Pengadaan Persenjataan TNI Memberikan Efek De
Suryopratomo
Moskwa, Kompas - Sebagai bagian dari komitmen perjanjian kerja sama yang ditandatangani kedua kepala negara pada 1 Desember 2006, Rusia memberikan pinjaman 1 miliar dollar AS bagi pengadaan persenjataan kepada Indonesia untuk masa 2007-2010.
Departemen Pertahanan RI memutuskan menggunakan pinjaman tersebut bagi pengadaan 10 helikopter MI-17-V5 dan lima helikopter MI-35P beserta persenjataannya untuk TNI AD, dua kapal selam Kelas Kilo dan 20 kendaraan infanteri tempur BMP-3F untuk TNI AL, serta enam paket peralatan avionik dan persenjataan Sukhoi TNI AU.
Sekretaris Jenderal Dephan Letjen Sjafrie Sjamsoeddin yang memimpin delegasi pada Sidang Komisi III Indonesia-Rusia di Moskwa, Senin (20/8), mengatakan, kerja sama pemerintah dan pemerintah (G to G) pada pengadaan peralatan militer diharapkan menjadi model bagi kerja sama militer selanjutnya.
"Seperti Dephan di Indonesia, Federal Service for Military Technical Cooperation (FSMTC) diharapkan menjadi satu-satunya pintu masuk dalam merumuskan dan menyelenggarakan pengadaan peralatan militer bagi Indonesia," kata Sjafrie.
Wakil Direktur FSMTC Letjen VK Dzirkalin selaku Ketua Komisi Rusia menerima pandangan Indonesia. Bahkan, ia menambahkan, Rusia menyadari kesulitan anggaran yang dihadapi Indonesia dalam pembangunan sistem pertahanan sehingga terbuka bagi ditemukannya cara pembayaran yang tidak memberatkan.
Efek deteren
Direktur Jenderal Sarana Pertahanan Marsekal Muda Slamet Prihatino menjelaskan, pembelian persenjataan melalui kredit dari Rusia ini sangat dibutuhkan untuk memperkuat Tentara Nasional Indonesia dalam mempertahankan kedaulatan wilayah.
Penambahan persenjataan tempur akan memberikan efek deteren kepada negara-negara lain yang mencoba mengusik kedaulatan wilayah Indonesia.
"Apa yang kita lakukan sekarang sesuai kemampuan anggaran yang ada, tetapi bermanfaat karena mampu memberikan efek deteren kepada negara-negara lain," kata Slamet.
Ia mencontoh pengadaan enam peralatan avionik dan persenjataan untuk pesawat Sukhoi. Dengan tambahan tersebut, pesawat TNI AU akan dilengkapi dengan sistem avionik, elektronik, dan persenjataan yang lebih memadai untuk mengawal wilayah Indonesia.
Begitu juga apabila kelak dua kapal selamnya bisa masuk dalam jajaran tempur. TNI AL akan memiliki mobilitas menjaga wilayah laut Indonesia yang sekarang ini banyak dimasuki kapal-kapal asing untuk berbagai kepentingan, termasuk pencurian ikan.
Staf Ahli Menteri Pertahanan Bidang Ekonomi Adnan Ganto melihat kredit negara yang diberikan Rusia kompetitif dan menguntungkan dengan bunga 5,3 persen per tahun, lebih rendah dari kredit ekspor pengadaan persenjataan negara OECD.
"Karena Rusia bukan negara anggota OECD, mereka tidak bisa memberikan kredit ekspor. Tetapi, dengan tingkat bunga 5,3 persen final, akhirnya bunga dari Pemerintah Rusia lebih rendah karena tidak ada fee lain yang harus kita bayarkan, baik itu untuk komitmen pinjaman, manajemen, maupun country risk," kata Adnan Ganto.
Kredit Pemerintah Rusia berjangka waktu 15 tahun, di mana lima tahun pertama merupakan grace period di mana peminjam tidak perlu harus membayar pokok maupun bunga.
Enam Sukhoi
Dalam pertemuan kemarin juga dibahas pengadaan enam pesawat Sukhoi, yakni tiga SU-27 SKM dan tiga SU-30 MK2. Dengan tambahan tersebut, TNI AU memiliki 10 pesawat Sukhoi.
"Penandatanganan nota kesepahaman pengadaan enam pesawat Sukhoi hari Selasa bersamaan dengan pembukaan Pameran Kedirgantaraan Moskwa," kata Dzirkalin.
Untuk enam Sukhoi dibutuhkan anggaran sebesar 355 juta dollar AS. Kebutuhan anggaran akan dibicarakan tersendiri karena tidak bisa tertutup oleh kredit 1 miliar dollar AS yang diberikan Pemerintah Rusia.
"Kita akan carikan pembiayaan, termasuk bunga agar tidak memberatkan," kata Adnan.
No comments:
Post a Comment