Hubungan Dua Raksasa Asia
Ketika seorang kepala negara atau pemerintahan mengunjungi sebuah negara lain, ini pasti sebuah peristiwa penting, bukan rutin belaka.
Karena itu, kunjungan tiga hari, dimulai hari Senin lalu, PM India Manmohan Singh ke China, tentu sebuah kunjungan yang penuh arti. Apalagi, India dan China merupakan dua raksasa Asia. Membaik atau memburuknya hubungan keduanya akan memengaruhi situasi dan kondisi kawasan.
Dua raksasa Asia ini—jika penduduk kedua negara digabung akan berjumlah sekitar 2,4 miliar jiwa atau kira-kira sepertiga penduduk dunia—memiliki hubungan yang naik turun. Bahkan, kedua negara pernah terlibat konflik perbatasan (1962) dan sebelas kali mengadakan perundingan untuk mengakhiri konflik tersebut.
Upaya untuk membangun hubungan yang baik dimulai oleh PM Jawaharlal Nehru yang pada bulan Oktober 1954 mengunjungi China. Ia menjadi petinggi India pertama yang mengunjungi China. PM India kedua yang mengunjungi China adalah Rajiv Gandhi (1988). Tahun 1993, PM Narasimha Rao berkunjung ke China dan Atal Behari menjadi PM India keempat yang mengunjungi China. Dan, kini, Manmohan Singh menjadi PM India kelima yang mengunjungi negara yang dulu disebut "Negeri Tirai Bambu" itu.
Pernah suatu masa China dirasakan sebagai ancaman bagi India, karena itu hiduplah teori "Ancaman China". Teori ini berangkat dari kenyataan bahwa China dikategorikan sebagai "Kekuatan Besar", yang memiliki nuklir, dan anggota tetap Dewan Keamanan PBB. Faktor lain yang mengintimidasi India adalah pertumbuhan ekonomi China yang fenomenal, 11 persen (pertumbuhan ekonomi India 9 persen); modernisasi kekuatan militer; bantuan teknologi nuklir pada India, rudal, dan senjata konvensional.
China pun merasa terganggu dengan kekuatan nuklir India. Tahun 1998, Presiden China Jiang Zemin bersikap sama dengan Presiden AS Bill Clinton, mengecam uji coba nuklir India. Menurut Jiang, uji coba itu mengancam rezim nonproliferasi nuklir internasional. Di balik kecaman itu, Beijing sebenarnya enggan mengakui kenyataan bahwa India telah menjadi negara nuklir.
Karena itu, negara-negara di kawasan, termasuk Indonesia, berharap hubungan kedua negara sebagai dua kekuatan besar ekonomi di Asia makin harmonis, saling mengisi. Tercapainya kesepakatan untuk meningkatkan kerja sama yang lebih besar di bidang pertahanan dan perdagangan menjadi pertanda baik bagi makin membaiknya hubungan kedua negara. Dan, pada gilirannya akan berdampak positif bagi negara-negara di kawasan.
No comments:
Post a Comment