Wednesday, September 12, 2007

Geliat Al Qaeda


Musthafa Abd Rahman

Enam tahun setelah serangan 11 September 2001, Al Qaeda pimpinan Osama bin Laden masih menarik perhatian media massa, lembaga intelijen, dan pejabat negara Barat. Sel-sel Al Qaeda yang tersebar di seluruh dunia dianggap masih mampu melakukan aktivitas yang mengancam keamanan negara, kawasan, dan dunia.

Pekan lalu, aparat Jerman membekuk sejumlah warga Jerman dan Turki yang merancang serangan atas bandar udara Frankfurt dan sebuah pangkalan militer AS di Jerman. Awal September ini, aparat Denmark menangkap delapan orang yang dicurigai sebagai anggota atau simpatisan Al Qaeda dan dituduh berencana melakukan peledakan di Denmark.

Pada awal Juli, Perdana Menteri Inggris Gordon Brown menuduh Al Qaeda berada di balik tiga percobaan serangan atas bandara di Inggris. Pertengahan Juli lalu, CIA menyebutkan, Al Qaeda kini lebih kuat dan lebih baik untuk melancarkan serangan di mana pun di belahan bumi ini.

Dalam satu pekan saja, secara mengejutkan terjadi dua serangan dahsyat di Aljazair. Serangan pertama ditujukan kepada konvoi kendaraan Presiden Aljazair Abdelaziz Bouteflika, Kamis (6/9), yang sedang melakukan kunjungan ke kota Batna, Aljazair timur. Dua hari setelah itu, Sabtu (8/9), terjadi serangan bunuh diri atas barak angkatan laut di kota pelabuhan Deliys.

Klimaks dari semua itu adalah pidato Osama bin Laden sendiri melalui TV satelit Aljazeera, Jumat (7/9), merupakan penampilan pertamanya sejak 2004. Penampilan itu tentu merupakan amunisi moral dan psikologis bagi para pengikut atau simpatisan Al Qaeda di seluruh dunia.

Sebuah kantor berita menyebutkan, Bin Laden ingin menunjukkan, ia masih hidup dan tetap memimpin Al Qaeda. Penampilan Bin Laden itu seakan menepis pernyataan Presiden George W Bush dan Menlu Condoleezza Rice tentang semakin lemahnya Al Qaeda. Menlu Rice mengatakan, Al Qaeda tidak efektif lagi.

Menurut pakar gerakan Islam politik pada pusat kajian politik dan strategi Al Ahram, Mesir, Dr Diya Rishwan, pidato Bin Laden tidak mengatakan akan melakukan serangan langsung terhadap sasaran di AS, tetapi menyampaikan pesan politik Bush.

Pemimpin redaksi harian Al Quds Arab yang terbit di London, Abdel Bari Athwan, juga menyebutkan, tampilnya Bin Laden merupakan pesan bahwa perang melawan teroris selama 6 tahun terakhir telah gagal. Buktinya, Osama masih hidup.

Berlebihan

Bagaimana menyikapi geliat Al Qaeda itu? Konsultan urusan gerakan Islam politik pada pusat studi peradaban dunia, Dr Kamel Bahalwi, mengatakan, ada sikap dan penilaian berlebihan terhadap Al Qaeda, terutama soal kemampuannya melancarkan serangan di Barat.

Menurut Bahalwi, berbagai aksi kekerasan, serangan bunuh diri, dan peledakan di dunia Islam dan Barat oleh para pemuda Muslim lebih disebabkan, di antaranya, rasa putus asa pemuda. Itu, antara lain, akibat buntunya akses ekonomi dan politik di negaranya, kebijakan luar negeri AS tidak adil, dan pemahaman salah terhadap ajaran Islam.

Keliru jika AS dan sekutunya punya persepsi bahwa mereka akan mampu menumpas Al Qaeda dengan kekuatan militer. Bahalwi mengkritik kebijakan AS yang lebih mengutamakan pendekatan keamanan dalam melawan terorisme yang tidak sesuai lagi dengan budaya abad ke-21. Ia mengimbau Barat lebih memprioritaskan jalur dialog dan memberi peran lebih besar lagi kepada PBB serta menggunakan jasa ulama dan cendekiawan dalam berdialog dengan para pemuda Muslim di seantero dunia.

Direktur Pusat Kajian Maqrizi, banyak mengamati masalah gerakan Islam politik, Hani Siba’ie mengatakan, Al Qaeda kini lebih kuat dari aspek solidaritas massa. Banyak generasi baru yang terpikat dengan ideologi Al Qaeda, khususnya setelah banyak kesalahan yang dilakukan AS di Irak dan Afganistan. Kesalahan terbesar AS adalah menduduki Irak. Itu memberi legitimasi Al Qaeda melakukan operasi di Irak.

Penulis terkemuka asal Kuwait, Shafik Nadhim Gabra, dalam artikelnya, "Pelajaran dari 11 September", pada harian Al Hayat mengatakan, salah satu pelajaran menonjol dari 11 September adalah gugurnya teori bahwa kekuatan militer dan keunggulan teknologi bisa memberi jaminan perlindungan. Menurut Gabra, adalah keadilan, pemerataan, kejujuran, dan demokrasi yang bisa memberi jaminan keamanan.

Ia menyayangkan, perang antara dunia Barat dan rezim-rezim pro-Barat di satu pihak serta Al Qaeda dan gerakan-gerakan radikal yang terinspirasi Al Qaeda masih berlanjut sampai kini.

Gabra menyebut, kasus bom Bali, ledakan di Sharm El Sheik (Mesir), ledakan kereta api di Madrid (Spanyol), serta ledakan di stasiun kereta bawah tanah dan bandar udara Heathrow di London menunjukkan masih sengitnya perang antara Barat dan Al Qaeda.

Ia menawarkan konsep jalan ketiga untuk mengakhiri lingkaran kekerasan itu, yaitu lebih memberikan kebebasan kepada tingkat individu serta lebih menciptakan keadilan, kesejahteraan, dan demokrasi pada tingkat masyarakat dan negara.

No comments: