Wednesday, May 23, 2007

Benazir Bhutto dan Nawaz Sharif Bersumpah Akan Pulang

Islamabad, Senin - Mantan Perdana Menteri Pakistan yang kini tinggal di pengasingan, Benazir Bhutto dan Nawaz Sharif, bertekad akan pulang ke Pakistan meskipun ada pernyataan dari Presiden Pervez Musharraf bahwa keduanya dilarang masuk ke Pakistan sebelum pemilu.

"Apa pun yang terjadi, saya akan kembali tahun ini," kata Bhutto kepada harian Inggris Daily Telegraph.

Hal senada juga dilontarkan Nawaz Sharif yang berada di pengasingan di Inggris. Menurutnya, ia akan pulang dalam waktu dekat saat tentangan terhadap kepemimpinan Musharraf terus meningkat.

"Baja itu masih panas, namun setelah beberapa pekan atau bulan (baja) itu akan lumer, dan saya akan pulang saat mulai lumer," kata Sharif yang digulingkan Musharraf pada tahun 1999 melalui kudeta militer.

Seperti diberitakan, Musharraf pekan lalu mengeluarkan larangan bagi kedua tokoh itu untuk pulang ke Pakistan dan berpartisipasi dalam pemilu yang diperkirakan bulan Desember atau Januari.

Pernyataan Musharraf itu membuyarkan spekulasi bahwa ia dan Bhutto akan menegosiasikan pembagian kekuasaan, dengan imbalan tuduhan korupsi terhadap Bhutto dicabut.

Kemungkinan itu pupus ketika kerusuhan hebat melanda Karachi, pekan lalu, yang dipicu bentrokan antara kelompok propemerintah dan kelompok oposisi yang dimotori pendukung Bhutto dan Sharif. Bentrokan itu menewaskan sedikitnya 40 orang.

"Tidak pada tempatnya untuk membicarakan soal kontak-kontak jalur belakang (dengan pemerintahan Musharraf) setelah terjadi kerusuhan Karachi," kata Bhutto yang dua kali menjadi PM Pakistan.

Oposisi harus dirangkul

Bhutto mengatakan, Musharraf seharusnya melakukan pertemuan meja bundar dengan para pemimpin oposisi, termasuk dirinya dan Sharif, untuk menyelesaikan krisis politik di Pakistan yang dipicu pemecatan Ketua Mahkamah Agung Pakistan Iftikhar Chaudhry.

Langkah Musharraf itu dinilai telah mengintervensi kebebasan yudikatif dan menyulut protes besar-besaran dari para pengacara dan oposisi di seluruh Pakistan, dan berpuncak pada kerusuhan berdarah di Karachi.

Bhutto memperingatkan, Musharraf yang saat ini menjadi mitra utama Barat dalam memerangi terorisme di Afganistan bisa kehilangan dukungan, bukan saja dari negara-negara Barat, tapi juga dari militer Pakistan, kecuali ia berhasil memadamkan pergolakan politik.

"Tampaknya sulit bagi komunitas internasional ataupun angkatan bersenjata untuk mendukung rezim saat ini bila protes-protes demokratis terus berlanjut," kata Bhutto.

Musharraf ingin terpilih kembali sebagai presiden melalui parlemen yang berkuasa saat ini, pada bulan September atau Oktober, atau sebulan sebelum parlemen bubar menjelang pemilu.

Keinginannya untuk terpilih kembali sebelum pemilu dan ambisinya untuk tetap merangkap sebagai panglima AB akan menimbulkan krisis konstitusional. Hal inilah yang diduga menjadi alasan mengapa ia mencopot Chaudhry. (REUTERS/MYR)

No comments: