Monday, August 13, 2007

Malaysia

Badawi Akan Adil pada Semua Kepercayaan

Kuala Lumpur, Minggu - Perdana Menteri Malaysia Abdullah Ahmad Badawi telah menyatakan akan bersikap "adil" kepada semua kepercayaan dan mendesak kaum minoritas untuk bersabar dan membiarkan pemerintah menetapkan bagaimana menyelesaikan perselisihan hukum mengenai kebebasan beribadat.

Perdana menteri itu tidak menyingkirkan kemungkinan parlemen meninjau kembali undang-undang yang kini berlaku untuk mengatasi konflik mengenai yurisdiksi antara pengadilan sekuler dan pengadilan agama.

"Saya adalah Perdana Menteri Anda yang mewakili semua ras. Saya harus adil pada semua," kata Badawi seperti dikutip kantor berita Bernama, Minggu (12/8). Badawi mengatakan hal itu dalam sebuah kunjungan ke Negara Bagian Sabah.

"Saya tahu ini isu serius. Kita tidak bisa lari diri dari ini," kata Badawi, yang juga dikutip di surat kabar The Star dan New Straits Times, tetapi menekankan bahwa ini tidak bisa dilakukan terburu-buru.

Minoritas frustrasi

Frustrasi meningkat selama dua tahun terakhir di kalangan minoritas Buddha, Kristen, dan Hindu Malaysia mengenai putusan pengadilan dalam perselisihan antar-agama yang dianggap memihak mayoritas Muslim dan menimbulkan ketakutan mengenai kemerosotan kebebasan beragama.

Masalahnya, terutama, timbul karena ambiguitas dari hukum Malaysia yang berlaku berdasarkan sistem peradilan ganda: pengadilan Shariah mengurusi kasus keluarga, perkawinan, dan pribadi bagi kaum Muslim, sedangkan pengadilan sipil mengurusi kasus yang sama bagi kaum minoritas. Konstitusi Malaysia tidak menyatakan sistem peradilan yang mana yang mempunyai kata akhir ketika Islam berhadapan dengan agama-agama lain.

Ada satu kasus. Pengadilan negeri menolak permohonan seorang wanita untuk mendapatkan pengakuan hukum sebagai orang Kristen. Lahir sebagai Muslim, Lina Joy yang pindah agama itu selama 10 tahun berjuang untuk mengubah keterangan mengenai agamanya pada kartu identitas. Namun, pengadilan negeri menolak kasusnya dan menyatakan, hanya pengadilan Shariah yang bisa secara hukum menyatakan dia telah berpindah agama.

Sementara itu, otoritas Islam Malaysia telah membebaskan seorang wanita Muslim setelah menahannya selama empat bulan karena menikahi seorang Hindu, menurut pengacara pasangan itu, Sabtu.

Namun, otoritas Islam Negara Bagian Selangor telah memerintahkan wanita etnis India berusia 25 tahun itu untuk hidup terpisah dari suaminya, dengan menyatakan bahwa perkawinannya yang berusia setahun itu tidak sah menurut Islam.

"Keluarga suaminya menelepon kami untuk mengatakan, dia telah dilepas sekitar tiga minggu lalu," kata Karpal Singh, pengacara itu, mengenai Najeera Farvinli Mohamed Jalali.

Suaminya yang sopir truk, Magendran Sababathy, yang berusia 25 tahun, telah menyewa Karpal untuk berjuang membebaskan istrinya. (AFP/AP/Reuters/DI)

No comments: