Wednesday, January 9, 2008

Tajuk KOMPAS


Setelah Pilpres Lahirkan Bencana

Sering kali memilih pemimpin disertai dengan harapan, pemimpin terpilih akan membawa tidak saja perubahan, tetapi juga perdamaian dan kemakmuran.

Namun, tidak jarang, yang terjadi justru berlawanan dengan harapan. Perkembangan di Kenya menyusul pemilihan presiden menjadi salah satu contohnya.

Menyusul pilpres, 27 Desember silam, Kenya justru terjerumus ke dalam gelombang kekerasan. Pertikaian di antara Presiden Mwai Kibaki yang terpilih kembali dan pesaingnya dari pihak oposisi pimpinan Raila Odinga membuat 250.000 orang harus mengungsi dan sekitar 300 orang tewas.

Munculnya perkembangan yang memprihatinkan ini membuat rakyat Kenya menilai para pemimpin telah membuat hidup mereka menderita karena bencanalah yang kini mereka rasakan. Dalam suasana prihatin itu, hari Minggu lalu mereka—tanpa membeda-bedakan latar belakang politik—menyelenggarakan doa bersama guna memohon perdamaian.

Menyimak perkembangan yang terjadi, berbagai pihak siap membantu Kenya. Washington siap mengirimkan diplomat untuk Afrikanya, Jendayi Frazer, sementara Uskup Agung peraih Nobel, Desmond Tutu, sudah bolak-balik ke kedua kubu guna mendamaikan pihak-pihak yang bertikai ini. Bisa pula disebutkan, Presiden Ghana John Kufuor juga dijadwalkan datang ke Kenya dalam kapasitasnya selaku Ketua Uni Afrika.

Namun, prospek memang masih belum jelas. Ketika Kibaki menyatakan pihaknya siap membentuk pemerintahan persatuan nasional, oposisi menyambutnya dengan skeptis. Pihak Odinga dan Gerakan Demokratik Oranye menilai Kibaki mencurangi pemilu dan karena itu mereka menginginkan Kibaki (76) mundur.

Kepada para penengah asing, pihak oposisi minta mereka bisa jadi perantara untuk merundingkan pemilu ulang tiga sampai enam bulan mendatang.

Rakyat kehilangan kepercayaan terhadap para politisi yang mereka nilai berebut kekuasaan karena ingin mengumpulkan harta kekayaan dan bukan untuk memperbaiki taraf kehidupan rakyat.

Kenya mungkin tidak sendirian sebagai bangsa yang menderita karena para elite politik justru sibuk bertarung memperebutkan kekuasaan dan kurang hirau terhadap penderitaan rakyat.

Kita berharap di Kenya bisa ditemukan solusi segera agar pengungsi bisa kembali ke hidup normal dan korban tewas tidak bertambah lagi. Konflik yang berkepanjangan juga akan merugikan Kenya yang sebelum ini sudah dilihat sebagai negara demokrasi yang cukup stabil dan perekonomiannya termasuk yang berkembang.

No comments: