Monday, May 28, 2007

suriah
Assad Dipilih Lagi sebagai Presiden Tanpa Pesaing

damascus, minggu - Warga Suriah, Minggu (27/5), mendatangi tempat-tempat referendum untuk memilih presiden mereka, yang hanya menampilkan satu calon, yaitu Bashar al-Assad. Referendum baru itu akan memberikan waktu tujuh tahun lagi bagi Bashar Assad untuk memimpin negara yang berada di utara Timur Tengah yang bergejolak itu.

Parlemen Suriah secara aklamasi menyetujui masa jabatan kedua presiden yang berusia 41 tahun itu setelah para penentang Assad yang vokal dipenjarakan.

Partai Baath yang berkuasa juga menyerukan kepada para pemilih untuk memilih "Yes" atas mandat baru bagi Assad, yang sebelumnya menyatakan "akan melaksanakan harapan-harapan rakyat dan bangsa".

Bahkan, pemerintah pun menyebarkan pesan melalui telepon seluler yang berbunyi, "Bersama Bashar, Suriah menjadi tanah air yang aman dan stabil."

Kelompok oposisi, yang sebagian ditoleransi namun tidak memiliki status hukum dan tidak bisa memajukan calonnya, memboikot referendum tersebut.

Tidak dipedulikan

Jumlah pemilih yang sah untuk referendum itu tercatat 12 juta orang, dan merupakan referendum kedua kalinya untuk Bashar Assad setelah tahun 2000. Tempat-tempat pemberian suara dibuka pukul 07.00 hingga 19.00 waktu setempat.

"Jumlah yang memberikan suara masih sedikit pagi ini, tetapi kami mengharapkan banyak orang akan datang kemudian," kata Ossama Bseini (28), petugas di salah satu tempat pemungutan suara di Damascus.

Pengacara Hassan Abdel-Azim, juru bicara untuk enam partai yang dilarang di bawah payung National Democratic Rally (NDR), mengatakan, agar pemilihan itu benar-benar menjadi pemilihan, seharusnya ada calon lain yang tampil.

"NDR akan memboikot referendum karena tidak seorang pun meminta pendapat dari oposisi. Permintaan kami untuk perubahan hukum pemilihan tidak dipedulikan," paparnya.

Tahun-tahun terakhir periode tujuh tahun pertama kepemimpinan Bashar Assad ditandai dengan semakin memburuknya hubungan Suriah dengan AS. AS pada tahun 2004 menetapkan sanksi ekonomi terhadap Damascus. Sedangkan Suriah menentang dengan keras invasi pimpinan AS ke Irak, dan sebaliknya AS menuduh Suriah berusaha menimbulkan ketidakstabilan di Irak dan Lebanon.

Di dalam negeri, rencana reformasi politik yang akan memberikan kebebasan lebih besar kepada pers, dan hadirnya partai-partai politik baru, baru akan dilahirkan. Otoritas Suriah mengatakan, saat ini waktunya belum tepat karena kondisi kawasan yang kurang mendukung. (AFP/Reuters/OKI)

No comments: