Thursday, August 30, 2007

Harapan Baru di Timteng


Hasil pertemuan Presiden Palestina Mahmoud Abbas dengan Perdana Menteri Israel Ehud Olmert telah mendorong proses perundingan terbuka.

Tidak seperti rangkaian pertemuan selama ini, kedua pihak sudah menyinggung langsung persoalan inti, seperti masalah batas wilayah, status kota suci Jerusalem, dan pemulangan pengungsi Palestina.

Pada serangkaian pertemuan dengan Abbas selama beberapa bulan terakhir, Olmert selalu enggan menyentuh persoalan inti, yang menjadi sumber ketegangan kedua bangsa.

Tidaklah mengherankan, pertemuan hari Selasa 28 Agustus di kediaman PM Olmert di Jerusalem dianggap sebagai langkah maju yang memberikan harapan baru. Abbas rupanya mampu menggiring tuan rumah agar membahas isu substansial jika konflik ingin diatasi.

Sebelum pertemuan, Abbas menyatakan, pertemuan perdamaian bulan November mendatang yang disponsori Amerika Serikat hanya akan "membuang-buang waktu" jika tiga persoalan inti tidak dibahas.

Presiden AS George Walker Bush dengan nada optimistis mengharapkan konferensi perdamaian bulan November mendatang akan menghasilkan kesepakatan final dalam penyelesaian konflik Timur Tengah.

Sementara pihak Palestina mengharapkan bulan Oktober mendatang sudah ada kesepakatan bersama dengan Israel tentang rancangan proses pembentukan negara Palestina merdeka.

Tentu saja sangat diharapkan Palestina dan Israel yang berkepentingan langsung dapat menyelesaikan dan membereskan pertikaian di antara mereka sendiri.

Campur tangan dunia luar tidak diperlukan lagi jika kedua pihak dapat mengatasi persoalan secara damai. Namun, dalam kasus Timteng yang rumit, dukungan internasional sangat diperlukan dalam membantu mengatasi konflik yang sudah berlangsung ratusan tahun itu, lebih-lebih dalam puluhan tahun terakhir.

Sekiranya Palestina dan Israel mencapai kesepakatan bagi rancangan penyelesaian konflik bulan Oktober mendatang, konferensi perdamaian internasional bulan berikutnya tetap bermakna untuk memperteguh dan memperkuat kesepakatan itu.

Perlu dikemukakan pula, tantangannya tidaklah kecil dalam menentukan batas wilayah dan pemulangan para pengungsi Palestina. Paling sensitif soal status Jerusalem karena kedua pihak ingin menjadikan kota suci itu sebagai ibu kota negara.

Namun, persoalan apa pun pasti dapat diselesaikan jika keinginan menegakkan keadilan dan perdamaian tak dikalahkan oleh kepentingan yang bersifat sepihak.

No comments: