Saturday, October 20, 2007

"Musuh Lama" di Balik Ledakan


Bom Bunuh Diri Akibatkan 136 Orang Tewas dan 387 Cedera

karachi, jumat - Mantan Perdana Menteri Pakistan Benazir Bhutto, Jumat (19/10), menuding kelompok pendukung mantan pemimpin militer Pakistan Mohammed Zia ul-Haq sebagai dalang di balik serangan bom bunuh diri yang menewaskan sedikitnya 136 orang dan mencederai 387 orang pada Kamis malam.

Tanpa ragu-ragu Bhutto lantas menunjuk mantan anggota rezim Zia sebagai otak atau dalang serangan bom ketika Bhutto sedang mengikuti pawai penyambutan kepulangannya setelah selama delapan tahun mengasingkan diri di Inggris, Kamis malam.

Ketika diwawancarai majalah Paris-Match versi internet, Bhutto mengatakan, otak serangan itu ialah orang yang pernah berkuasa pada pemerintahan Zia dan sampai saat ini masih berkuasa.

Bagi kelompok itu, kepulangan dan janji Bhutto memulihkan demokrasi akan menjadi ancaman bagi keberlangsungan kekuasaan mereka. Zia adalah "musuh lama" keluarga Bhutto. Pada tahun 1977 Zia pernah menggulingkan posisi ayah Bhutto, Zulfikar Ali Bhutto, dari kursi perdana menteri. Dua tahun kemudian ayah Bhutto dihukum gantung. Zia yang menjadi presiden dan panglima Angkatan Bersenjata Pakistan tahun 1978-1988 itu tewas dalam kecelakaan pesawat pada tahun 1988.

Meski ekstremis yang mendalangi serangan itu, Bhutto menuding Pemerintah Pakistan ikut bersalah. Pasalnya, kelompok itu tak dapat beroperasi tanpa dukungan atau bantuan logistik dari pejabat-pejabat pemerintahan, termasuk penyediaan bahan peledak.

Ledakan bom yang terjadi Kamis malam itu diakui kepolisian tidak dilakukan sembrono, tetapi penuh perhitungan. Dari polanya pun, menurut Kepala Kepolisian Karachi Azhar Farooqui, tampak jelas ledakan bom itu bukan "hasil karya orang baru atau amatir". Kepolisian memperkirakan bom seberat 15-20 kilogram itu berisi peluru dan paku. Akibatnya, daya ledak bom itu menjadi lebih kuat, luas, dan mematikan.

Sedikitnya 136 orang tewas dan 387 terluka saat Bhutto dan rombongan hendak menuju ke kompleks makam ayahnya dan Bapak Bangsa Pakistan, Mohammad Ali Jinnah. Ledakan bom terjadi hanya 5 meter dari truk khusus yang dipakai Bhutto menyusuri jalanan pusat kota Karachi.

Saat itu jalan dipadati pendukung yang menanti kepulangan Bhutto sejak pagi hari. "Serangan ini jelas ditujukan untuk Bhutto dan untuk menyabotase demokratisasi di Pakistan. Sangat pasti," kata Menteri Dalam Negeri Aftab Sherpao.

Bhutto selamat tanpa luka sedikit pun karena, menurut penulis biografi Bhutto yang ikut dalam rombongan, Christina Lamb, bom bunuh diri itu meledak ketika Bhutto beristirahat sejenak di dalam truk yang khusus dirancang untuk pawai kepulangan Bhutto. "Benazir sudah berdiri di atas atap truk ini selama 10 jam untuk melambaikan tangan kepada ratusan ribu pendukungnya. Beliau merasa lelah dan minta istirahat," tutur Lamb.

Sebenarnya, sebelumnya kepolisian menyarankan agar Bhutto berlindung di balik kaca antipeluru truk, tetapi Bhutto tak bersedia. "Tetapi, dia tahu betul sedang diincar. Dia sempat mengaku takut ketika hari mulai gelap. Penembak jitu pasti sudah bersiap di atap gedung. Untung saja truk ini punya ruangan di bawah," tutur Lamb kepada Sky News.

Sebelum ledakan bom bunuh diri terjadi, ada ledakan berskala kecil dari granat tangan yang dilemparkan ke tengah-tengah kerumunan massa. "Ledakan pertama berasal dari granat dan ledakan kedua jelas dari bom bunuh diri. Pelakunya lari ke tengah kerumunan dan meledakkan dirinya," kata Farooqui.

Para saksi mata menuturkan situasi saat itu kacau-balau. Darah dan potongan anggota tubuh berceceran di jalanan. "Seperti berjalan di tengah-tengah lahan penjagalan. Banyak korban tergeletak di jalan. Ada yang tubuhnya utuh. Banyak yang tidak utuh lagi dan tercerai-berai," kata wartawan foto dari AFP yang mengikuti sejak awal konvoi kendaraan Bhutto.

Dari lokasi ledakan, kepolisian mengaku menemukan kepala tersangka pelaku peledakan bom. Kini kepala dan potongan tubuh yang lain tengah diperiksa di laboratorium kepolisian Karachi.

Setelah dinanti-nanti, akhirnya Bhutto mengecam keras aksi peledakan bom itu. Ia juga menyatakan ratusan ribu pendukungnya telah berkorban demi tegaknya demokrasi. "Kami mengecam serangan itu. Doa dan simpati kami mengiringi mereka yang telah sepenuh jiwa berkorban demi demokrasi. Pengorbanan mereka tidak akan sia-sia," ujarnya.

Presiden Pervez Musharraf juga mengecam ledakan dan menganggap serangan itu sebagai "konspirasi untuk menentang demokrasi". "Presiden meminta warga Karachi tenang dan sabar. Siapa pun yang bersalah akan ditindak oleh pemerintah dan dihukum," sebut pernyataan tertulisnya.

Tak akan mundur

Meski nyaris menjadi korban, Bhutto akan bertahan tinggal di Pakistan demi pemilu. Senator dari Partai Rakyat Pakistan, Safdar Abbasi, menegaskan, Bhutto tak akan mengubah rencana. "Perjuangan untuk demokrasi ini akan berlanjut. Kami akan mengikuti pemilu," ujarnya.

Hingga kini pelaku peledakan belum diketahui dan belum ada satu pihak pun yang mengaku bertanggung jawab atas peristiwa itu. Namun, suami Bhutto, Asif Ali Zardari, menuding badan intelijen Pakistan yang dipimpin veteran Brigadir Ijaz Shah yang dekat dengan Musharraf terlibat.

Bhutto pernah mengatakan, ada pensiunan intelijen yang berhubungan dekat dengan elemen ekstremis. Bhutto yakin mereka yang akan menyerangnya. Sebelum kembali ke Pakistan, Bhutto mendapatkan ancaman dari Al Qaeda dan Taliban. Keduanya mengaku akan membunuh Bhutto begitu sampai di Pakistan. (REUTERS/AFP/AP/LUK)

No comments: