemimpin di Barisan Nasional, koalisi pemerintahan yang terdiri dari berbagai partai.

Badawi memberi sinyal bahwa ia sudah tidak sabar lagi dengan kecaman dan desakan beruntun yang meminta agar dirinya mundur. Pernyataan Badawi itu menegaskan lagi soal makin dalamnya perseteruan Mahathir- Badawi, dua tokoh utama politik Malaysia.

Adalah Mahathir yang memilih Badawi sebagai penggantinya pada tahun 2003, setelah 23 tahun Mahathir berkuasa sebagai perdana menteri.

Menyalahgunakan kekuasaan

Badawi juga menegaskan bahwa, ”Dia (Mahathir) kuat, namun kekuatan itu disalahgunakan,” katanya dalam jumpa pers.

Ia mengakui bahwa hingga kini di UMNO, Mahathir masih merupakan figur yang kuat. ”Akan tetapi, tolong beri kesempatan kepada saya untuk menjalankan pemerintahan,” kata Badawi.

Dia mengingatkan bahwa kecaman terus-menerus yang dilakukan Mahathir soal kebijakannya hanya akan memperlemah UMNO. Pekan lalu, Mahathir juga meminta anggota UMNO melakukan pemberontakan terhadap PM Badawi.

Mahathir juga menegaskan bahwa Barisan Nasional kehilangan mayoritas semata-mata karena warga kecewa pada PM Badawi. Namun, Badawi balik menuduh Mahathir sebagai seorang yang munafik.

Badawi memberi contoh betapa Mahathir telah memenjarakan sejumlah orang atau tokoh yang pernah mengkritik Mahathir saat dia berkuasa. Ia juga menuduh Mahathir menyumbat kebebasan media selama periode 1981-2003.

”Semua ini terjadi karena dia (Mahathir) telah memberi perintah yang berlangsung dari waktu ke waktu,” katanya.

Sejumlah politisi kini memberi opini bahwa Mahathir sebaiknya diusut karena telah menyalahgunakan kekuasaan. Badawi tidak berkomentar soal desakan tersebut, yakni agar Mahathir diusut.

Namun, Badawi menegaskan bahwa tidak ada seorang pun yang akan kebal dari hukum jika bukti-bukti memperlihatkan kesalahan.

Konspirasi

Atas komentar tersebut, Mahathir tidak tinggal diam. Ia mengatakan bahwa pernyataan Badawi merefleksikan sebuah konspirasi yang kini sedang terjadi di pemerintahan untuk menyudutkan dirinya.

”Mereka sedang mencoba menemukan bukti soal kesalahan orang lain untuk menutupi kesalahan mereka sendiri,” kata Mahathir.

”Ya, seharusnya kita bersatu, namun bersatu untuk tujuan apa? Jika seseorang memiliki kaki yang lumpuh, kita pasti akan mengatakan bahwa kita tidak perlu mendukungnya. Kita harus mengamputasi kaki itu untuk menyelamatkan banyak pihak,” kata Mahathir.

Di mata Mahathir, Badawi adalah bagian dari masalah, yang menyebabkan Barisan Nasional meraih suara yang lebih sedikit dalam pemilu lalu. Mantan Perdana Menteri Malaysia ini mengatakan, ia hanya akan berhenti menyerang jika Badawi juga berhenti melakukan serangan, termasuk berhenti melanjutkan praktik kolusi, korupsi dan nepotisme.

PM Badawi juga mengkritik Razaleigh Hamzah, anggota parlemen dari UMNO, karena mengkritik dan menuntut pengunduran dirinya. Badawi juga mengecam Anwar Ibrahim, tokoh opisisi utama yang berhasil menyatukan semua kalangan oposisi Malaysia, yakni dari etnis China, India, dan Melayu.

PM Badawi mengatakan, Razaleigh adalah seorang yang egois. Tentang Anwar, PM Badawi mengatakan bahwa tokoh oposisi ini hanya memiliki sebuah harapan yang muluk-muluk untuk menjadi perdana menteri Malaysia.

”Anwar menjuluki dirinya sebagai seorang pemimpin yang sedang menantikan waktunya akan tiba untuk jadi pemimpin. Dia bisa saja menanti. Namun, sayalah yang memimpin sekarang ini,” kata PM Badawi. (REUTERS/AP/AFP/MON)

Irak, dari 1001 Malam ke Sejuta Janda

Senin, 7 April 2008 | 15:01 WIB

SEBUAH mobil meledak di sebuah kios es krim yang sangat populer di Baghdad. Api membakar bangunan di sekitarnya sedangkan pecahan bom menembus tubuh-tubuh manusia tak berdosa yang kebetulan berada di situ. Tujuh belas orang tewas dan puluhan lainnya luka.

Serangan bom pada hari pertama bulan Agustus 2007 itu hanya sehari dua menghiasi halaman koran-koran di seluruh dunia. Setelah itu segera dilupakan orang, karena tersaji berita-berita serangan berikutnya yang kadang menelan korban lebih banyak.

Namun insiden itu mengubah nasib Maysa Sharif (28). Seketika itu juga ia bergabung dengan hampir sejuta perempuan Irak lain yang menjadi janda karena suami mereka terbunuh dalam tiga kali perang dan era Saddam yang bergelimang darah.

Besarnya jumlah janda itu menjadi malapetaka tersendiri bagi Irak yang entah kapan menjadi negara damai. Tanpa jaring pengaman sosial dan lapangan kerja yang sangat minim, para janda itu tidak banyak punya pilihan untuk menghidupi keluarganya dan sangat tergantung pada belas kasihan orang lain yang lebih beruntung.

Maysa sedang hamil lima bulan dan pagi itu ia sedang menyiapkan sarapan untuk anak-anaknya ketika ledakan itu menggetarkan rumahnya di pusat Baghdad. Ia langsung lari ke tempat suaminya, Hussein Abdul-Hassan menjaga kios rokoknya. Laki-laki itu dilihatnya sudah tergeletak di tanah.

"Pecahan bom menembus badannya dan kepalanya terkuak. Mata dan mulutnya juga terbuka," kata Maysa menuturkan pengalamannya pagi itu.

"Sebenarnya saya ingin memeluknya, tapi polisi menyeret saya menjauh. Mereka khawatir ada ledakan susulan," tambahnya.

Mimpi buruknya belum berakhir. Saif, anak laki-lakinya yang baru berusia 7 tahun, waktu itu ikut sang ayah berjualan. Bocah itu tidak ditemukannya. Ia baru mendapat kabar, Saif meninggal di rumah sakit ketika jenazah sang suami sedang diantar untuk dimakamkan di kota suci Najaf.

Iring-iringan jenazah lalu balik ke Baghdad, lalu meletakkan jenazah Saif di peti yang sama. "Mereka melarang saya melihat jenazah anak saya. Saya juga dilarang ikut ke Najaf, karena saya sedang hamil. Saya tidak percaya Saif meninggal, sampai saya kemudian menerima surat kematiannya," katanya.

Maysa kini tinggal bersama tiga anaknya, Ali (10), Tabarak (2) dan Abdullah yang namanya dipilih Hussein malam sebelum kematiannya. Mereka tinggal di sebuah kamar di rumah kakak ipar Maysa di pusat Baghdad.

Bagaimana masa depan Maysa dan ratusan ribu janda lain di Irak? Tidak jelas. Dengan prioritas perjuangan pemerintah sekarang untuk melepaskan diri dari krisis politik dan perang yang memasuki usia enam tahun, maka rintihan perempuan seperti Maysa jelas terabaikan.

Menurut hasil survei Samira al-Moussawi, anggota parlemen yang dikenal dengan pembelaannya terhadap para janda, jumlah janda di seluruh Irak mencapai 738.240 orang. Rentang usia mereka mulai dari 15 tahun hingga 80 tahun pada Januari 2007. Jumlah itu hasil hitungan sejak perang Iran-Irak 1980-1988. Termasuk di dalamnya yang ditinggal suami yang meninggal secara alami.

Menteri Urusan Perempuan Nirmeen Othman mengingatkan bahwa persoalan ini bisa menjadi krisis sosial di masa damai. Ia memperkirakan jumlah janda di Irak sekarang 1,3 juta. Generasi berikutnya pasti terancam, katanya.

Sebuah sekolah dasar baru saja dibuka untuk menampung 640 anak yatim piatu di Sadr City, Baghdad. Kepala sekolahnya, Asma Karim mengatakan, mereka berada di situ karena tidak ada jaminan masa depan bila terus tinggal di rumah.

"Orang-orang tersisa yang mau merawat anak anak ini lebih memikirkan bagaimana mereka bisa bertahan hidup, soal pendidikan nomor kesekian," kata Asma.

Al-Moussawi, geolog yang beralih menjadi politisi, mengaku kewalahan dengan permintaan bantuan, termasuk 448 surat yang dikirimkan ke kantornya baru-baru ini dalam sebuah kantong plastik dari kawasan Syiah, Diwaniyah. "Tidak ada satu pun strategi. Kalau pun ada strategi untuk mengatasi masalah sosial ini adalah untuk kaum perempuan, bukan anak-anak," katanya.

Ia sekarang sedang mengajukan program berbiaya 1 juta dolar (sekitar Rp 9 miliar). Jumlah yang sangat kecil bagi negara kaya minyak seperti Irak yang anggaran belanjanya mencapai 48 miliar dolar AS. Program itu untuk memberikan pendidikan keterampilan bagi para janda dan meningkatkan pendapatan mereka. Sayangnya kabinet menolak program itu.

Umm Hiba (38) ibu dua anak yang tinggal di utara Baghdad menyalahkan diri sendiri atas kematian sang suami. Waktu itu, 27 Januari 2007, ia menyuruh suaminya ke pasar membeli yogurt untuk makan malam yang sedang dimasaknya. Sebuah mortir mengakhiri hidupnya.

"Itu salah saya. Kalau saya tidak menyuruhnya, dia pasti masih hidup bersama anak-anak," katanya sambil menangis dan menggendong anak laki-lakinya yang baru berusia 2 tahun.

Bersama anak perempuannya yang berusia 7 tahun, mereka tinggal di kamar belakang sebuah rumah. Di rumah itu ia tinggal juga ibu mertua yang buta dan keluarga lain. Ia membangun sebuah kamar mandi dan dapur darurat di situ.

Keluarga dan tetangganya mengumpulkan uang untuk biaya pemakaman suaminya. Namun ia terpaksa menjual furnitur untuk membeli domba untuk kurban peringatan satu tahun kematian laki-laki itu. Harga domba untuk menjalankan tradisi itu tidak cukup dibeli dengan uang pensiunnya yang cuma 62 dolar per bulan.

Umm Hiba mengaku selalu gagal mendapat pekerjaan. Setiap lamaran kerja selalu berakhir dengan penolakan. Sebenarnya ia masih bisa bekerja sebagai tukang bersih-bersih di sekolah. Namun ia ogah. "Saya punya ijazah SMA. Malu kan kerja seperti itu," katanya.

Uang pensiun itu semakin lama makin tidak bisa mencukupi untuk membeli makanan dan pakaian yang harganya terus naik. Di Irak semuanya mahal, kecuali nyawa manusia yang sangat murah," katanya.

Sebagai perbandingan, ketika Saddam masih berkuasa, janda korban perang akan mendapat jatah tanah, biaya pemakaman dan uang pensiun yang cukup.
Suami Jalila Hasan, Kadhum Mohammed berusia 29 tahun waktu ia tewas dalam perang Iran-Irak. Waktu itu Jalila masih berusia 17 tahun dan mendapatkan pensiun. Bahkan pemerintah memberinya pilihan pesangon, mobil atau uang tunai dengan jumlah setara. Jalila memilih yang kedua. "Dibanding sekarang, dulu kami lebih diperlakukan lebih baik. Tidak dibiarkan dalam kemelaratan," katanya.

Jalila yang sekarang tinggal bersama ibunya di Sadr City masih mendapatkan pensiun 80 dolar per bulan, tetapi nilainya sekarang sudah merosot jauh.

Afifa Hussein ditinggalkan sang suami Uraibi Hamid (58) yang tewas ditembak orang tak dikenal 14 Juli lalu di Samara. Tinggallah sekarang Afifa dengan delapan anaknya. Ia harus berjuang merawat dua putranya yang cacat dan seorang putrinya yang sakit-sakitan. Untuk mendapatkan uang tambahan bagi keluarganya, putranya yang berusia 19 tahun menjadi sopir taksi, sebuah profesi yang amat berbahaya di Irak sekarang.

Seorang putrinya putus sekolah karena tidak ada biaya, sedangkan satu putra lainnya yang trauma keluar dari rumah itu dan tinggal bersama keluarga di tempat lain.

Kisah memilukan lain meluncur dari mulut Badriyah Hamid (40), perempuan Syiah dengan 10 anak. Ia bekerja hingga larut malam di sebuah sekolah di desa Rashidiyah yang didominasi warga Sunni pada 23 Mei 2007. Saat itu ia mendengar suaminya, Fadhil Jafar, tewas ditembak dan mayatnya dibuang di pinggir jalan.

"Saya lari ke tempa itu bersama semua anak saya, kami memeluk mayatnya. Dia ditembak enam kali di punggung dan kepalanya," kata Badriyah.

Pembunuhan itu membuat salah satu putranya menderita amnesia, tidak bisa lagi membaca dan menulis, sehingga dikeluarkan dari sekolah. Namun sebagai keturunan Kurdi yang tangguh, Badriyah tidak menyerah begitu saja pada keadaan.

Lalu ia mengajak seluruh keluarganya pindah ke rumah keluarga suaminya. Namun ia kemudian khawatir anak-anak perempuannya akan dipaksa kawin dengan anak laki-laki keluarga itu. Jadi dengan uang sumbangan para tetangga ia pindah dari situ ke sebuah rumah dua kamar bersama anak-anaknya.

Untuk menyambung hidup, ia kadang-kadang mendapat pekerjaan sebagai petugas kebersihan, namun tetap saja uang yang dihasilkan tidak cukup. Ia khawatir, tanpa suami, anak-anaknya menjadi tidak terkendali, misalnya menjadi pengedar narkoba atau pengaruh buruk lainnya.

"Suami saya adalah segalanya dalam hidup saya. Tanpa dia, hidup ini terasa sangat sulit, karena tidak ada yang bisa membantu dan tidak ada yang bisa mengisi celah yang ditinggalkannya. Di samping harus mengatasi persoalan keuangan, saya juga harus menjaga moral anak-anak saya dan melindungi mereka dari lingkungan yang jahat," kata Badriyah.

Kisah Masya, Jalila, Afifa dan Badriyah secara total mengubah gambaran Irak sebagai negeri indah yang digambarkan dalam Kisah 1001 Malam. Kini Irak menjadi negeri sejuta janda dengan berjuta-juta anak yang tidak jelas masa depannya. Kalau saja perang berakhir, belum tentu penderitaan para janda ini turut berakhir.(AP)

Friday, April 4, 2008

Benang Merah Itu Telah Terputus...


KOMPAS/AGUS MULYADI / Kompas Images
Ribuan TKI bermasalah di Malaysia mendatangi Gedung KBRI di Kuala Lumpur, awal November 2004. Ini sebagai buntut penertiban pekerja asal Indonesia di Malaysia.
Jumat, 4 April 2008 | 01:07 WIB

Oleh Khairina

Terang Bulan terang di kali

Buaya timbul disangka mati

Jangan percaya mulut lelaki

Berani sumpah tapi takut mati...

Lagu Terang Bulan sempat sangat populer di Indonesia pada tahun 1937-1938, saat film berjudul Terang Boelan ”meledak”. Film yang ditangani Albert Balink dan wartawan Indonesia, Saroen, itu terkenal di seluruh Nusantara, bahkan sampai Singapura dan Tanah Semenanjung.

Inilah film pertama yang ”suaranya” sempurna. Hingga beberapa puluh tahun kemudian, lagu fenomenal itu masih dinyanyikan di sekolah-sekolah. Lagu itu baru berhenti diputar pada tahun 1957 saat Malaysia mendengungkan lirik lagu Terang Bulan sebagai lagu kebangsaan mereka.

Begitu pun lagu klasik Melayu lain, macam Dondang Sayang, yang sangat akrab di telinga masyarakat Melayu di Nusantara dan di Tanah Semenanjung (baca: Malaysia). Atau lagu-lagu dan film yang mengetengahkan sosok P Ramlee sebagai seniman Melayu dari Pulau Pinang—baik sebagai penyanyi maupun aktor— yang hingga akhir 1960-an masih digemari di kedua negara. Film Bujang Lapuk (sekadar menyebut satu di antara puluhan film komedi yang dibintangi P Ramlee) begitu populer di kedua negara.

Beberapa contoh kecil ini hanya untuk menggambarkan betapa dekatnya hubungan Indonesia dan Malaysia pada saat itu.

Mukhlis PaEni, Staf Ahli Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Bidang Pranata Sosial, mengatakan bahwa saat itu hubungan budaya antarkedua negara begitu cair. Orang Indonesia akan merasa bangga saat lagu atau kesenian miliknya dimainkan negara tetangga.

Saking dekatnya hubungan Indonesia-Malaysia, kata Ketua Masyarakat Sejarawan Indonesia ini, bangsa Malaysia dianggap sebagai bagian dari kehidupan bangsa Indonesia. Dalam beberapa hal orang-orang Melayu ditolong oleh orang Indonesia. Pada era 1960-an, misalnya, guru-guru dari Indonesia dikirim ke Malaysia untuk mengangkat marwah dan harkat bangsa Melayu.

”Pemahaman seperti itu (bahwa Malaysia bagian dari Indonesia) sangat kental dalam pikiran orang Malaysia dan pikiran orang Indonesia,” kata Mukhlis.

Kenyataan ini juga diakui Datuk Zainal Kling dari Universitas Malaya, Malaysia. Bahkan, hingga kini pun begitu banyak orang Melayu-Malaysia yang masih memiliki kerabat di Indonesia. Tak terbilang pula tokoh-tokoh Melayu di Tanah Semenanjung yang terus menelusuri jejak masa silam ”pupu-poyang” mereka yang berasal dari Nusantara.

”Secara pribadi, saya sendiri amat merasakan kemesraan tentang Indonesia itu sejak kecil di kampung. Meskipun pada waktu itu kampung saya di wilayah Naning, Melaka—yang berpegang pada sistem adat perpatih (matrilineal), tapi sudah sering sekali mendengar nama-nama kelompok ”asing” seperti ”orang Jawa”, ”orang Minangkabau”, ”orang Mandailing”, atau ”orang Aceh”. Namun, ”keasingan” itu tidak sedikit pun membedakan mereka dari kelompok Melayu,” tutur Datuk Zainal Kling.

Bahkan, semasa kecil ia mengaku kerap berinteraksi dengan amat mesra dengan orang-orang ”asing” tersebut. Ia pun suka mendengar cerita atau kisah pelayaran para tetangga ”asing” dari Minangkabau yang juga mereka panggil datuk atau nenek.

”Sudah jadi kegemaran kami pula membeli lemang (ketan yang biasanya dimasak di bumbung bambu) dari Bang Leman, orang Jawa yang kawin dengan Cik Som, gadis Minang itu. Sesekali nenek kami membuka kisah sejarahnya tentang bapaknya dari tanah Mandailing, yang sudah meninggalkan kampung kami untuk pulang ke Sumatera,” ujar Datuk Zainal Kling berkisah.

Tautan budaya dan sejarah

Hubungan mesra itu tak lepas dari sejarah yang menautkan kedua bangsa. Kerajaan dan kesultanan di Malaysia banyak yang berhubungan erat dengan kesultanan yang ada di Indonesia. Negeri Sembilan, misalnya, erat kaitannya dengan Minangkabau karena Raja Negeri Sembilan berinduk ke Pagarruyung.

Selangor atau Pahang terkait erat dengan Sulawesi Selatan karena Sultan Johor adalah keturunan Kesultanan Bugis. Demikian juga Kesultanan Melaka yang merupakan keturunan dari Raja Parameswara. Cikal-bakal pendiri imperium Melaka ini datang dari Bukit Siguntang (baca: Palembang). Adapun Perak dan Kedah sangat erat hubungannya dengan Aceh.

Apalagi ketika pada tahun 1911 Melaka jatuh ke tangan Portugis. Meski pusat kekuasaan orang- orang Melayu berpindah ke Johor, dan setelah itu berganti-ganti ke Bintan-Lingga-Johor-Penyengat, namun tidak sedikit di antara bangsawan Melaka yang eksodus dan tinggal di Indonesia. Bahkan, ada yang kemudian menetap di Buton, Ternate, Makassar, atau Sumbawa. Tidak heran pula bila hampir semua tradisi Nusantara di Indonesia Timur sangat kental dipengaruhi tradisi Melayu-Melaka dan Melayu-Johor.

Sayangnya, hubungan yang mesra itu terkikis 30 tahun terakhir.

Menurut Mukhlis PaEni, selama 30 tahun terakhir kedua negara sibuk memikirkan urusan ekonomi. Malaysia gencar membangun kebun kelapa sawit dan industri, sementara Indonesia membangun kilang-kilang minyak dan lainnya.

”Akibatnya, pertautan-pertautan budaya yang menyangkut hati nurani itu tidak muncul. Yang diurus kedua belah pihak lebih tertuju pada masalah ekonomi,” kata Mukhlis.

Saat resesi ekonomi mendera, Malaysia berhasil selamat, sementara Indonesia masih juga megap-megap sehingga banyak orang Indonesia terpaksa ”melarikan diri” ke Malaysia. Saat itulah muncul berbagai konflik, termasuk konflik budaya.

Generasi muda Malaysia yang tidak mengetahui asal-usul bangsanya hanya mengenal Indonesia sebagai ”Indon” yang berkonotasi negatif. Sebaliknya, generasi muda Indonesia hanya mengenal Malaysia sebagai bangsa yang arogan. Benang merah antarkedua negara itulah yang kini terputus.

Ketegangan yang sempat muncul akibat klaim Malaysia atas sejumlah produk budaya yang juga dimiliki Indonesia sebetulnya tak perlu terjadi bila kedua pihak memahami betul sejarah tentang asal-usul kedua bangsa. Apalagi bila mengacu semangat yang disuarakan UNESCO (Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan kebudayaan PBB) bahwa setiap negara di dunia berhak mengajukan mata-mata budaya untuk dilestarikan.

”Jadi, misalnya, suatu mata budaya dimiliki oleh beberapa negara, maka mata budaya itu berhak dilindungi tersendiri dan bersama-sama. Dengan begitu tidak ada lagi yang mengatakan engkau yang lebih tua dan aku yang lebih muda. Semua negara yang memiliki mata budaya yang sama berhak mengajukan itu sebagai warisan yang harus diselamatkan,” ujar Mukhlis.

Itu sebabnya, menurut Mukhlis, sebenarnya tidak ada masalah berarti antara Indonesia-Malaysia. ”Konflik” budaya yang beberapa waktu lalu digembor-gemborkan, kata Mukhlis, adalah bagian dari politik.

Komoditas ekonomi

Sedikit berbeda dengan Mukhlis, Al azhar—budayawan Melayu dari Riau yang sehari-hari mengelola Yayasan Bandar Seni Raja Ali Haji di Pekanbaru— menganggap konflik budaya terjadi karena karya-karya budaya mengalami komodifikasi. Budaya dijadikan sebagai komoditas ekonomi. Malaysia, kata Al azhar, mampu mengemas ulang bentuk budaya yang ada dan menjadikannya komoditas untuk dijual.

Dia mencontohkan, dalam konteks Melayu-Riau, kultur yang ada di Riau sama persis dengan yang ada di Malaysia. Namun, Malaysia mengalami modernisasi yang cepat. ”Jadi, kalau mau melihat Melayu yang asli sudah susah mencarinya di Malaysia,” kata Al azhar.

Itu sebabnya, untuk mengonstruksi Melayu dan kemelayuan, Malaysia mencari sumber-sumber yang mungkin untuk memperkuat eksistensi kemelayuan di negara itu. Sumber terdekat yang seagama, sebahasa, dan seadat adalah Riau yang perkembangan kebudayaannya relatif lambat.

Di sisi lain, Pemerintah Indonesia sendiri tidak pernah serius memelihara kebudayaan Indonesia. Negara, kata Al azhar, bahkan menzalimi bentuk-bentuk kebudayaan dan mengobok-obok sarangnya. Dia mencontohkan hancurnya budaya yang menyatu dengan alam dan lingkungan sungai akibat hancurnya alam. Kebudayaan itu pada akhirnya juga ikut sekarat.

”Ada paradoks antara yang kita ucapkan dan apa yang kita lakukan. Di sini, kata dan laku adalah dua hal yang berbeda,” ujarnya. (ken)

Indonesia-Malaysia di Persimpangan Jalan


KOMPAS/WISNU WIDIANTORO / Kompas Images
Jumat, 4 April 2008 | 01:10 WIB

Sejumlah cerdik-cendekia dari Tanah Semenanjung (baca: Malaysia) mengaku heran mengapa orang-orang Indonesia begitu marah dan naik pitam disebut ”Indon”. Bagi mereka, ”Indon” sekadar akronim. Tanpa pretensi, sebagaimana ungkapan Bangla untuk orang-orang Banglades, Viet untuk orang Vietnam, atau Thai bagi orang-orang dari Thailand.

"Sungguh, tak ada niat untuk merendahkan,” kata Profesor Madya Datuk Zainal Abidin Borhan dari Akademi Pengkajian Melayu, Universitas Malaya.

Hanya saja, dalam dialog budaya Indonesia-Malaysia di Jakarta, beberapa waktu lalu, penjelasan yang didedahkan oleh para cerdik-cendekia dari Tanah Semenanjung tersebut lebih bersifat pembelaan diri. Hanya semacam apologi. Alhasil, yang muncul ke permukaan justru terkesan sebagai langkah (baca: strategi) menghindar dari persoalan, tanpa upaya untuk memahami hakikat terdalam dari ”kemarahan” orang-orang Indonesia atas penyebutan ”Indon” itu sendiri.

Untung ada Taufik Abdullah. Sejarawan-budayawan yang juga mantan Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) ini mencoba meletakkan duduk masalahnya dari perspektif kesejarahan. Di depan forum itu ia bukan saja ber-”kisah” tentang pengalaman kolektif kedua bangsa serumpun ini, tetapi juga memberi perspektif kepada para sejawatnya dari Malaysia tentang makna kesejatian di balik penabalan nama ”Indonesia” bagi negara bekas jajahan Belanda ini. Indonesia sebagai label bangsa adalah sebuah keniscayaan.

Bahwa, kata Taufik Abdullah, rekonstruksi kritis dari sejarah pertumbuhan bangsa Indonesia—yang semula tak lebih dari kesatuan-kesatuan etnis yang hanya diikat oleh kepentingan dagang dan politik, kesamaan pokok-pokok aspek kultural, serta pengalaman sejarah, dan akhirnya menjadi sebuah bangsa—merupakan pengetahuan yang selalu dipupuk dan dipelihara. Dari sini lalu muncul kesadaran kebangsaan, nasionalisme, yang melampaui batas-batas etnis dan daerah.

Dalam struktur pengetahuan ini pula ditunjukkan bagaimana sebuah nama yang melingkupi semua anak bangsa akhirnya harus ditemukan. Nama Indonesia yang diambil dari konsep antropologi yang diperkenalkan ilmuwan Inggris, Earl dan Logan—tetapi dipopulerkan oleh Afdolf Bastian, seorang ilmuwan Jerman—pun mulai digunakan oleh Bung Hatta dan kawan-kawan pada 1924. Hebatnya, nama yang memicu semangat kebangsaan ini dicuatkan tidak di ”kampung halaman” mereka yang kala itu masih bernama Hindia Belanda, tetapi justru di jantung negeri penjajahnya: Amsterdam!

”Bagi kami, Indonesia adalah suatu pernyataan dari tujuan politik karena nama ini adalah simbol tanah air di masa depan,” kata Bung Hatta. Sebelumnya, Bung Hata bersama segelintir pemuda yang sedang belajar di Negeri Belanda mengganti nama organisasi mahasiswa yang mereka dirikan dari Indische Vereeniging menjadi Indonesische Vereeniging (Perhimpunan Indonesia).

Nama ”Indonesia” kemudian dikukuhkan sebagai nama bangsa dan tanah air lewat Kongres Pemuda Indonesia II pada 28 Oktober 1928. Sejak itu pula, bukan saja gerakan nasionalisme semakin memiliki bentuk yang jelas, pengakuan nama ”Indonesia” sebagai pengganti Hindia Belanda dan inlanders pun mulai diperjuangkan.

Sejarah Indonesia pun mencatat itu semua dengan tinta emas. Dalam perjuangan itu ratusan nasionalis yang sempat dipenjara, dibuang ke berbagai daerah terpencil, serta tak terhitung jumlah pejuang yang tewas dalam perang kemerdekaan.

”Karena itu, mestikah diherankan kalau orang Indonesia— setidaknya yang agak terpelajar—dengan mudah akan tersinggung terhadap ucapan ’Indon’; meskipun mungkin maksudnya tidak merendahkan atau hanya kebiasaan semata. Soalnya ialah ’Indonesia’ disadari benar sebagai simbol dari cita-cita yang diperjuangkan dengan darah dan air mata,” papar Taufik.

Batu sandungan

Gugatan atas penabalan istilah ”Indon” oleh Malaysia terhadap orang-orang Indonesia, terutama mereka yang datang ke negeri jiran tersebut, hanyalah satu dari sekian banyak kerikil yang menjadi batu sandungan hubungan kedua negara. Persoalan seputar penanganan tenaga kerja Indonesia alias TKI di sana, masalah perbatasan, hingga klaim atas produk budaya yang memiliki banyak persamaan juga jadi masalah tersendiri dalam kehidupan antarbangsa serumpun ini.

Pengakuan Malaysia sebagai ”adik” atas Indonesia sebagai ”abang” tidak serta-merta memuluskan hubungan kekerabatan yang sudah terjalin berabad-abad lampau. Berbagai upaya yang dilakukan kedua pihak untuk meredam ”silang-sengketa” itu—dalam kasus terakhir terutama dipicu lepasnya kepemilikan Pulau Sipadan dan Ligitan dari tangan Indonesia dan beralih ke Malaysia—sejauh ini baru bisa meredakan aksi-aksi bersifat frontal.

Berbagai forum dialog antarbangsa, ”pembangunan jembatan budaya” melalui pentas kesenian oleh institusi resmi pemerintahan, hingga pertemuan-pertemuan informal antarindividu di bidang kebudayaan memang terus mewarnai jalinan kekerabatan antarnegara serumpun ini.

Musisi-musisi dari Indonesia masih saja laku berpentas di negeri jiran tersebut. Begitu pun sebaliknya. Cukup banyak penyanyi Malaysia—taruhlah seperti Siti Nurhaliza, Amy Search, atau Anita Sarawak pada dekade lalu—yang sempat meroket namanya di Indonesia lewat sederetan lagu-lagu mereka. Jauh ke belakang lagi, nama aktor-penyanyi P Ramlee pun begitu akrab bagi kalangan masyarakat Melayu di Kepulauan Nusantara pada beberapa dekade lalu.

Bahkan, Indonesia dan Malaysia (belakangan juga melibatkan Brunei Darussalam) sudah menjalin kerja sama di bidang kebahasaan sejak 1972. Dengan titik berat pada penyamaan ejaan bahasa Melayu/Indonesia di kedua negara, serta ”menciptakan” istilah-istilah di bidang keilmuan, upaya untuk menjadikan bahasa Melayu/Indonesia sebagai bahasa internasional terus dipupuk.

Lewat lembaga kerja sama yang kemudian dinamakan Majelis Bahasa Brunei Darussalam-Indonesia-Malaysia (Mabbim) itu, sedikitnya 270.000 istilah keilmuan sudah disepakati. Hanya saja, upaya penyamaan ejaan dan ”penciptaan” istilah-istilah keilmuan itu praktis tak bergaung. Kenyataannya di setiap negara aspek kebahasaan dan peristilahan berkembang dengan arahnya sendiri.

Boleh jadi betul sinyalemen Tan Sri Dato’ Ismail Hussein, tokoh Melayu dari Gabungan Persatuan Penulis Nasional Malaysia (Gapena). Katanya, walaupun kedua bangsa ini telah 50 atau 60 tahun merdeka, tetapi masing-masing masih hidup dalam semangat nasionalisme yang kental.

”Demi dan atas nama nasionalisme kita membina wilayah sendiri dengan identitas sendiri. Negara-negara jiran lalu dilihat sebagai saingan, dan saingan itu menjadi sangat rumit apabila kita adalah sekeluarga, yang mewarisi banyak persamaan, terutama dari masa lampau,” ujar Tan Sri.

Padahal, kedua negara memiliki sejarah panjang sebagai bangsa serumpun. Adalah Raja Parameswara, atau kerap disebut sebagai Iskandar Syah (dalam kitab Sejarah Melayu disebut-sebut juga nama Sang Nila Utama), yang merupakan cikal bakal raja-raja Melayu. Parameswara adalah raja dari masa-masa akhir Sriwijaya yang hijrah dari Bukit Siguntang (baca: Palembang) dan membangun imperium di Melaka—setelah sebelumnya singgah selama beberapa tahun di Tumasik (Singapura)—pada akhir abad ke-14.

Dalam perkembangan lain, orang-orang Minangkabau menjelajah hingga menjadi raja di Negeri Sembilan, kelompok Bugis bertakhta di Johor, sementara orang Aceh banyak bermukim di Kedah dan Perak. Anak-cucu para perantau dari Kepulauan Nusantara ini lalu menetap dan menjadikan kawasan Tanah Semenanjung sebagai ”negeri baru” mereka, dan menjadi negara sendiri setelah setiap wilayah lepas dari cengkeraman pejajah: Inggris dan Belanda.

Hubungan sebagai bangsa serumpun itu terus dipupuk. Politik ”konfrontasi” pada era Presiden Sukarno pada 1960-an tak membuat kekerabatan itu hancur. Karya-karya sastra Indonesia masih jadi bacaan wajib di sekolah-sekolah di Tanah Semenanjung, juga di Sabah dan Sarawak. Guru-guru dari Indonesia pun didatangkan ke Malaysia.

Akan tetapi, sebagaimana diungkapkan Datuk Zainal Kling, guru besar dari Universitas Malaya, Malaysia, perkembangan politik dan hubungan kritikal antarnegara kemudian mematikan kemesraan itu. Keserumpunan berangsur-angsur berubah menjadi sekadar ungkapan. Masing-masing berjalan dengan ide dan semangat yang, kalau tak boleh dibilang berseberangan, tak saling mendukung.

Padahal, meminjam pernyataan Tan Sri Dato’ Ismail Hussein, ”Kalau saja Indonesia dan Malaysia ”digabungkan” tentulah merupakan dataran tamadun Melayu yang utama di Asia Tenggara. Malah bukan tidak mungkin di dunia!” (ken)

Bush, Ukraina, dan NATO

Dalam KTT Pakta Pertahanan Atlantik Utara, Presiden AS George Bush menekan anggota lain untuk mengundang Ukraina dan Georgia sebagai anggota baru.

Namun, prakarsa Presiden Bush dalam Konferensi Tingkat Tinggi di Bucharest, Romania, Rabu, tidak mendapat dukungan dari sekutu dekatnya, Jerman dan Perancis. Langkah Bush dikhawatirkan bisa membuat Rusia makin kuat memprotes rencana penggelaran sistem rudal NATO di Eropa Timur.

Orang mungkin bertanya, apa motif Bush mendesakkan keanggotaan Ukraina dan Georgia dalam NATO? Satu hal yang perlu kita ingat, KTT NATO kali ini adalah yang terakhir yang dihadiri Bush sebagai presiden AS. Mungkin ia ingin dikenang sebagai tokoh yang meninggalkan warisan penting bagi persekutuan yang berdiri tahun 1949 ini. Mungkin pula ia ingin dikenang sebagai tokoh penting oleh rakyat Ukraina dan Georgia.

Akan tetapi, tentangan terhadap ide Bush itu makin banyak karena pandangan Jerman dan Perancis yang menentang lalu diikuti Italia, Hongaria, dan negara Benelux. Hanya saja, para sekutu ini ingin menemukan jalan tengah yang enak baik bagi Bush maupun kedua negara sempalan Uni Soviet di atas. Sementara Bush sendiri menyadari keinginannya sulit diwujudkan.

Di luar itu, NATO tak menemui kesulitan ketika mengajukan undangan kepada Kroasia dan Albania untuk bergabung dengan persekutuan. Agenda lain yang dilakukan adalah mengubah pandangan Yunani yang masih menentang prakarsa mengundang Macedonia untuk menjadi anggota.

KTT kali ini juga dimanfaatkan Bush untuk kembali mengulangi peringatannya, bahwa ancaman teroris merupakan ancaman nyata, sehingga mengalahkannya harus merupakan prioritas utama NATO. Namun bisa dicatat, meski hal itu prioritas utama Bush, bagi sebagian anggota lainnya isu tersebut bukan prioritas.

Seiring dengan peringatan terhadap ancaman terorisme inilah Bush menilai, revolusi demokratis di Ukraina dan Georgia patut direspons, yaitu dengan menawarkan kepada mereka masuk ke dalam Membership Action Plan (MAP), yakni satu proses untuk mempersiapkan keduanya menjadi anggota penuh.

Sementara Jerman dan Perancis menganggap Ukraina dan Georgia belum cukup stabil, dan mengundangnya menjadi anggota hanya akan memicu reaksi Rusia yang tidak perlu. Namun juga bisa dikemukakan bahwa tidak semua sepandangan dengan Jerman dan Perancis. Harus diakui, keinginan Bush memang telah memicu perdebatan hangat, yang hasil akhirnya akan menentukan apa yang ia wariskan (legacy) bagi NATO, tetapi sekaligus juga sosok diplomasi AS di dalam NATO.

Wednesday, April 2, 2008

UMNO

Isu Perpecahan Menajam
Mahathir Kembali Desak PM Badawi Mundur


Rabu, 2 April 2008 | 00:43 WIB

Kuala Lumpur, Selasa - Mantan Perdana Menteri Malaysia, Mahathir Mohamad, Selasa (1/4), mengajak anggota Organisasi Nasional Melayu Bersatu atau UMNO untuk mendesak PM Abdullah Badawi mundur. Seruan Mahathir semakin menegaskan perpecahan di tubuh UMNO pascapemilu 8 Maret.

Di hadapan sekitar 2.000 pendukung UMNO yang bertemu di sebuah hotel di Kuala Lumpur, Mahathir kembali mendesak Badawi untuk mundur. ”Saya meminta dia mundur. Orang lain tentu sudah mundur, tetapi dia tidak. Jika dia menunggu hingga partai ini hancur total, sia-sia saja,” katanya.

Mahathir pernah menyerukan tuntutan serupa sesaat setelah koalisi berkuasa Barisan Nasional (BN) kehilangan kursi mayoritas di parlemen pada pemilu 8 Maret. Namun, Badawi bersikukuh untuk bertahan.

Mahathir menuding Badawi gagal memberantas korupsi dan nepotisme yang merajalela di Malaysia. Dia merujuk pada menantu Badawi, Khairi Jamaluddin, yang memiliki pengaruh besar dalam pengambilan keputusan Badawi.

Seruan Mahathir diulangi putranya, Mukhriz Mahathir. Dia menyerukan agar anggota UMNO berani berbicara dan tidak terintimidasi.

”Jangan takut jika kalian mencintai negara ini. Bicaralah. Kita telah sampai di persimpangan. Ada yang salah dengan kepemimpinan kita, yaitu Abdullah Badawi,” kata Mukhriz.

Pertemuan di hotel di Kuala Lumpur tersebut semula bertujuan untuk mengevaluasi hasil yang dicapai BN pada pemilu parlemen. Selain kehilangan mayoritas dua pertiga kursi, BN juga kehilangan kendali atas lima negara bagian. Ini merupakan hasil terburuk sepanjang sejarah kepemimpinan BN sejak tahun 1957.

Namun, evaluasi hasil pemilu itu berubah menjadi ajang terbuka untuk mengkritik Badawi dan meminta dia mundur. Salah satu orang dekat Badawi, Mohamad Khir Toyo, mengatakan, mundurnya Badawi bukan jawaban atas persoalan yang sedang dialami UMNO.

Sebelum seruan agar Badawi mundur kembali merebak, pendukung UMNO terpecah mengenai usulan jadwal pemilihan presiden partai. Badawi menunda jadwal pemilihan yang seharusnya pada bulan Agustus menjadi Desember. Para pengamat mengatakan, Badawi mencoba membeli waktu.

Mundurnya beberapa wakil menteri dari kabinet baru Badawi juga memunculkan spekulasi perpecahan di tubuh UMNO.

Saat isu perpecahan gencar menerpa UMNO, oposisi Malaysia justru memantapkan persatuan mereka. Tiga partai oposisi, yaitu Partai Keadilan Rakyat (PKR), Partai Islam Se-Malaysia (PAS), dan Partai Aksi Demokratik (DAP), Selasa, meresmikan koalisi di bawah nama Pakta Rakyat.

”Jika ada perbedaan, kami akan mencoba menghormati perbedaan itu,” kata Pemimpin PAS Hadi Awang. (ap/afp/reuters/fro)

Malaysia Kini & Peluang Anwar Ibrahim


JAKARTA - Pemilu Malaysia baru saja digelar 8 Maret lalu. Hasilnya, Barisan Nasional (BN) mengalami keterpurukan terparah sejak 50 tahun berkuasa. Koalisi BN kehilangan mayoritas 2/3 kursi di parlemen serta harus rela melepaskan lima dari 13 negara bagian yang direbut partai-partai oposisi.

Pemilu yang digelar Maret lalu dilakukan setelah Perdana Menteri Abdullah Ahmad Badawi mengumumkan digelarnya pesta demokrasi itu lebih awal. Langkah ini tampaknya ditempuh agar tokoh oposisi Anwar Ibrahim tak bisa ikut serta mencalonkan diri dalam pemilu. Sebab, masa iddah politik Anwar baru akan berakhir 12 April.

Bagaimana peta politik di Malaysia pasca-pemilu dan bagaimana peluang kelompok oposisi untuk merebut kekuasaan dari BN yang dimotori UMNO? Berikut petikan dialog okezone dengan Presiden Teras Mohd Azmi Abdul Hamid, lembaga yang konsern pada pemberdayaan kebangsaan dan keumatan di Malaysia.

Wawancara dilakukan di sebuah restoran di bilangan Warung Buncit, Jakarta Selatan, Senin (24/3/2008) malam. Cikgu Azmi, sapaan akrab Mohd Azmi Abdul Hamid, tampil bersarung, berbaju koko putih khas Melayu, dan berpeci hitam. Wawancara dilakukan hampir selama dua jam.

Hasil pemilu 8 Maret lalu sangat mengejutkan hasilnya. Faktor apa saja yang menyebabkan kekalahan koalisi BN?

Kali ini BN memang tidak mendapatkan 2/3 kekuasaannya. Mereka memang masih berkuasa secara nasional, namun mereka mengalami kekalahan telak di 5 negara bagian, yaitu Kedah, Kelantan, Perak, Penang, dan Selangor, juga di wilayah persekutuan.

Ini suatu kejutan yang tidak disangka. Sebelumnya, dalam kampanye Barisan nasional, mereka optimistis hasilnya positif. Tapi ternyata, keresahan masyarakat sejak 2004, seperti kasus korupsi yang besar dan tidak diambil tindakan, juga kepincangan di institusi kehakiman, dan beberapa situasi harian di mana kriminalitas meningkat dan biaya hidup semakin tinggi, tidak mendapatkan perhatian dan berakhir pada sokongan kepada oposisi.

Yang paling berpengaruh dan menimbulkan kekecewaan di masyarakat adalah adanya manipulasi surat suara.

Ada demokrasi yang tidak bersih, dibuktikan oleh beberapa kelompok dan juga oposisi. Ada pula proyek mega yang tidak memberikan manfaat kepada masyarakat, seperti south economy coridor di Johor, north economy coridor, dan juga east economy coridor. Semuanya tidak memberi benefit kepada masyarakat.

Terakhir, kebangkitan orang-orang India yang dimotori Hindraf, dan itu dihadapi pemerintah dengan represif. Sama halnya dengan orang China yang menghadapi kekecewaan ekonomi.

Keadaan politik saat ini merupakan gambaran protes, tidak hanya dari oposisi, tetapi juga dari internal UMNO, MCI, dan MIC. Ada perubahan sikap dan berbentuk amarah terhadap Badawi. Juga kekecewaan terhadap peran menantu Badawi yang mengatur calon-calon di Barisan Nasional, meski itu belakangan dibantah oleh Badawi.

Dengan konfigurasi demikian, apa implikasinya bagi perjalanan politik Malaysia?

Kita akan lihat sesuatu yang berbeda. Lima negeri sudah direbut. 82 kursi di parlemen sudah direbut. Itu akan menjadikan debat di parlemen lebih tajam. Apabila BN tidak mendapatkan 2/3 suara, maka mereka tidak bsa meloloskan UU atau mengamandemen perundang-uindangan dengan mudah.

Keadaan tentu kini lebih sukar bagi BN.

Beberapa menteri senior tidak dimasukkan lagi dalam kabinet oleh Badawi. Apa implikasinya bagi UMNO dan koalisi BN?

Ini akan berlaku konflik di UMNO. Konflik akan semakin meluas, termasuk adanya penggembosan dari dalam. Saat ini ada perebutan di dalam UMNO. Ada pula suara yang meminta Badawi resign.

Suara UMNO semakin tidak dihormati. Kita ambil contoh Badawi. Dia di negerinya sendiri tidak dihargai, terbukti dengan kekalahan yang dialaminya. Negerinya sendiri ternyata sudah diambil oposisi.

Seperti diketahui, Badawi antara lain mencopot Menteri Perdagangan Rafidah Aziz yang telah menjabat selama 30 tahun dan Sekjen United Malays National Organization (UMNO) yang juga mantan Menteri Perumahan Mohammed Radzi Sheikh Ahmad.

Adanya klaim terjadinya pembelotan dari BN ke Barisan Alternatif (BA) yang dipimpin mantan Deputi Perdana Menteri Anwar Ibrahim?

Itu belum pasti. Tapi di kalangan mereka yang berkomunikasi dengan Anwar sudah ramai mengenai kabar pembelotan itu. Namun hingga kini apakah pembelotan akan berlaku, itu belum jelas. Yang pasti, confidence BN kini semakin mengecil.

Mengenai Peluang Anwar Ibrahim?

Kini Anwar menunggu masa iddah politiknya berakhir. Saat ini dia belum boleh bertanding di politik.

Sekarang ini ada kekosongan politik, dan selepas April, bila kekosongan masih ada, maka Anwar akan maju menjadi calon. Peluang dia besar untuk menjadi perdana menteri. Dia menargetkan 30 kursi yang cross over dari BN ke BA.

Untuk diketahui, saat ini, BA sudah menguasai 82 kursi dibanding BN yang mendapat 140 kursi. Ini artinya, dari jumlah 222 kursi parlemen, BA memerlukan 30 kursi saja lagi untuk mendapatkan mayoritas untuk melampaui kekuasaan BN di Malaysia. Jika suara 30 kursi itu diperoleh, maka BA akan menduduki 112 kursi dan BN 110 kursi.

Anwar pun dapat meminta istrinya, Wan Azizah Wan Ismail, dan anaknya, Nurul Izzah, yang pada pemilu menang untuk mundur. Jika keduanya mundur, maka kewajiban Komisi Pemilihan Umum Malaysia untuk melakukan pemilihan ulang, dan membuka peluang bagi Anwa masuk ke Dewan Rakyatr.

Apakah persoalan hukum yang menimpa Anwar beberapa waktu lalu tidak berpengaruh kepada dia untuk kembali berkiprah?

Yang pasti, semangat Anwar sangat kuat. Banyak orang non-Melayu seperti China dan India yang menyokong dia. Ini menarik. Mereka yang mendukung Anwar berprinsip asal jangan BN. Jadi dukungan terhadap dia sudah lintas-etnis.

Mengenai posisi raja pascapemilu?

Secara tradisi, biasanya memang raja mendukung BN. Tetapi sesudah pemilu, ada pemikiran kritis dari Raja Mizan dan raja-raja lain di beberapa kesultanan. Keadaan telah menggugah kuasa konstitusional mereka.

Coba keluar dari isu pemilu. Bagaimana dengan isu rasial yang menerpa Malaysia, seiring banyaknya pemberitaan dan membentuk stigma buruk bagi Malaysia?

Itu ada distorsi pemberitaan. Kalau dikatakan rasial dan diskriminatif itu tidak benar. Tidak seekstrim itu. Misal, soal tidak ada peluang orang India, itu tidak benar. Mereka bisa bikin sekolah, temple. Termasuk China. Mereka masih memegang perekonomian.

Yang benar adalah, faktanya orang elit di UMNO memperkaya diri sendiri. Ada juga elit China dan elit India yang memperkaya dri sendiri. Sehigga, kesannya ada diskriminasi secara ekonomi.

Selama ini ada abuse of power. Yang terjadi, elit China, elit Melayu, dan elit India yang mendapat bagian besar, sementara rakyat kecil dari etnis-etnis itu tidak mendapat apa-apa.

Bagaimana Anda memandang hubungan Indonesia dan Malaysia pada pemerintahan Badawi berikutnya?

Pak Lah (Badawi) itu tidak konsisten. Ketika komitmen dibuat, tidak berlaku. Jadi confidence antara negara tidak terjadi. Misalkan soal TKI, juga dengan isu-isu lainnya yang memicu ketegangan. Sampai ribut-ribut soal lagu.

Lagipula, hubungan Badawi dengan pemerintah Indonesia tidak serapat seperti Mahatir dengan Soeharto. Dia juga sepertinya tidak memiliki pemikiran yang otentik untuk menyelesaikan ini. Retorikanya ada, original thinkingnya saja yang lemah.

Apa yang harus dilakukan kedua pemerintahan?

Merapatkan secara kultural. Peran LSM antarkedua negara perlu ditingkatkan. Pertemuan elit politik. Kerja sama bilateral harus terus diupayakan, tidak hanya pada sektor formal saja, tetapi pada sektor informal juga.

Juga antara media RI dan Malaysia agar turut membantu terbangunnya dialog yang baik.

Cikgu Azmi dilahirkan di Kuala Trengganu, 3 April 1958. Beristri Masadah Sajadi, perempuan keturunan Kebumen, Jawa Tengah, yang dilahirkan di Malaysia. Dari perkawinanya, dia dikaruniai 7 anak.

Sehari-harinya, Cikgu juga bekerja sebagai Ketua Departemen Pendidikan Lembaga Konsumen Penang, Malaysia (Consumers Association of Penang). Dia adalah tokoh masyarakat yang cukup disegani di Malaysia. Lembaga yang dipimpinnya, Teras, bergerak melakukan advokasi dan perlawanan terhadap globalisasi. Cikgu Azmi juga merupakan penggiat di Citizen International. Dia memiliki pemikiran yang dekat dengan Anwar Ibrahim.

Kedatangan Cikgu Azmi ke Indonesia selama beberapa hari ini untuk menghadiri undangan sebagai pembicara yang digelar Center for Indonesian Reform (CIR). Selain Cikgu Azmi, CIR turut mengundang Prof Aymeric Chauprade dari the International College of Defense, Prancis.(jri)

Tuesday, April 1, 2008

UMNO Juga Turut Menantang Badawi


AP PHOTO / Kompas Images
Abdullah Ahmad Badawi
Selasa, 1 April 2008 | 00:49 WIB

Kuala Lumpur, Senin - Posisi Perdana Menteri Malaysia Abdullah Ahmad Badawi semakin terpojok. Dua anggota kabinet, Senin (31/3), mendorong tuntutan dari para pembangkang partai berkuasa Organisasi Nasional Melayu Bersatu (UMNO) untuk menyelenggarakan pemilihan ketua UMNO secara terbuka.

Hal itu semakin menunjukkan lemahnya kepemimpinan PM Badawi setelah kehilangan banyak kursi pada pemilihan umum Malaysia 8 Maret lalu. Seruan agar Badawi mundur karena Barisan Nasional gagal mempertahankan perolehan suaranya semakin keras terdengar. Akan tetapi, sejauh ini Badawi tetap menegaskan akan memimpin Malaysia.

Muncul usulan agar sistem pemilihan ketua UMNO dilakukan secara terbuka. Hal itu disampaikan oleh Menteri Perdagangan Internasional Muhyiddin Yassin dan Menteri Pendidikan Tinggi Khaled Nordin. Dengan sistem terbuka, siapa pun bisa mencalonkan diri sebagai calon ketua umum UMNO.

Wakil Perdana Menteri Malaysia Najib Razak, yang juga Wakil Ketua Umum UMNO, mengatakan UMNO kemungkinan akan meninjau ulang sistem pemilihan ketua. Ini bertujuan untuk memperbolehkan sebuah pertarungan terbuka dalam memperebutkan kursi pemimpin tertinggi di UMNO.

”Tidak ada komitmen untuk menghapuskan sistem yang ada sekarang. Kami harus mendengar pandangan-pandangan anggota partai terlebih dahulu,” kata Najib. Ia mengatakan bahwa keputusan akhir akan dibuat oleh Dewan Tertinggi UMNO.

Menurut ketentuan di UMNO sekarang ini, seorang calon harus dinominasikan oleh minimal sebanyak 30 persen suara dari cabang-cabang partai. Ketentuan itu membuat siapa pun sulit untuk lolos nominasi jika tidak didukung oleh pemimpin partai.

Lebih sehat

Posisi ketua umum UMNO sangatlah strategis karena secara otomatis akan menjadi perdana menteri jika menang dalam pemilu. Muhyiddin yang saat ini juga menjabat Wakil Ketua Umum UMNO mengungkapkan, penerapan kuota untuk pencalonan merupakan sebuah budaya politik yang tidak sehat.

”Saya berharap dengan dihapuskannya ketentuan itu, partai di semua tingkatan akan mempunyai sistem pemilihan yang demokratis,” kata Muhyiddin.

Mantan Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad dan sejumlah pemimpin UMNO lainnya telah meminta agar sistem yang ada sekarang diganti sehingga memungkinkan siapa saja untuk menantang Abdullah Badawi.

Badawi (68) telah mengklaim mendapat mandat meskipun menderita pengurangan suara yang tak terduga dalam pemilu lalu. Akan tetapi, kalangan pengamat menilai, dia hanya berusaha mengulur-ulur waktu.

Hamzah menantang

Anggota parlemen senior UMNO, Tengku Razaleigh Hamzah, mengungkapkan tekad untuk menantang kepemimpinan Badawi jika mendapatkan dukungan memadai. Sebagai partai paling dominan di koalisi Barisan Nasional, UMNO paling dipersalahkan atas hilangnya sepertiga kursi di parlemen dan kekalahan koalisi Barisan Nasional di lima negara bagian.

Jadwal pemilihan pemimpin tertinggi UMNO yang sebelumnya dijadwalkan pertengahan tahun ini telah diundur ke Desember 2008. Sistem kuota dukungan tersebut diperkenalkan Mahathir pada tahun 1987, setelah dia menang tipis atas rivalnya yang kemudian menjadi Menteri Keuangan, Razaleigh Hamzah.(AP/AFP/OKI)

Krisis Ekonomi Global

Akhirnya AS Bersedia
Tata Lembaga Keuangan
Selasa, 1 April 2008 | 01:42 WIB

Washington, Senin - Pemerintah Amerika Serikat akhirnya bersedia mengatur kembali semua lembaga keuangan yang menjadi salah satu akar dari krisis keuangan global. Ini adalah sebuah kejutan mengingat Presiden AS George Walker Bush selama ini menolak seruan tersebut.

Tudingan yang diarahkan kepada Gedung Putih adalah peran lembaga keuangan tersebut sebagai penyumbang dana kampanye kepada politisi AS dengan imbalan agar lembaga keuangan tersebut tidak diatur ketat.

Keputusan baru Pemerintah AS itu soal pengaturan lembaga keuangan adalah yang pertama kali sejak krisis ekonomi terbesar dunia tahun 1929 yang dimulai di Amerika Serikat.

Pihak Jerman berkali-kali menyerukan agar lembaga keuangan AS dan global ditata kembali. Seruan itu juga disampaikan The Bank for International Settlement (BIS) yang berbasis di Basel, Swiss.

Pada pertemuan G-8 tahun lalu, topik pengaturan lembaga keuangan mental karena penolakan Inggris dan AS. Dalam Forum Ekonomi Dunia di Davos, Swiss, awal 2008, George Soros menegaskan gejolak pasar keuangan global tidak akan bisa diatasi hanya dengan penurunan suku bunga atau penyuntikan dana-dana ke sistem perbankan global.

Menurut Soros, gejolak keuangan global terjadi karena aktivitas sektor keuangan yang begitu liar dan beroperasi di luar kendali. Terlalu banyak kepalsuan dalam laporan keuangan global, dan sangat marak praktik-praktik ”penipuan” yang akhirnya membuat banyak lembaga keuangan global terjerembab dalam kebangkrutan massal.

Pinjaman untuk spekulasi

Salah satu contoh yang sering disebutkan adalah dimungkinkannya uang hasil pinjaman dari bank untuk dialokasikan ke investasi spekulatif, transaksi derivatif yang berisiko tinggi. Hal itu dimungkinkan karena lemahnya regulasi.

Para pengamat mengatakan, faktor itulah yang membuat AS sadar soal pentingnya pengaturan. Menkeu AS Henry Paulson membantah. ”Saya kira tidak tepat mengaitkan rencana pengaturan tersebut dengan krisis global,” kata Paulson.

Namun, krisis sektor perumahan di AS telah menjadi salah satu penyebab krisis keuangan global, yang sudah merembes ke penurunan perekonomian global. Terjadi kebangkrutan di sejumlah bank-bank besar Uni Eropa, bank-bank investasi AS seperti Goldman Sachs, Bear Stearns, dan lainnya.

Hal itu membuat lembaga keuangan tak mau menyalurkan kredit baru. Menurut mantan Gubernur Bank Sentral AS Alan Greenspan, faktor itu mempercepat ekonomi menuju resesi.

Kekacauan perekonomian AS telah pula membuat investor dunia menghindari aset-aset dalam denominasi dollar AS. Para spekulan, yang selama ini memegang aset-aset AS, berlomba-lomba memasuki pasar minyak, komoditas yang membuat harga-harga melejit.

Para pemilik dana ingin mengoptimalkan nilai-nilai aset dengan ”berspekulasi” di bursa komoditas. Hal itu kemudian mendongkrak harga-harga atau menciptakan inflasi. Direktur Pelaksana IMF Domonique Strauss Kahn sudah mengingatkan ancaman dunia, yakni resesi yang disertai inflasi (stagflasi, kombinasi antara stagnasi dan inflasi).

Memperkuat The Fed

Menkeu AS Paulson mengatakan, dalam pengaturan baru itu, yang disusun dalam sebuah draf setebal 200 halaman, fungsi Bank Sentral AS (Fed) akan diperkuat sebagai stabilisator pasar uang.

The Fed akan diberikan kekuasaan untuk mengaudit laporan keuangan lembaga keuangan, bukan saja lembaga bank, yang berkontribusi besar terhadap kekacauan sistem keuangan global.

Dalam draf itu juga disebutkan, perusahaan keuangan yang bergerak di perdagangan berjangka, salah satu aktivitas spekulatif, juga akan ditata ulang. Ini semua adalah hasil evaluasi selama setahun terakhir.

Dalam draf itu juga disebutkan akan dibentuk sebuah badan baru yang akan mengawasi kredit union dan lainnya. Pengawasan itu selama ini berada di bawah lima badan dan akan disatukan.

Sebuah lembaga baru akan dibentuk, yang akan mengatur perilaku bisnis, dan memberikan perlindungan kepada konsumen. Badan ini akan mengambil alih sebagian besar pengawasan yang selama ini dilakukan Badan Pengawasan Bursa Saham AS.

Ketua Komisi Senat AS bidang Perbankan Christopher Dodd mengatakan, langkah itu tidak akan bisa mengatasi krisis keuangan global segera. Dibutuhkan waktu hingga pengaturan itu memberikan hasil efektif.

Meski demikian, Ketua Komite Jasa Keuangan DPR AS Barney Frank mengatakan, hal itu adalah langkah maju yang konstruktif.

Harian Inggris, Financial Times, edisi Senin (31/3), juga memberitakan Inggris akan bahu-membahu dengan AS untuk mengatasi kekacauan di sektor keuangan.

Perdana Menteri Inggris Gordon Brown, juga mantan Menkeu Inggris, adalah salah satu tokoh yang mendukung pengaturan lembaga keuangan.

”Jelas, kami akan bekerja sama secara erat dengan AS dan negara industri lainnya untuk mengatasi turbulensi keuangan global,” kata seorang juru bicara PM Brown. ”Ini adalah isu global yang tentunya menuntut respons global,” kata juru bicara yang tidak disebutkan namanya itu. (REUTERS/AP/AFP/MON)