Wednesday, May 23, 2007

Musharraf Kecam Upaya Konspirasi pada Dirinya

Islamabad, Selasa - Presiden Pakistan Jenderal Pervez Musharraf mengecam musuh- musuh politiknya yang telah berkonspirasi melawan dirinya dengan memolitisasi kasus pemecatan Ketua Mahkamah Agung Iftikhar Mohammed Chaudhry.

Dalam pidatonya yang disiarkan langsung oleh televisi, Musharraf mengatakan, pemecatan Chaudhry merupakan persoalan hukum karena yang bersangkutan telah menyalahgunakan kekuasaan.

"Mereka berkonspirasi melawan saya dan berupaya menyulut kebencian rakyat," kata Musharraf yang berpidato di depan pendukung partainya, Liga Muslim Pakistan, di Mansehra. "Saya akan menangis bila kebohongan dan penipuan mengalahkan kebenaran. Itu akan menjadi hari yang sangat menyedihkan bagi Pakistan," lanjutnya.

Musharraf kini tengah menghadapi tantangan terberat dalam karier politiknya setelah ia tak henti didera demonstrasi besar-besaran yang menentang pemecatan Chaudhry tanggal 9 Maret lalu. Demo-demo itu berpuncak dengan kerusuhan berdarah di Karachi yang menewaskan 40 orang pekan lalu.

Ubah haluan

Selama ini Musharraf menerapkan "tangan besi" dalam menghadapi kubu oposisi maupun lawan-lawan politiknya. Pekan lalu misalnya, ia mengeluarkan larangan bagi dua mantan perdana menteri yang berada di pengasingan, Benazir Bhutto dan Nawaz Sharif, untuk pulang ke Pakistan sebelum pemilu.

Para pendukung Musharraf menilai, langkah tersebut akan semakin memojokkan presiden yang telah memimpin Pakistan selama delapan tahun itu. Sejumlah anggota Liga Muslim Pakistan, kepada The New York Times (22/5), mengatakan, Musharraf harus mengubah kebijakan politiknya atau ia akan kehilangan kekuasaan.

Mereka mengimbau Musharraf untuk berkompromi dengan Ketua MA Chaudhry, juga mengizinkan lawan-lawan politiknya yang berada di pengasingan kembali pulang dan mengikuti pemilu presiden. Musharraf juga harus menjamin bahwa pemilu akan berlangsung bebas dan adil.

Sejumlah anggota partai berkuasa itu mengatakan, saat ini bukan saja masa depan politik Musharraf yang dipertaruhkan, tapi juga stabilitas negara.

"Ada dua cara yang bisa dilakukannya: kembali ke bungker (opsi militer) atau berhenti sejenak, melakukan refleksi dan mengubah kebijakan politiknya," ujar seorang anggota partainya yang tak bersedia disebutkan identitasnya kepada NYT. "Ia harus menunjukkan kepemimpinannya, kemurahan hati, dan loyal kepada cita-cita yang lebih besar, yaitu masa depan Pakistan," tuturnya.

Pakistan sampai saat ini menjadi mitra utama AS dalam memerangi jaringan Al Qaeda yang ditengarai berbasis di perbatasan pegunungan antara Pakistan dan Afganistan.

Sejauh ini Washington "tak berkomentar" soal apakah pemerintahan Musharraf mencederai nilai-nilai demokratis. AS juga tak berkomentar apakah Musharraf seharusnya mencopot jabatan rangkapnya sebagai panglima angkatan bersenjata.

"Yang lebih membuat (AS) khawatir adalah membayangkan pemerintahan pasca-Musharraf," kata seorang pejabat Deplu AS. (AP/MYR)

No comments: