Pemerintah Banglades Hapus Persepsi "Minus Dua"
dhaka, senin - Petugas keamanan menangkap mantan Perdana Menteri Banglades Begum Khaleda Zia, Senin (3/9), atas tuduhan korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan. Zia ditangkap bersama putra bungsunya, Arafat Rahman, di kediaman mereka di Dhaka. Keduanya dibawa ke pengadilan dan dikirim ke penjara.
Penangkapan Zia merupakan langkah terbaru pemerintahan sementara Banglades dalam memberantas korupsi. Zia kini bergabung di penjara khusus, terletak di gedung parlemen, bersama rivalnya, mantan PM Sheikh Hasina Wajeed, yang telah lebih dulu ditangkap, Juli lalu.
Mainul Husein, penasihat informasi dan hukum pemerintah sementara Banglades, mengatakan, penangkapan Zia membuktikan bahwa tidak seorang pun berada di atas hukum. "Penangkapan Zia tertunda karena Komisi Antikorupsi memerlukan tambahan waktu untuk mendapatkan semua bukti," katanya.
Komisi Antikorupsi menuduh Zia secara ilegal memengaruhi seleksi operator dua depot kontainer milik negara tahun 2003, selama periode kedua kekuasaannya. Zia dituduh tidak memenuhi standar prosedur pemilihan perusahaan yang terlibat pengoperasian dua terminal kargo, satu di Stasiun Kereta Api Kamplaur, Dhaka, dan satu di pelabuhan Chittagong.
Putranya, Arafat, dituduh memengaruhi Zia untuk menyetujui perusahaan sesuai dengan pilihan dia. Putra sulung Zia, Tarique Rahman, telah lebih dulu ditahan pada Maret lalu atas tuduhan pemerasan.
Permintaan Zia untuk bebas dengan jaminan ditolak pengadilan. Di bawah kawalan ketat ratusan polisi, Zia digiring ke penjara khusus dekat gedung parlemen. Di penjara itu, sekitar 170 mantan pejabat dan tokoh terkemuka dari Partai Nasional Banglades (BNP) dan Liga Awami ditahan atas tuduhan korupsi, sembari menanti proses pengadilan.
Berburu elang
Baik Zia maupun putranya mengaku tidak bersalah. "Ini adalah konspirasi untuk menghancurkan citra keluarga saya dan partai saya. Kami tidak melakukan kesalahan. Kasus ini harus dicabut," kata Zia.
"Dia (Zia) mengatakan kepada pengadilan bahwa kasus ini mengada-ada, memiliki motif tertentu, konspiratif, dan fiktif. Tujuannya adalah untuk memaksa dia keluar dari politik. Dia mengatakan, dia akan kembali dengan kekuatan lebih besar," kata pengacara Zia, Abdul Wadud Khandaker.
Para pengamat politik menilai, dengan penangkapan Zia, pemerintah sementara Banglades telah menyelesaikan "perburuan elang besar" dan membuktikan diri tidak memiliki bias politik.
"Dua burung kini berada di dalam sangkar. Namun, jika penahanan ini merupakan permainan tit for tat (saling membalas), saya kira tidak akan membawa kebaikan bagi negara dan rakyat," kata seorang pengamat politik.
Shahedul Anam, analis pertahanan, mengatakan, penangkapan Zia telah lama dinantikan. "Sekarang pemerintah harus melangkah dengan hati-hati untuk menjamin pengadilan yang layak dan terbuka bagi mereka. Pemerintah juga harus menghapus persepsi bahwa pemerintah menjalankan kebijakan ’minus dua’," kata Anam.
Kebijakan "minus dua" merujuk pada spekulasi yang berkembang di media massa dan lingkaran politik bahwa otoritas sementara Banglades bermaksud menyingkirkan Zia dan Hasina dari ajang pemilu tahun depan, serta mendukung kelompok kecil dan tidak dikenal untuk mengambil alih kekuasaan.
Talukder Moniruzzaman, pensiunan pengajar ilmu politik di Dhaka University, mengatakan, penahanan tersebut bisa mendorong para pengikut kedua pemimpin itu untuk bergabung melawan pemerintah. "Jika itu terjadi, mereka bisa membawa tantangan serius bagi pemerintah," ujarnya.
Sejumlah pengamat politik menilai penangkapan itu lebih dimotivasi oleh politik. "Penangkapan kedua pemimpin mengindikasikan bahwa kampanye (pemberantasan korupsi) lebih didorong motif politik daripada korupsi itu sendiri," kata Bazlur Rahman, editor surat kabar Sangbad yang terbit di Dhaka.
Menurut Rahman, hukum darurat bisa diperpanjang hingga pemilu digelar tahun depan. Hukum darurat diberlakukan Januari 2007 guna mengakhiri pertikaian berbulan-bulan antara pendukung BNP dan oposisi Liga Awami yang menewaskan puluhan orang.
Banglades kemudian diambil alih pemerintahan sementara yang dipimpin mantan Gubernur Bank Sentral Fakhruddin Ahmed. Pemerintahan sementara menyerukan perang melawan korupsi, mereformasi peraturan pemilu, serta membersihkan faksi-faksi politik yang sering terlibat kekerasan sebelum menggelar pemilu yang bebas dan adil.
Banglades dinyatakan sebagai negara terkorup di dunia oleh lembaga Transparency International. Hasina dan Zia mendominasi politik Banglades sejak kampanye bersama mereka pada 1990 mengakhiri pemerintahan militer selama bertahun-tahun. Namun, mereka juga dipersalahkan karena selama 16 tahun berkuasa korupsi merajalela dan keduanya membuat kerusuhan politik. (ap/afp/reuters/fro)
No comments:
Post a Comment