Friday, January 4, 2008

Timur Tengah


Israel Pilih Mendekati Hamas

Cairo, Kompas - Pertemuan tertutup kabinet keamanan Israel, seperti diungkap harian Asharq Al Awsat edisi Rabu (2/1), memutuskan berunding dengan Hamas, tetapi mereka berbeda pendapat soal materi dan sasaran dari perundingan tersebut. Turut dalam pertemuan tertutup tersebut adalah PM Israel Ehud Olmert, deputi PM Haim Ramon, Menlu Tzipi Livni, Menhan Ehud Barak, Menteri Urusan Keamanan Dalam Negeri Avi Dichter, dan sejumlah pejabat tinggi dari intelijen Israel.

Kubu pemerintah yang dipimpin PM Ehud Olmert dan Menlu Tzipi Livni mendukung berunding dengan Hamas untuk mencapai transaksi politik menyeluruh, di antaranya berdirinya negara Palestina di atas tanah yang diperebutkan 1967 dengan perbatasan sementara. Dengan imbalan gencatan senjata jangka panjang 10 hingga 15 tahun.

Seperti dimaklumi, konsep solusi politik yang ditawarkan Hamas selama ini adalah gencatan senjata jangka panjang antara 10 tahun hingga 15 tahun, dengan imbalan negara Palestina di atas tanah yang diperebutkan 1967.

Sedangkan kubu intelijen dan keamanan Israel yang dipimpin Menhan Ehud Barak mendukung berunding dengan Hamas hanya terbatas upaya pembebasan sandera tentara Israel, Gilad Shalit, dengan imbalan pembebasan 1.100 tawanan Palestina.

Argumentasi

PM Olmert dan pendukungnya berargumentasi, Hamas tidak mencegah faksi-faksi lain menembakkan rudal dari Jalur Gaza ke Israel Selatan. Namun, aktivis Hamas sendiri tidak terlibat langsung dalam serangan rudal atau aksi bunuh diri sejak Hamas memenangi pemilu Januari 2006 hingga hari ini.

Kubu ini lalu menyimpulkan bahwa Hamas mampu komitmen dan disiplin menciptakan keamanan. Karena komitmen Hamas itu, lanjut kubu ini, korban tewas dari pihak Israel cenderung menurun dari tahun ke tahun.

Diungkapkan, korban tewas di pihak Israel tahun 2007 hanya 13 tewas, berbanding 24 tewas tahun 2006, 50 tewas tahun 2005, 109 tewas tahun 2004, 199 tewas tahun 2003, 426 tewas tahun 2002, dan 201 tewas tahun 2001.

Akan tetapi, kubu intelijen dan keamanan Israel menolak argumentasi kubu PM Olmert. Dikatakan, menyusutnya serangan Palestina dan jumlah korban tewas di pihak Israel disebabkan prestasi militer dan intelijen Israel yang mampu mencegah banyak serangan Palestina.

Kubu ini juga beralasan, suatu hal yang membuat pimpinan Hamas menawarkan gencatan senjata jangka panjang karena mereka merasa terancam. Menurut kubu intelijen itu, Israel tidak melaksanakan aksi pembunuhan terhadap pimpinan Hamas saat ini karena takut atas nasib tentara Israel, Gilad Shalit, yang masih disekap Hamas.

Sedangkan harian terkemuka Israel, Yedioth Ahronoth, mengkritik sikap PM Olmert yang tidak berani mengambil keputusan memilih satu dari pendapat dua kubu tersebut menyangkut Hamas, meskipun Olmert cenderung mendukung pendapat yang bersedia berunding dengan Hamas untuk mencapai kesepakatan komprehensif.

Harian Israel itu juga mengkritik PM Olmert karena tidak tegas menentukan kriteria tawanan Palestina yang akan dibebaskan dengan imbalan pembebasan Gilad Shalit. Olmert menyerahkan masalah kriteria tawanan Palestina yang akan dibebaskan itu kepada intelijen dan aparat keamanan Israel.

Harian Yedioth Ahronoth menyatakan, PM Israel sebelum ini selalu berani mengambil keputusan sendiri dan bertanggung jawab atas keputusan tersebut, baik menyangkut Palestina maupun Lebanon. Harian tersebut mencontohkan ketika PM Ariel Sharon berani mengambil keputusan mundur sepihak di Jalur Gaza pada tahun 2005. PM Ehud Barak mengambil keputusan mundur sepihak dari Lebanon Selatan tahun 2000. Mendiang PM Yitzhak Rabin berani mengambil keputusan mencapai kesepakatan Oslo dengan PLO tahun 1993. Dan mendiang PM Menachem Begin berani mengambil keputusan mencapai kesepakatan damai dengan Mesir tahun 1979.

Namun, kata harian Yedioth Ahronoth, PM Olmert kurang berani dalam mengambil keputusan dan selalu melempar tanggung jawab kepada aparat keamanan menyangkut masalah Palestina. Harian tersebut menuduh Olmert sebagai faktor yang menghambat tercapainya transaksi dengan Hamas untuk pembebasan Gilad Shalit.

Harian terkemuka Israel itu juga menyindir PM Ehud Olmert soal pembahasan pembebasan Gilad Shalit dengan Presiden Mesir Hosni Mubarak di Mesir. Dikatakan, seharusnya Olmert yang datang ke Mesir dan bukan Menhan Ehud Barak. Pembahasan di Mesir juga menyangkut penyelundupan senjata melalui terowongan bawah tanah dari Mesir ke Jalur Gaza.

Tetapi, tulis harian itu, dengan Ehud Barak yang menemui Presiden Mubarak, itu menunjukkan betapa lembaga keamanan di Israel semakin kuat pengaruhnya dalam mengambil keputusan besar dan sekaligus makin menyusut peran dan kekuatan PM Olmert. (MTH)

No comments: