Inflasi 100.000 Persen Lebih Jadi Tema Kampanye Partai Oposisi
Jumat, 28 Maret 2008 | 00:43 WIB
Murewa, Kamis - Pemulihan kondisi ekonomi Zimbabwe yang semakin terpuruk dengan tingkat inflasi tahunan lebih dari 100.000 persen membuat partai oposisi Gerakan untuk Perubahan Demokrasi atau MDC akan memberlakukan nilai tukar mata uang baru. Ketua MDC Morgan Tsvangirai, Kamis (27/3), berjanji akan mewujudkan solusi itu jika ia memenangi pemilu dan bisa mengalahkan Presiden Zimbabwe Robert Mugabe.
”Perekonomian kita telah mati. Kami akan memperkenalkan mata uang baru untuk memperbaiki dan menstabilkan perekonomian kita,” ujar Tsvangirai di depan pendukungnya di Murewa.
Saat ini nilai tukar satu dollar AS setara dengan 50 juta dollar Zimbabwe. Tingkat inflasi yang tinggi ini menyebabkan rakyat sulit memenuhi kebutuhan pokok, seperti kebutuhan pangan. Untuk memperoleh roti saja, warga harus membayar 20 juta dollar Zimbabwe. Banyak warga yang tidak mempunyai pekerjaan dan penghasilan. Karena itu, Tsvangirai berjanji akan menciptakan lapangan pekerjaan.
Namun, menurut mantan Menteri Keuangan Zimbabwe Simba Makoni, tidak mudah memulihkan perekonomian Zimbabwe. ”Pemulihan ini memakan waktu lama. Tidak bisa dilakukan hanya dalam hitungan bulan. Kemungkinan akan membutuhkan waktu 10-15 tahun,” kata Makoni yang juga mencalonkan diri menjadi kandidat presiden.
Karena itu, kata dia, akan lebih baik jika terlebih dahulu ada rekonsiliasi nasional. ”Kita harus bisa memulihkan keyakinan dan rasa saling percaya,” ujarnya.
Sebelum terjerumus ke dalam kesulitan ekonomi seperti saat ini, Zimbabwe pernah menjadi negara pengekspor bahan-bahan pangan. Sistem ekonomi berbasis pertanian yang semula berjaya di Zimbabwe berantakan saat Mugabe memperkenalkan reformasi pertanian pada tahun 2000. Ketika itu Mugabe memutuskan mendistribusikan lahan-lahan pertanian yang subur milik kelompok minoritas kulit putih kepada mayoritas kulit hitam. Reformasi ini dianggap hanya menguntungkan politikus yang dekat dengan Mugabe.
Menghadapi ancaman gelombang protes dan perlawanan kubu oposisi, Mugabe mengingatkan, ia tak akan menoleransi gejolak kekerasan pascapemilu. Ketika berkampanye di Distrik Nyanga, partai oposisi mengancam akan protes atas kecurangan-kecurangan Mugabe dalam pemilu.
”Coba saja kalau berani dan lihat akibatnya. Kami tidak main-main. Jika ingin ikut dalam pemilu, harus bisa siap kalah. Jika kami menang, Anda harus terima, begitu juga sebaliknya,” kata Mugabe.
Tuduh negara Barat
Mugabe juga menuduh pihak Barat membawa Zimbabwe menuju penderitaan sebagai akibat dari sanksi. Semua ini, menurut Mugabe, dilakukan agar negara bekas jajahan Inggris ini menjadi terpecah belah.
Mugabe secara terbuka menuduh Inggris dan AS bertanggung jawab atas kondisi kronis di negaranya. Zimbabwe kini mengalami kritis pelayanan kesehatan, dengan persediaan obat-obatan menipis dan banyak dokter bermigrasi ke negara lain. ”Kita tidak akan mati,” ujarnya saat berkunjung ke sebuah rumah sakit di Harare. (REUTERS/AFP/AP/LUK)
Jumat, 28 Maret 2008 | 00:43 WIB
Murewa, Kamis - Pemulihan kondisi ekonomi Zimbabwe yang semakin terpuruk dengan tingkat inflasi tahunan lebih dari 100.000 persen membuat partai oposisi Gerakan untuk Perubahan Demokrasi atau MDC akan memberlakukan nilai tukar mata uang baru. Ketua MDC Morgan Tsvangirai, Kamis (27/3), berjanji akan mewujudkan solusi itu jika ia memenangi pemilu dan bisa mengalahkan Presiden Zimbabwe Robert Mugabe.
”Perekonomian kita telah mati. Kami akan memperkenalkan mata uang baru untuk memperbaiki dan menstabilkan perekonomian kita,” ujar Tsvangirai di depan pendukungnya di Murewa.
Saat ini nilai tukar satu dollar AS setara dengan 50 juta dollar Zimbabwe. Tingkat inflasi yang tinggi ini menyebabkan rakyat sulit memenuhi kebutuhan pokok, seperti kebutuhan pangan. Untuk memperoleh roti saja, warga harus membayar 20 juta dollar Zimbabwe. Banyak warga yang tidak mempunyai pekerjaan dan penghasilan. Karena itu, Tsvangirai berjanji akan menciptakan lapangan pekerjaan.
Namun, menurut mantan Menteri Keuangan Zimbabwe Simba Makoni, tidak mudah memulihkan perekonomian Zimbabwe. ”Pemulihan ini memakan waktu lama. Tidak bisa dilakukan hanya dalam hitungan bulan. Kemungkinan akan membutuhkan waktu 10-15 tahun,” kata Makoni yang juga mencalonkan diri menjadi kandidat presiden.
Karena itu, kata dia, akan lebih baik jika terlebih dahulu ada rekonsiliasi nasional. ”Kita harus bisa memulihkan keyakinan dan rasa saling percaya,” ujarnya.
Sebelum terjerumus ke dalam kesulitan ekonomi seperti saat ini, Zimbabwe pernah menjadi negara pengekspor bahan-bahan pangan. Sistem ekonomi berbasis pertanian yang semula berjaya di Zimbabwe berantakan saat Mugabe memperkenalkan reformasi pertanian pada tahun 2000. Ketika itu Mugabe memutuskan mendistribusikan lahan-lahan pertanian yang subur milik kelompok minoritas kulit putih kepada mayoritas kulit hitam. Reformasi ini dianggap hanya menguntungkan politikus yang dekat dengan Mugabe.
Menghadapi ancaman gelombang protes dan perlawanan kubu oposisi, Mugabe mengingatkan, ia tak akan menoleransi gejolak kekerasan pascapemilu. Ketika berkampanye di Distrik Nyanga, partai oposisi mengancam akan protes atas kecurangan-kecurangan Mugabe dalam pemilu.
”Coba saja kalau berani dan lihat akibatnya. Kami tidak main-main. Jika ingin ikut dalam pemilu, harus bisa siap kalah. Jika kami menang, Anda harus terima, begitu juga sebaliknya,” kata Mugabe.
Tuduh negara Barat
Mugabe juga menuduh pihak Barat membawa Zimbabwe menuju penderitaan sebagai akibat dari sanksi. Semua ini, menurut Mugabe, dilakukan agar negara bekas jajahan Inggris ini menjadi terpecah belah.
Mugabe secara terbuka menuduh Inggris dan AS bertanggung jawab atas kondisi kronis di negaranya. Zimbabwe kini mengalami kritis pelayanan kesehatan, dengan persediaan obat-obatan menipis dan banyak dokter bermigrasi ke negara lain. ”Kita tidak akan mati,” ujarnya saat berkunjung ke sebuah rumah sakit di Harare. (REUTERS/AFP/AP/LUK)
No comments:
Post a Comment