Pertikaian di Lebanon Memanas
nahr al-bared, senin - Pertikaian yang sengit di antara pasukan pemerintah dan kelompok bersenjata asal Palestina, Fatah al-Islam, memasuki hari kedua, Senin (21/5). Sedikitnya 65 warga sipil dilaporkan tewas.
Pertikaian sengit dan berdarah yang terjadi sejak Minggu itu kini mulai makin tidak terkendali. Kali ini bentrokan di antara pasukan Pemerintah Lebanon dengan kelompok bersenjata asal Palestina itu terjadi di tempat pengungsian Nahr al-Bared, Lebanon utara.
Di tempat itu setidaknya dilaporkan sembilan warga sipil tewas. Konflik atau pertikaian sengit seperti ini terakhir kali terjadi pada saat perang saudara Lebanon. Akibatnya, muncul kekhawatiran situasi keamanan Lebanon akan kembali terancam.
Dari Nahr al-Bared dilaporkan, tank-tank milik pasukan Lebanon menyerbu dan menyerang kelompok Fatah al-Islam yang disebut-sebut kerap meniru gaya serangan dan kegiatan teror jaringan kelompok Al Qaeda. Di tempat pengungsian yang dihuni sekitar 40.000 pengungsi Palestina itu, pasukan Lebanon terlibat baku tembak dan saling serang dengan menggunakan granat dan senjata otomatis.
Gejolak kekerasan yang terjadi di Lebanon itu menunjukkan keamanan Lebanon masih rawan kekerasan. Situasi di Lebanon belum juga stabil. Selain diguncang ketegangan politik dan sektarian sejak perang Israel-Hezbollah pada tahun lalu, Lebanon juga masih belum menyelesaikan sejumlah kasus pembunuhan yang belum terungkap, baik sebelum dan setelah tentara Suriah ditarik dari Lebanon tahun 2005.
Saat ini situasi di Tripolis, kota kedua terbesar Lebanon, yang digoyang pertikaian sengit itu sunyi senyap. Gedung sekolah dan universitas terpaksa tutup. Saksi mata di Nahr al-Bared menyebutkan, imam-imam masjid meminta pasukan pemerintah menghentikan serangan ke tempat pengungsian melalui alat pengeras suara.
Pemerintah Lebanon menduga kelompok Fatah al-Islam sengaja dimanfaatkan Suriah untuk menciptakan kekacauan di Lebanon agar upaya PBB menggelar pengadilan internasional untuk mengadili tersangka pembunuh almarhum mantan Perdana Menteri Lebanon Rafik al-Hariri pada tahun 2005 gagal.
Fatah al-Islam, beraliran Sunni, diperkirakan hanya mempunyai 100 anggota. Kelompok bersenjata asal Palestina mulai berkembang di Lebanon sejak tahun 1960-an dan terlibat perang saudara Lebanon pada 1975.
Meski anggotanya tak banyak, hingga saat ini Lebanon tetap saja kesulitan menumpas kelompok itu. Berbagai media massa di kedua belah pihak, yakni Lebanon dan Palestina, mengkritik pemerintah kedua negara karena tak kunjung bisa menumpas Fatah al-Islam dengan "cara damai". Pemerintah Lebanon malah menggunakan cara militer. Menggunakan tentara untuk melawan kelompok bersenjata di Lebanon menjadi isu sensitif yang memicu ketegangan sektarian.
Bertemu PM Siniora
Untuk segera mengakhiri pertikaian sengit sekaligus menumpas Fatah al-Islam yang memicu terjadinya pertikaian itu, perwakilan faksi-faksi utama Palestina di Lebanon bertemu dengan Perdana Menteri Lebanon Fouad Siniora. "Kami sangat terbuka dan akan membantu dan memenuhi semua keinginan Lebanon. Kami berharap kita bisa bekerja sama untuk menumpas Fatah al-Islam demi kepentingan warga sipil yang tak bersalah," kata Abbas Ziki, wakil dari Organisasi Pembebasan Palestina (PLO).
Ziki mengakui, sangat tidak mudah bagi pasukan untuk masuk ke tempat pengungsian di Lebanon yang kini dikuasai kelompok bersenjata. Karena itu, untuk menumpas Fatah al-Islam, pemerintah sebaiknya melibatkan warga setempat. Namun, pernyataan Ziki disambar wakil Hamas di Lebanon, Usama Hamdan, yang menegaskan Palestina sama sekali tidak terlibat dalam pertikaian sengit di Lebanon itu. (REUTERS/AFP/AP/LUK)
No comments:
Post a Comment