Wednesday, January 2, 2008

Pakistan Menunda Pemilu


Kelompok Oposisi dan AS Meminta Pemilu Dilaksanakan Sesuai Jadwal

Islamabad, Selasa - Situasi keamanan di Pakistan pascakematian mantan Perdana Menteri Benazir Bhutto menjadi alasan Komite Pemilu menunda pemilu yang sedianya digelar 8 Januari mendatang. Namun, Komite Pemilu belum memutuskan batas waktu penundaan itu karena masih menunggu keputusan semua partai politik.

Komite Pemilu Pakistan ”pada prinsipnya” memutuskan menunda pemilu parlemen, Selasa (1/1). Namun, keputusan akhirnya akan diumumkan Rabu. Alasannya, komite pemilu harus berkonsultasi dengan semua partai politik yang ada sebelum menetapkan jadwal pemilu baru. ”Tampaknya pemilu tidak mungkin bisa terlaksana sesuai jadwal. Situasi keamanan tak memungkinkan,” kata juru bicara Komite Pemilu Kanwar Dilshad.

Sebelum memutuskan menunda pelaksanaan pemilu, kata Dilshad, pihaknya telah memberi tahu semua parpol tentang kondisi keamanan yang rawan di 13 distrik pascakematian Bhutto. Menurut laporan kepolisian, 10 kantor milik komite pemilu di Provinsi Sindh rusak saat kerusuhan. Kotak suara dan kartu suara juga rusak. ”Sindh telah memastikan pemilu tidak mungkin terlaksana karena situasi keamanan yang tidak kondusif,” ujarnya.

Berdasarkan informasi dari pejabat yang tidak mau disebut namanya, pemilu kemungkinan besar akan dilaksanakan empat pekan mendatang. Bahkan ada yang memperkirakan pemilu baru bisa terlaksana 8 Februari mendatang. ”Penundaannya tidak akan lama. Komite ini membutuhkan waktu untuk memulihkan kelengkapan pemilu,” kata pejabat itu seusai rapat darurat komite pemilu.

Meski situasi keamanan sekarang relatif aman, komite pemilu khawatir akan kembali terjadi kerusuhan dari para pendukung Bhutto. Sedikitnya 58 orang tewas—mayoritas di Provinsi Sindh—saat terjadi kerusuhan dan protes dari publik yang marah kepada pemerintah karena dianggap gagal menjamin keamanan Bhutto.

Tanpa mengindahkan keamanan, Partai Rakyat Pakistan (PPP) menegaskan tak setuju jika pelaksanaan pemilu ditunda karena hal itu justru menguntungkan pihak oposisi yang lain. ”Kami tidak ingin ada penundaan,” kata juru bicara PPP, Farzana Raja.

Mantan PM Nawaz Sharif juga meminta agar proses pemilu tetap diselenggarakan sesuai rencana, yakni pada 8 Januari mendatang. Sharif curiga penundaan itu hanya ”akal-akalan” Musharraf yang berusaha tidak berpartisipasi dalam pemilu. ”Tak ada yang mau pemilu ini ditunda. Musharraf harus diganti karena justru dia sumber masalah. Kami menuntut ia mundur segera. Segala macam kekacauan dan kerusuhan pasti akan berakhir,” kata Sharif saat di Lahore.

Sharif juga mengusulkan presiden baru seharusnya membentuk pemerintahan yang baru berdasarkan konsensus nasional dan pemerintahan nasional yang baru itulah yang nantinya akan menggelar pemilu. Meski Sharif sudah menyatakan tidak setuju dengan penundaan, juru bicara Partai Liga-N Muslim Pakistan pimpinan Sharif sebelumnya mengaku Sharif ”tidak keberatan” seandainya pemilu ditunda sebentar.

Jangan tunda

Para pengamat politik menyatakan, PPP yang saat ini dipimpin putra Bhutto, Bilawal Zardari, dan dioperasikan mantan suami Bhutto, Asif Ali Zardari, itu sangat mungkin bisa meraih jumlah suara mayoritas jika pemilu itu tetap diselenggarakan sesuai rencana. Namun, jika ada penundaan, rakyat akan memilih Partai Liga-Q Muslim Pakistan yang kini mendukung Musharraf.

Selain partai oposisi, Pemerintah AS berharap agar proses pelaksanaan pemilu Pakistan tetap sesuai jadwal sebelumnya. ”Jika pemilu dapat terselenggara aman dan positif pada 8 Januari itu, kami kira itulah yang sebaiknya Pakistan lakukan,” kata juru bicara dari Deplu AS, Tom Casey.

Sebenarnya, kata Casey, Pemerintah AS yang telah mendorong Pakistan untuk menggelar pemilu yang baru tidak keberatan jika ada penundaan. Apalagi jika partai-partai politik sepakat menunda pemilu ataupun jika ada hambatan teknis lain. ”Bagi AS yang penting ada jadwal baru dan pasti dari pemilu sehingga rakyat dapat memilih pemerintahan baru. Kami tentu mengkhawatirkan penundaan ini,” ujarnya.

AS selalu terlibat dalam pemulihan demokrasi Pakistan. Tak hanya itu, Pakistan dan AS—khususnya Musharraf dan Presiden AS George W Bush—menjadi ”dekat” karena kampanye antiterorisme. Peran AS juga cukup besar sebelum Bhutto bisa pulang ke tanah airnya. AS telah membujuk Musharraf melepaskan posisinya di militer dan menerima negosiasi pembagian kekuasaan dengan Bhutto.

PM Kanada Stephen Harper juga berharap Pakistan tidak terlalu lama menunda pemilu.

(REUTERS/AFP/AP/LUK)

No comments: