Sunday, October 7, 2007

Utusan Khusus PBB Diizinkan Temui Suu Kyi

Pasukan Junta Tambah Pasukan di Yangon

Yangon, Minggu - Utusan Khusus PBB, Ibrahim Gambari, diizinkan menemui Aung San Suu Kyi, tokoh oposisi Myanmar yang selama ini ditahan junta, Minggu (30/9), di Yangon. Pertemuan ini terjadi setelah Gambari mengadakan pembicaraan khusus dengan para pemimpin junta militer Myanmar.

Gambari menemui para pemimpin junta di ibu kota Myanmar, Naypyidaw, yang lebih menyerupai bunker, hari Sabtu. Sejumlah media yang mengutip para diplomat melaporkan, dalam pertemuan itu, pucuk pimpinan junta Jenderal Than Shwe turut hadir. Media juga menyebutkan bahwa Gambari tinggal di Naypyidaw hingga Sabtu malam.

Namun, pihak PBB melalui pernyataannya membantah pertemuan Gambari dan Than Shwe. Gambari hanya bertemu dengan pejabat sementara Perdana Menteri Letnan Jenderal Thein Sein dan Menteri Informasi Brigadir Jenderal Kyaw Hsan di Naypyidaw, Minggu.

PBB menambahkan bahwa Gambari masih menunggu pertemuannya dengan Than Shwe sebelum ia meninggalkan Myanmar. Namun, PBB tidak menyebutkan kapan pertemuan itu akan berlangsung.

Sejauh ini, tidak diketahui apa isi pembicaraan antara Gambari dan para pemimpin junta itu. PBB hanya mengatakan, Gambari menyampaikan pesan khusus Sekertaris Jenderal PBB Ban Ki-moon.

Sejumlah diplomat memperkirakan, Gambari menyampaikan kemarahan komunitas internasional atas tindakan keras junta terhadap masa demonstran yang berunjuk rasa dalam dua pekan terakhir. Gambari diduga menawarkan solusi damai untuk mengatasi krisis politik di negara itu.

Setelah bertemu dengan para pejabat junta, Gambari bertolak ke Yangon untuk bertemu dengan Suu Kyi yang telah menghabiskan hampir 12 tahun dalam tahanan rumah dari 18 tahun terakhir masa tahanannya. Para diplomat mengatakan, otoritas membawa Suu Kyi keluar dari rumah tahanannya untuk bertemu dengan Gambari. Pertemuan di Wisma Negara itu berlangsung 90 menit. Belum ada keterangan soal isi pertemuan Gambari dan Suu Kyi.

Sejumlah pihak menaruh harapan besar pada misi yang dijalankan Gambari. "Semua orang menaruh harapan pada Ibrahim Gambari untuk menyelesaikan masalah," kata seorang pensiunan pelaut di Yangon.

Pengamat Myanmar, Win Min, mengatakan, misi Gambari memunculkan harapan akan adanya kemajuan dalam proses rekonsiliasi antara junta dan oposisi yang selama ini mandek. Junta tampaknya memberi sinyal untuk mengikuti negosiasi.

"Namun rakyat Myanmar harus waspada sebab di masa lalu mereka juga mengirim sinyal (serupa) tapi kemudian mengubahnya," kata Win Min.

Dikepung

Situasi kota Yangon, Minggu, tampak mencekam. Junta menambah jumlah tentara di Yangon hingga 20.000 orang untuk memastikan tidak ada lagi unjuk rasa jalanan. "Pasukan keamanan memperlihatkan kekuatan mereka. Saya kira kesempatan bagi pengunjuk rasa turun ke jalan dan memobilisasi cukup orang untuk menumbangkan junta sekarang nol," kata seorang diplomat yang tidak bersedia disebutkan namanya.

Sejumlah sumber yang ditemui Kompas di Thailand mengatakan, kehadiran militer di setiap sudut kota Yangon dan Mandalay membuat kedua kota itu kesulitan memperoleh bahan makanan. Toko, warung, dan pusat perbelanjaan tutup. Harga-harga kebutuhan pokok naik dari jam ke jam. Stok beras sangat sedikit dan semakin menipis.

"Saya hanya memiliki beras untuk 2-3 hari," kata seorang pemilik toko di Yangon.

Otoritas lokal di sejumlah kota, seperti Mandalay dan Sittwe, telah menghentikan semua pergerakan bahan makanan keluar kota. Program Pangan Dunia (WFP) menyatakan, mereka kesulitan mendistribusikan makanan kepada sekitar 500.000 orang di daerah miskin karena tindakan keras militer. Menurut WFP, sekitar 1,6 juta rakyat Myanmar kini kekurangan makanan.

Di tengah protes anti-junta, muncul informasi tentang adanya demonstrasi tandingan yang dimotori Serikat Solidaritas dan Asosiasi Pembangunan (USDA). Informasi yang dikutip Irrawaddy ini belum bisa dikonfirmasi.

Disebutkan, USDA, yang merupakan kelompok pro-junta, memaksa orang-orang dari Kyaukpadaung, Myingyan, dan Nyaung Oo untuk berdemonstrasi di Yangon mendukung tindakan keras militer.

(AP/AFP/REUTERS/BSW/Laporan Fransisca Romana dari Bangkok)

No comments: