Monday, November 19, 2007

Pelajaran (Lain) dari Howard


Donard Games

Ketika kontroversi tampilnya seorang model belia berumur 13 tahun di Australia merebak, Perdana Menteri Australia John Howard menyebut, …"menentang itu sepenuhnya dan percaya semua orang Australia sepakat dengannya". Pesaing Howard dalam pemilihan nanti, Kevin Rudd, berkomentar perhatiannya adalah hilangnya masa remaja model itu.

Menanggapi hukuman mati bagi pelaku bom Bali, Rudd melalui pembantunya, McClelland, sempat menyebut, mereka konsisten mendukung penghapusan hukuman mati meski Rudd menambahkan, kebijakannya dalam hal ini sama dengan Partai Liberal dan mereka tidak akan ikut campur terhadap putusan hukum Indonesia. Howard (68) dengan sigap berkomentar, dirinya tidak ikut membela pembunuh rakyat Australia seraya menyindir me-too policy dari rivalnya.

Bisa dilihat, Howard masih seperti dulu, tajam, lugas, dan langsung, yang disebut sebagai gaya Australia. Tidak kalah dengan Rudd yang lebih muda 18 tahun, Howard terlihat masih bugar. Lebih penting lagi, tidak banyak perbedaan penting yang bisa ditampilkan antara Howard dan Rudd selain perbedaan usia mereka. Terlepas dari kritik terhadapnya, banyak orang berpikir Howard adalah PM yang sukses memimpin negaranya selama 11 tahun, bahkan bisa jadi paling sukses dalam sejarah Australia.

Jika Howard masih memiliki "potongan" sebagai PM dan jika dia sebagus itu, mengapa banyak orang menyebut era Howard sudah berakhir dan dia telah kehilangan sentuhannya terutama terhadap kaum muda Australia?

Jajak pendapat terakhir mengonfirmasi 55 persen pemilih usia 18-34 tahun memilih Rudd. Sederhana saja. Jika nanti Howard kalah, itu semacam perwujudan ucapan pemilih, "Mr Howard Anda memang bagus, tetapi Anda terlalu lama menjabat sebagai PM dan ini saatnya berhenti. Terima kasih."

Belajar dari Howard

Sudirman Nasir (Kompas, 1/11/2007) mencatat, pelajaran penting dari Howard terkait dengan kepemimpinan di Indonesia adalah yang sedang menjabat (incumbent) berkinerja baik, bisa dikalahkan rasa bosan masyarakat. Bisa dibayangkan betapa bosannya masyarakat pada pejabat yang masih berkuasa, yang tak juga menampilkan kinerja memadai". Pernyataan itu didukung ilustrasi kemenangan Clinton atas Bush pada Pemilu 1992. Benarkah demikian?

Australia adalah negara yang lebih maju daripada Indonesia. Mereka memiliki sistem politik yang berbeda dari Indonesia, hanya ada dua orang yang maju dalam pemilihan PM. Namun, satu hal yang jelas, rakyat di negara maju memiliki tingkat pengharapan lebih tinggi terhadap pemimpinnya karena mereka telah berada pada tahap kemapanan.

Logis, tuntutan mereka akan lebih tinggi dan mereka memerlukan orang berpengalaman seperti Howard. Karena itu, mereka tidak memerlukan orang baru yang berpotensi menghancurkan kemapanan itu. Jika Howard harus turun, itu lebih merupakan masa penurunan dalam karier politik Howard yang panjang.

Pada saat bersamaan, rakyat di sana juga realistis. Seperti rakyat AS yang lebih memilih Clinton daripada Bush, mereka juga bisa memilih kembali George W Bush daripada orang baru, John Kerry. Sistem pergantian presiden AS jelas menunjukkan pemilihan presiden berikutnya sebagai uji kinerja pejabat yang sedang berkuasa.

Pelajaran lain apa?

Pejabat yang sedang berkuasa justru memiliki kedudukan awal lebih baik dari siapa pun pesaingnya selama dia bisa memanfaatkan posisi itu sebaik-baiknya. Begitu banyak celah dan strategi untuk berkarya. Hanya perbedaan yang amat mencolok, misalnya, dari umur, visi, dan atau pesona pribadi calon lain yang amat spesial, yang bisa menggoyahkan posisi itu. SBY sendiri pernah menyebutkan betapa kedudukan Megawati sebagai pejabat yang sedang berkuasa saat pemilihan presiden memberi keunggulan tersendiri baginya.

Apalagi sebagai negara dengan begitu banyak masalah, rakyat sebenarnya bisa mengukur secara realistis pencapaian pemimpinnya. Di sisi lain, amat mungkin dengan begitu banyak masalah dan perjalanan reformasi yang masih berupaya menemukan jati diri ini bisa memberi ruang yang cukup bagi presiden untuk bermanuver. Hanya saja manuver yang ditunggu bukan manuver sesaat atau polesan belaka apalagi sekadar apologi.

Donard Games Pengajar di Universitas Andalas Padang; Sedang Studi di University of Queensland, Australia

No comments: