Wednesday, January 2, 2008

Pemilu Rusuh, 300 Tewas


Proses Pemungutan Suara di Kenya di Bawah Standar

Nairobi, Selasa - Kerusuhan yang makin merebak di Kenya terkait sengketa hasil pemilihan umum telah menewaskan lebih dari 300 orang. Pengamat Barat menganggap pemilu tersebut di bawah standar sehingga meminta dilakukan penyelidikan menyeluruh.

Kekerasan meletus sejak Sabtu lalu terkait ketidakpuasan atas pelaksanaan pemilihan umum. Menurut petugas kepolisian, petugas kamar mayat, dan petugas makam, hingga hari Selasa (1/1) malam tercatat 299 korban tewas. Jumlah korban tewas diperkirakan akan bertambah.

Sebagian besar korban tewas akibat penembakan yang dilakukan polisi terhadap para pemrotes. Aksi ini kian memperkuat dugaan bahwa Presiden Mwai Kibaki (76 tahun) telah membuat Kenya sebagai "negara polisi".

Situasi di berbagai wilayah Kenya relatif lebih tenang. Meski demikian, sejumlah mayat korban dan reruntuhan sisa kerusuhan masih terlihat di beberapa jalan.

Sekitar 40 mayat tergeletak di kamar mayat di kota Kisumu, yang merupakan basis oposisi, sedangkan 20 lainnya berada di kamar mayat Migori yang berdekatan dengan Kisumu.

Ledakan kekerasan di salah satu negara Afrika yang demokrasinya paling stabil dan ekonominya paling kuat itu cukup mengejutkan dunia.

Negara-negara Barat pun menekan Presiden Kibaki untuk menyelidiki sengketa hasil pemilu yang menjadikan Kibaki sebagai pemenang dalam pemungutan suara yang dilaksanakan Kamis (27/12) lalu.

"Pemilu 2007 berjalan di bawah standar-standar regional dan internasional untuk pemilu yang demokratis," demikian penilaian resmi para pengamat UE.

Pemilu tersebut, menurut mereka, dipenuhi ketidaktransparan dalam proses maupun penghitungan hasilnya. Hal ini mengundang pertanyaan soal akurasi hasil akhir pemilu.

Pemerintah AS awalnya memberikan ucapan selamat kepada Kibaki, tetapi kemudian mempertanyakan terjadinya berbagai ketidakberesan.

Inggris yang merupakan mantan penjajah Kenya, Uni Eropa, dan lainnya tak memberikan selamat kepada Kibaki dan menyerukan sebuah penyelidikan atas dugaan ketidakberesan dalam pemungutan suara.

Kibaki dilaporkan meraih 4,584 juta suara dari sekitar 14 juta pemilih. Dia unggul lebih dari 200.000 suara dari saingannya pemimpin oposisi, Raila Odinga.

Merampok kemenangan

Bentrokan pascapemilu ini membuat warga Kenya kembali dihantui persaingan antarsuku dan kecurigaan antarkomunitas. Warga suku Kikuyu yang merupakan suku terbesar dan terkaya sekaligus suku asal Kibaki memilih berdiam dalam rumah ketimbang merayakan kemenangan pemilu yang diumumkan Minggu. Kibaki langsung dilantik beberapa jam kemudian.

Sedangkan suku Luos dan suku-suku lainnya yang tergabung dalam kelompok oposisi bertekad melakukan aksi-aksi militan sebagai wujud protes. "Mereka telah merampok kemenangan kami dan sekarang mereka menembaki kami. Bagaimana bisa satu orang mencurangi seluruh bangsa? Jika perang gerilya dimulai, saya siap bergabung," ungkap Stanley Bwire, seorang penjaga malam di Nairobi pendukung oposisi.

Para pendukung Odinga yang marah terlibat bentrok dengan polisi. Mereka juga menjarah toko-toko milik warga Kikuyu sehingga melumpuhkan aktivitas bisnis, kelangkaan pangan dan bahan bakar.

Kibaki telah memerintahkan pasukan polisi bersenjata berat berpatroli di jalan-jalan kota Nairobi dan beberapa kota lainnya serta menindak tegas para pembuat onar. (AP/AFP/Reuters/OKI)

No comments: