Ekstremis asal RI Diduga Terlibat Pembunuhan 26 Tentara Filipina
Jolo, Minggu - Panglima Angkatan Bersenjata Filipina, Minggu (12/8), mendarat di Pulau Jolo seiring meningkatnya persiapan untuk operasi besar-besaran terhadap kelompok teroris yang bersembunyi di pulau terpencil di selatan Filipina itu. Tambahan 1.000 prajurit Angkatan Darat sudah dikerahkan untuk memperkuat 5.000 prajurit yang sudah ada di sana.
Pada pekan lalu, kelompok teroris bersenjata di Jolo berhasil menyergap pasukan Pemerintah Filipina dan menewaskan 26 prajurit AD dan warga sipil sehingga jumlah korban tewas 58 orang.
Kepala Staf Militer Filipina Jenderal Hermogenes Esperon, Minggu di Manila, mengatakan, teroris asal Indonesia diduga turut terlibat atas serangan mematikan yang dilakukan kelompok pemberontak di Filipina selatan.
Esperon menambahkan, warga RI itu, Umar Patek dan Dulmatin, memberi pertolongan kepada kelompok Abu Sayyaf yang membunuh 15 tentara, Kamis pekan lalu. Kelompok itu membunuh tentara di sebuah jalan raya dan juga di dalam pertempuran di Pulau Jolo.
"Kami menerima sebuah laporan bahwa mereka (Patek dan Dulmatin) terlibat pada serangan," kata Esperon seraya menambahkan bahwa dia, teroris asal RI itu, kemungkinan masih berada bersama para pemberontak dalam beberapa hari mendatang.
Diberitakan, Dulmatin dan Patek diberi tempat khusus di Jolo oleh Komandan Abu Sayyaf Radulan Sahiron dan Umbra Jumdail. Kelompok ini, bersama gerilyawan dari Front Pembebasan Nasional Moro (Moro National Liberation Front/MNLF), membunuh 26 tentara itu.
Tak tolerir pemberontak
Jenderal Hermogenes Esperon mendarat di markas militer di Jolo, Minggu pagi, dan langsung melakukan pertemuan dengan para komandan lapangan. Esperon datang bersama Menteri Pertahanan Gilbert Teodoro yang baru dilantik Rabu pekan lalu dan Kepala Staf AD Letnan Jenderal Romeo Tolentino.
Perburuan dengan melibatkan 6.000 prajurit AD itu diarahkan kepada anggota kelompok Abu Sayyaf dan MNLF.
"Kita tidak bisa membiarkan teroris menguasai warga di wilayah selatan sebagai sandera untuk agenda penghancuran mereka," kata Presiden Gloria Macapagal-Arroyo, Sabtu lalu, yang menyerukan peningkatan operasi militer bukan sebagai "tindakan balas dendam", tetapi sebagai "strategi untuk memenangkan perdamaian".
Pada hari yang sama, Arroyo juga memutuskan langkah yang tidak terduga, yaitu memindahkan untuk sementara markas besar AD dari Manila ke kota Zamboanga, di selatan. Keputusan itu menjadikan Kepala Staf AD Filipina langsung berada di garis depan seiring operasi besar-besaran di Jolo dan Basilan.
Pulau Jolo, bagian dari Kepulauan Sulu di selatan Mindanao, telah menjadi tempat sejumlah pertempuran sengit antara militer Filipina dan kelompok gerilyawan bersenjata.
Pada 10 Juli di Pulau Basilan, yang berdekatan dengan Pulau Jolo, 14 anggota Marinir juga tewas, di mana 10 di antaranya tewas dipenggal.
"Kita berperang melawan musuh tanpa wajah. Kita tahu wajah-wajah pemimpin Abu Sayyaf, tetapi tidak tentara-tentaranya yang hidup berbaur dengan masyarakat," kata juru bicara AD Filipina, Kolonel Ernesto Torres, Minggu.
Pengungsian warga
Sekitar 10.000 warga sipil di Pulai Jolo telah meninggalkan tempat tinggal mereka setelah terjadinya pertempuran sengit antara tentara dan gerilyawan. Mereka pindah ke tempat-tempat pengungsian dan sekolah-sekolah untuk menghindari pertempuran. Arus pengungsian warga itu menambah persoalan baru sehingga pemerintah setempat meminta segera dikirimkan pangan, air, dan obat-obatan untuk membantu warga.
Juru bicara militer, Letkol Bartolome Bacarro, menjelaskan, seusai melakukan pertemuan dengan para komandan lapangan di Jolo, panglima bersama Menteri Pertahanan dan Kepala Staf AD terbang ke Basilan untuk bertemu dengan para komandan AD dan Marinir di sana.
Tolentino mengakui sulit menghadapi gerilyawan bersenjata yang telah menguasai wilayah selatan. "Saat Anda terlalu percaya diri, musibah pun terjadi," kata Bacarro. Kemungkinan prajurit telah mengendurkan kewaspadaannya. (AP/AFP/OKI)
No comments:
Post a Comment