Thursday, October 11, 2007

Dunia Sulit Tindak Junta


Konsulat China di Mandalay Ditembaki, Diplomat Myanmar Mundur

Yangon, Selasa - Kemarahan komunitas dunia, termasuk jajaran pemerintah berbagai negara, terhadap kebrutalan junta militer Myanmar akan sirna segera. Sulit bagi dunia menghukum junta.

Lembaga internasional yang punya otoritas kuat menindak junta militer Myanmar adalah Dewan Keamanan (DK) PBB. Inggris, Perancis, dan AS berusaha mengeluarkan kecaman. Namun, langkah ini, kata Albert Yankey (delegasi dari Ghana di DK PBB), dihadang oleh China.

"Sanksi dan tekanan tidak akan menyelesaikan masalah di Myanmar," demikian jubir Deplu China, Liu Jianchao, di Beijing, Selasa (9/10). Menurut Yankey, perlawanan dari China membuat draf DK PBB soal Myanmar diperhalus.

Atas sikap China itu, beberapa warga kecewa. Konsulat China di Myanmar ditembaki. Hal itu menggambarkan kekecewaan rakyat Myanmar terhadap China. China berkepentingan dengan junta, yang menguasai semua lini bisnis. Bagi China, Myanmar adalah gerbang menuju Samudra India, yang akan menjadi lalu lintas perdagangan China.

Di DK PBB, ada Rusia yang juga tidak mau menekan junta. Situs Asia Times menuliskan, Rusia ingin mempertahankan status quo demi bisnis di Myanmar. AtomStroyExport, perusahaan Rusia, membangun pusat riset nuklir di Myanmar.

Zarubezhneft (perusahaan dagang energi), Itera (penghasil gas), Silver Wave Sputnik Petroleum sudah mengeksplorasi minyak di lepas pantai Myanmar bersama PetroChina (China). Myanmar membeli 15 pesawat tempur MiG-29 Fulcrum (buatan Rusia) pada 2001. Rosoboronexport (eksportir senjata) sedang membangun sistem pertahanan udara Myanmar dengan menggunakan sistem rudal Tor-M1 dan Buk-M1-2 (buatan Rusia).

Menlu India Pranab Mukherjee kembali mengatakan, India perlu hubungan dekat ke timur lewat go east policy (kebijakan mengarah ke timur). India menginginkan hubungan dengan Myanmar diperkuat lewat perdagangan, lalu lintas perbatasan baik lewat darat, kereta api, jaringan telekomunikasi, serta pembangkit tenaga listrik.

"Saya tidak melihat sikap India akan berubah terhadap Myanmar," kata Profesor Mira Sinha Bhattacharjea, ahli kebijakan luar negeri India.

Myanmar adalah bemper menghadapi senjata China. India memiliki perbatasan sepanjang 1.645 km dengan Myanmar. India juga menginginkan peran Myanmar memerangi pemberontak yang berbasis di Myanmar.

Tak serupa dengan Irak

Dari segi kepentingan geopolitik, sulit bagi dunia bersepakat. Demikian ulasan Ramzy Baroud dalam tulisannya berjudul "Mengapa Myanmar Tidak Sama dengan Irak?". Baroud adalah penulis dan editor PalestineChronicle.com. Ulasannya dimuat di berbagai harian internasional. "Secara strategis, Myanmar adalah kepentingan China, sama pentingnya Timur Tengah bagi AS. China tidak akan membiarkan AS memainkan peran penting di Myanmar, yang memiliki perbatasan sepanjang 2.000 km dengan China," kata Baroud.

"AS juga hanya memainkan lip service soal demokratisasi di Myanmar. Dukungan AS pada Aung San Suu Kyi sekadar memelihara pijakan di Myanmar jika suatu saat terjadi ketegangan dengan China," kata Baroud.

Harian New Jersey Jewish Standard menuliskan, sulit bagi AS mengorbankan kepentingan karena ada bisnis minyak AS di Myanmar. Harvard Business Review mengeluarkan laporan bertuliskan, "Mendukung junta ... adalah demi cadangan gas Myanmar yang dikontrol rezim, yang sudah bermitra dengan raksasa minyak AS (Chevron) dan raksasa minyak Perancis (Total)." Menlu AS Condoleezza Rice termasuk pejabat AS yang bercokol di Chevron. "Perjuangan demokrasi di Myanmar hanya akan lahir dari perjuangan internal dan bukan berkat dukungan internasional," kata Baroud.

Kecewa kepada pemerintah

Ye Min Tun, diplomat Myanmar di London, mengundurkan diri. "Saya tak pernah melihat skenario seperti itu sepanjang hidup saya. Pemerintah menangkapi dan memukuli biksu yang melakukan protes damai. Saya kira rekan saya akan membuat keputusan sendiri. Saya tidak bisa mengatakan setiap orang mengikuti langkah saya," kata Tun.

Ia juga mengatakan, gerakan demokrasi tidak punah. "Saya melihat, awal dari revolusi sudah dimulai," kata Tun.

Di Myanmar sendiri, Liga Nasional untuk Demokrasi menegaskan menyambut tawaran dialog dari junta, tetapi akan menolak semua persyaratan yang ditetapkan oleh junta. (REUTERS/Ap/AFP/MON)

No comments: