Kegalauan politik sedang melanda Pakistan oleh tarik-menarik kepentingan dan pertarungan kekuatan menjelang pemilihan umum mendatang.
Arah perkembangan politik Pakistan semakin tidak jelas lagi setelah Presiden Pervez Musharraf dan mantan Perdana Menteri Ny Benazir Bhutto gagal mencapai kesepakatan untuk membagi kekuasaan.
Posisi Presiden Musharraf menjadi gamang karena gerakan penolakan terhadap rezim militer pimpinannya cenderung meningkat. Musharraf berupaya berkompromi, mengajak Benazir membagi kekuasaan sebagai strategi mempertahankan kekuasaan, yang direbutnya melalui kudeta delapan tahun lalu.
Peluang Musharraf untuk terus berkuasa belumlah selesai, tetapi harus berkejaran dengan waktu untuk melakukan konsolidasi kekuatan dalam menghadapi pemilihan umum, yang menurut rencana dilaksanakan akhir bulan September ini atau bulan Oktober mendatang.
Tantangan yang dihadapi Musharraf semakin tidak kecil antara lain karena Benazir maupun mantan PM Nawaz Sharif, yang digulingkan Musharraf dalam kudeta tak berdarah tahun 1999, bertekad pulang dari pengasingan untuk menantangnya dalam pemilu.
Benazir sudah mengumumkan akan pulang tanggal 14 September, atau empat hari setelah jadwal kepulangan Sharif. Belum diketahui reaksi rezim militer atas rencana kepulangan kedua mantan PM itu.
Telah timbul kekhawatiran tentang kemungkinan rezim militer mengambil tindakan represif, termasuk menangkap dan menahan Benazir dan Sharif setibanya di Pakistan. Kedua mantan PM itu dituduh melakukan korupsi ketika berkuasa.
Atas tuduhan itu, rezim militer pimpinan Musharraf dapat saja menjebloskan kedua politisi yang menjadi pesaing itu ke dalam penjara. Namun, penahanan terhadap Benazir dan Sharif dikhawatirkan akan memancing kemarahan para pendukungnya, yang bisa saja melakukan anarki.
Sudah berkali-kali beredar isu tentang kemungkinan diberlakukannya keadaan darurat untuk mencegah tindakan pembangkangan, tetapi tidak pernah menjadi kenyataan, bahkan junta sendiri membantah kabar angin itu. Posisi rezim militer sendiri tidak leluasa lagi di tengah era globalisasi yang menekankan demokratisasi.
Rezim militer tidak dapat bertindak sewenang-wenang lagi karena akan mendapat reaksi keras dari dalam maupun luar negeri. Setiap tindakan represif akan mengundang reaksi keras dari dalam maupun luar negeri, termasuk sanksi internasional.
No comments:
Post a Comment