Saturday, October 6, 2007

Musharraf Berikan Amnesti

Mahkamah Agung Tidak Akan Menunda Proses Pemilu

Islamabad, jumat - Presiden Pakistan Pervez Musharraf, Jumat (5/10), menandatangani "aturan rekonsiliasi" yang mencabut tuduhan korupsi terhadap mantan Perdana Menteri Benazir Bhutto. Negosiasi pembagian kekuasaan diharapkan berlangsung mulus.

Ketentuan pemberian amnesti Musharraf itu tidak hanya menguntungkan Bhutto pribadi, tetapi juga menguntungkan suaminya, Asif Ali Zardari, yang kini sedang mengasingkan diri. Akan tetapi, di dalam amnesti itu nama mantan PM Nawaz Sharif yang dikudeta Musharraf delapan tahun lalu tidak disebut. "Presiden Musharraf sudah menandatangani amnesti itu. Ini awal dari suatu era yang baru," kata Sheikh Rashid, menteri terdekat dengan Musharraf, kepada AFP.

Perdana Menteri Shaukat Aziz dalam pernyataan resmi tertulis mengatakan, aturan rekonsiliasi nasional yang sebelumnya telah disetujui oleh kabinet diharapkan dapat membawa suasana tenang di tengah-tengah kekacauan politik yang tak kunjung berakhir di Pakistan. "Ini langkah amat penting dalam menciptakan suasana toleransi dan harmoni dalam politik nasional, bebas dari dendam, dan polarisasi yang pernah merusak politik nasional pada tahun 1980-an dan 1990-an," ujarnya.

Amnesti pemberian Musharraf itu akan menjadi landasan untuk partai Bhutto dalam mempersiapkan proses pemilu parlemen awal tahun 2008. Bhutto berencana memimpin kembali partainya. Sebelumnya, Musharraf dan Bhutto menyepakati rancangan surat keputusan berisi pemberian amnesti kepada Bhutto. Hal ini berarti terbukalah jalan bagi Bhutto untuk kembali ke Pakistan 18 Oktober mendatang.

BBC News menyebutkan, Musharraf sengaja menanti hasil keputusan dari Mahkamah Agung (MA) sebelum akhirnya menyepakati pembagian kekuasaan dengan Bhutto. Hasil kesepakatan yang kemudian disebut Surat Keputusan Rekonsiliasi Nasional itu menjadi landasan kesepakatan pembagian kekuasaan Musharraf dan Bhutto.

Seorang pejabat mengaku, tidak mudah bagi Musharraf meluluskan tuntutan-tuntutan dari Bhutto. Namun, Musharraf tidak punya banyak pilihan. Jika ingin kembali menjadi presiden, kerja sama dengan Bhutto dianggap cara paling tepat. Selain meminta pencabutan kasus korupsi, Bhutto pun meminta diperbolehkan kembali menjabat sebagai PM. Tuntutan Bhutto ini akan menjadi bahan negosiasi lanjutan.

Tak akan ditunda

Sebelumnya MA memutuskan pemilihan presiden tetap berlangsung Sabtu. Namun, hasil pemilu baru boleh diumumkan setelah tanggal 17 Oktober. Apa pun hasil pemilu dan siapa pun peraih suara yang terbanyak, belum boleh dinyatakan menang sebelum sidang MA memutuskan apakah Presiden Pervez Musharraf memenuhi syarat untuk mencalonkan diri menjadi presiden. "Persoalan itu akan dibahas mulai tanggal 17 Oktober," kata hakim Javed Iqbal.

Keputusan sidang MA dianggap membingungkan. Di satu sisi MA menolak memenuhi tuntutan oposisi yang meminta pemilu ditunda. Alasan oposisi, Musharraf tidak memenuhi syarat untuk mencalonkan diri karena sampai sekarang masih menjabat sebagai kepala staf Angkatan Darat.

Meski tidak memenuhi tuntutan oposisi, MA mengaku bersedia mempertimbangkan tuntutan itu. Dengan kata lain, posisi Musharraf masih "belum aman". Padahal, kepemimpinan Musharraf berakhir tanggal 15 Oktober.

Seharusnya Musharraf dapat memenangi pemilu dengan mudah. Pasalnya, partai Musharraf tidak hanya menguasai parlemen, tetapi juga empat majelis provinsi yang bertugas memilih presiden. Akan tetapi, dengan keputusan MA itu juga berarti, meski meraih jumlah suara terbanyak, Musharraf tetap tidak bisa dinyatakan menang sampai muncul keputusan MA yang menyatakan Musharraf adalah kandidat yang sah. (REUTERS/AFP/AP/LUK)

No comments: