Wednesday, May 30, 2007

AS Perkeras Sanksi pada Sudan

China Tolak Tambahan Sanksi

Washington, Selasa - Presiden George W Bush hari Selasa (29/5) mengumumkan sanksi ekonomi baru terhadap Sudan karena dinilai tidak kooperatif untuk menyelesaikan konflik bersenjata di wilayah Darfur yang telah menelan korban sekitar 200.000 jiwa.

Bush mengatakan, AS akan menerapkan "dengan lebih agresif" sanksi yang ada terhadap Pemerintah Sudan. "Sudah terlalu lama rakyat Darfur menderita di tangan pemerintah yang terlibat dalam pengeboman, pembunuhan, dan pemerkosaan warga sipil yang tak berdosa," kata Bush. "Pemerintahan saya menamakan tindakan itu sebagai genosida," lanjutnya.

Bush menyebut Presiden Omar Hassan al-Bashir sebagai tokoh yang bertanggung jawab atas konflik Darfur karena gagal melucuti kelompok milisi.

Washington bulan lalu sudah memperingatkan penjatuhan sanksi baru bila Bashir tidak memenuhi tuntutan AS yang juga disuarakan komunitas internasional. Tuntutan itu adalah Sudan memberikan izin bagi pengerahan pasukan penjaga perdamaian PBB, memberi akses sehingga bantuan bisa mencapai wilayah Darfur, dan menghentikan dukungan terhadap milisi Janjaweed yang bertanggung jawab terhadap pembunuhan warga sipil.

Menurut The New York Times (29/5), empat sanksi baru itu adalah, pertama, memperketat sanksi ekonomi yang telah ada saat ini, di mana sekitar 100 perusahaan Sudan dilarang melakukan bisnis dengan AS.

Kedua, menambah 31 perusahaan ke dalam daftar perusahaan yang dikenai sanksi, melarang mereka melakukan transaksi apa pun dalam sistem keuangan AS.

Ketiga, penerapan sanksi bagi dua pejabat senior Sudan dan seorang pemimpin pemberontak. Keempat, meminta persetujuan PBB bagi sebuah resolusi internasional untuk menerapkan embargo senjata terhadap Sudan dan melarang penerbangan militer di Darfur.

China menolak

China langsung mengeluarkan pernyataan yang menentang sanksi tersebut, bahkan sebelum Bush mengumumkan secara resmi. Menurut Beijing, pemberian sanksi baru AS terhadap Sudan malah akan semakin mempersulit penyelesaian masalah. "Sanksi dan upaya penekanan ini tidak kondusif bagi penyelesaian masalah, dan justru akan semakin mempersulit situasi," kata Liu Guijin, perwakilan China untuk masalah Darfur.

Hal senada juga dinyatakan Sudan yang menganggap sanksi AS tersebut tidak bisa dibenarkan. Pejabat senior di Deplu Sudan menyatakan, keseluruhan sanksi itu tak akan mengubah sikap Sudan terhadap proposal Darfur yang dipaksakan AS itu.

Namun, Inggris mendukung langkah Bush. Perdana Menteri Tony Blair sepakat bahwa tekanan terhadap Sudan harus diperkuat dan situasi yang saat ini terjadi di Darfur "tak bisa diterima". "Kami menyambut baik setiap langkah AS untuk menambah tekanan terhadap Presiden Bashir atas apa yang terjadi di Darfur," ujarnya.

Disebutkan juga, 27 negara Uni Eropa sudah selangkah lebih maju dari AS dalam hal melarang penjualan senjata ke Sudan.

Isu politik

Konflik Darfur sudah menjadi isu politik yang berpengaruh di Washington, bukan saja di antara para aktivis HAM, tetapi juga di antara kelompok-kelompok keagamaan, termasuk kelompok Kristen yang menjadi basis dukungan bagi Bush.

Bush berupaya menjatuhkan sanksi ini sejak beberapa waktu lalu, namun Sekjen PBB Ban Ki-moon berhasil membujuknya untuk memberikan waktu yang lebih panjang bagi penyelesaian diplomatik. Namun, Bush menganggap misi Ban telah gagal.

Hanya saja, Washington dan PBB berbeda pandangan dalam menilai isu Darfur. Bush menganggapnya sebagai genosida, namun PBB tidak melihatnya demikian. (AFP/REUTERS/MYR)

No comments: