Friday, October 12, 2007

Myanmar


Laura Terus Serang Junta, Perusahaan Turut Memboikot

WASHINGTON, rabu - Ibu Negara AS Laura Bush, yang biasanya bersikap diam soal persoalan internasional, tidak bisa menahan amarahnya terhadap kekejaman junta militer Myanmar. Laura Bush terus melanjutkan kecaman dan serangan terhadap junta militer.

Sementara itu, beberapa perusahaan perhiasan internasional telah memutuskan untuk memboikot impor bahan baku perhiasan asal Myanmar.

Penangkapan dan penyiksaan para biksu, demonstran sipil, membuat Laura berang. Laura mengatakan, junta militer tak manusiawi. "Aksi junta militer hanya bisa dihitung dengan hari," katanya sebelum Presiden AS George W Bush mengenakan sanksi kepada rezim militer. "Sekarang, warga dunia telah tahu kekejaman rezim. Mereka muak dengan pelanggaran hak asasi manusia," kata Laura Bush kepada harian Wall Street Journal.

Laura mengatakan, selama ini ia lebih tertarik pada isu-isu domestik di AS. Namun, pelanggaran HAM di berbagai negara telah membangkitkan minatnya untuk bersuara. "Saya ingin warga AS melihat kenyataan ini dan saya ingin warga di negara itu tahu bahwa AS selalu bersama mereka," kata Laura Bush.

Laura Bush tertarik soal Myanmar ketika pada tahun 2002 Aung San Suu Kyi memberinya sebuah buku lewat perantara. Sejak itu Laura Bush tertarik mendalami isu Myanmar.

Merasa bertanggung jawab

Sementara perusahaan barang perhiasan Italia, Bvlgari, telah memutuskan untuk memboikot bahan baku perhiasan asal Myanmar. Bvlgari mengikuti langkah Cartier, yang juga sudah menghentikan membeli bahan baku perhiasan asal Myanmar.

Perusahaan sejenis, Tiffany & Co, sudah berhenti membeli perhiasan asal Myanmar pada 2003 ketika Kongres AS melarang impor asal Myanmar. Jewelers of America, beranggotakan 11.000 toko perhiasan, juga mendukung boikot itu.

Dari markas PBB di New York diberitakan bahwa 15 negara anggota Dewan Keamanan (DK) PBB sudah mendekati finalisasi draf berisi pernyataan soal Myanmar. Belum ada kesimpulan akhir karena pembahasan masih berlangsung. Namun, sejauh ini isi draf menyangkut "penyesalan atas penggunaan kekerasan terhadap demonstran".

Draf itu juga meminta junta dan semua pihak untuk bekerja sama menghindari eskalasi dan mencari perdamaian. Bagian draf itu juga meminta junta membebaskan semua tahanan politik.

China dan Rusia masih menjadi pengganjal DK PBB untuk mengecam Myanmar. Namun, Dubes Indonesia untuk PBB Marty Natalegawa mengatakan, DK PBB sedang bergerak ke arah persatuan karena DK PBB ingin satu suara soal Myanmar.

Menyadari tekanan itu, junta militer mengecam Barat dan media internasional yang dituduh turut menyulut protes di Myanmar. Pernyataan itu disampaikan lewat koran yang menjadi corong junta, New Light of Myanmar.

Berita soal penyiksaan aparat junta pada demonstran juga terus berlanjut. Sekitar 1.000 demonstran masih ditahan. "Amnesty International (AI) sangat prihatin terhadap nasib para tawanan karena penyiksaan masih meluas," kata Catherine Baber, penjabat Direktur AI Asia Pasifik. (REUTERS/AP/AFP/MON)

No comments: