Wednesday, January 9, 2008

Pemilu AS


New Hampshire,

Sebuah Barometer


Negara bagian New Hampshire tak ubahnya Provinsi Jawa Timur. Tidak mutlak, tetapi tetap sebuah barometer menuju tangga nasional. Jawa Timur menjadi barometer antara lain karena punya 25,980 juta pemilih dari 36,2 juta penduduk (data Komisi Pemilihan Umum tahun 2004). Jumlah pemilih terbesar di antara 33 provinsi.

New Hampshire di kawasan New England, wilayah timur laut Amerika Serikat, menjadi sebuah barometer bukan karena jumlah pemilih terbesar, tetapi dari sisi pendidikan, pendapatan per kapita, jumlah warga kulit putih terbesar, dan partisipasi peserta pemilu, selalu lebih tinggi secara nasional.

New Hampshire yang menyelenggarakan pemilihan pendahuluan partai (bukan kaukus seperti di Iowa) 8 Januari waktu setempat berpenduduk 1,3 juta orang. Sekitar 94 persen adalah kulit putih, jauh di atas rata-rata nasional 67 persen.

Dari sisi pendapatan nasional, rata-rata pendapatan rumah tangga di New Hampshire sekitar 53.377 dollar AS (sekitar Rp 496 juta) per tahun. Di atas rata-rata nasional 44.334 dollar AS. Hanya 6,6 persen warganya yang hidup di bawah garis kemiskinan. Secara nasional ada 12,7 persen yang hidup di bawah ambang kemiskinan.

Angka-angka tadi menunjukkan warga New Hampshire berpendidikan tinggi. Negara bagian ini termasuk salah satu dari 50 negara bagian AS yang dikenal dengan industri teknologi tinggi. Pertumbuhan ekonomi juga cukup tinggi antara lain karena kebijakan pajak yang rendah.

Latar belakang ini bisa jadi yang membuat partisipasi dalam pemilihan umum juga relatif tinggi. Pada tahun 2004, sekitar 40 persen dari pemilih terdaftar menggunakan hak suara mereka. Hanya 6 persen di Iowa pada waktu itu. Saat ini ada 850.000 pemilih terdaftar di sana.

Sejauh ini 26 persen pendukung Demokrat, 30 persen pendukung Republik, dan 44 persen independen sudah mendaftar. Kini para kandidat presiden dari Demokrat dan Republik harus bisa menarik simpati dari pemilih independen di New Hampshire untuk memenangi pemilihan pendahuluan ini.

Selama ini suara independen selalu lari ke calon dengan posisi lemah (underdog). Namun ada catatan calon ini tidak selalu lolos ke babak berikutnya.

Suka atau tidak, kemenangan di New Hampshire menjadi barometer untuk melenggang ke pemilihan presiden AS pada 4 November nanti. Karena sejarah mencatat para kandidat calon presiden yang menang di New Hampshire seakan mendapat angin buritan untuk bisa melaju lebih cepat ke tujuan.

Dwight Eisenhower (presiden 1953-1961), Jimmy Carter (presiden 1977-1981), dan Ronald Reagan (presiden 1981-1989) seperti mendapat angin setelah memenangi pemilihan pendahuluan di New Hampshire. Mereka lantas memperkuat tema kampanye dan akhirnya lolos ke Gedung Putih.

Begitu pula dengan Lyndon Johnson (presiden 1963-1969). Sebagai presiden yang sedang berkuasa, Johnson sebenarnya berpeluang untuk terpilih kembali. Tetapi, begitu dia kalah di New Hampshire, Johnson memilih mundur dari pertarungan pada tahun 1968.

Hasil jajak pendapat memperlihatkan kandidat calon presiden Demokrat, Barack Obama, unggul dibandingkan dengan Hillary Clinton dan John Edwards. Di kubu Republik, John McCain unggul dibandingkan dengan Mitt Romney. Unggulnya Obama berarti unsur mayoritas warga kulit putih di New Hampshire tidak lagi melihat warna kulit kandidat, tetapi lebih pada tema dan gaya kampanyenya.(AFP/Reuters/ppg)

No comments: