Monday, December 31, 2007

Bhutto-Oxford


Masa Mahasiswa,

Masa Sangat Bahagia Benazir

Masa sebagai mahasiswa di Universitas Oxford, Inggris, bagi Benazir adalah masa bahagia.

Rekan-rekannya semasa ku liah tahun 1970-an itu mengenangnya sebagai seorang mahasiswa yang "berapi-api dan menyenangkan".

Benazir Bhutto adalah tokoh yang terkenal semasa kuliahnya, saat dia terpilih sebagai Ketua Persatuan Debat Oxford. Media di seluruh dunia menulisnya karena dia menjadi perempuan Asia pertama yang memegang jabatan itu.

Bhutto kabarnya menjadi penyelenggara pesta-pesta terbaik universitas itu. Dia acapkali mengendarai sebuah mobil sport MG warna kuning.

Bhutto belajar ilmu politik, filsafat, dan ekonomi di Lady Margaret Hall dari tahun 1973. Dia kemudian menjadi mahasiswa kehormatan dari fakultas yang didirikan tahun 1878 itu dan memelopori pendidikan perempuan di Oxford tersebut.

Dia menyebut masa-masa mahasiswanya sebagai masa-masa terbaik dalam hidupnya. Kakabarnya dia kerap mengenang berperahu di Sungai Cherwell dan berpiknik di Istana Bleinheim, rumah nenek moyang mantan Perdana Menteri Inggris Winston Churchill.

"Dia sangat karismatik," kata Victoria Schofield, seorang penulis dan teman lama Bhutto semasa di Oxford.

"Kami adalah sekelompok mahasiswa tahun 1970an, kumuh dan tidak terlalu berada... dan muncullah perempuan eksotis ini yang mengendarai sebuah mobil sport, sedangkan sebagian besar kami mengendarai sepeda," kata Schoffield, yang kemudian menulis buku mengenai ayah Bhutto.

Menurut Schoffield, Bhutto bukanlah jenis mahasiswa yang mengurung diri di perpustakaan. "Dia menyukai organisasi mahasiswa, tetapi dia juga suka bergaul, dia suka pesta dan mengenakan baju-baju yang bagus. Dia punya banyak teman, dan bertahun-tahun kemudian persahabatan itu selalu dikenangnya karena itu merupakan masa yang sangat bahagia baginya."

Alan Duncan, juru bicara bisnis partai Partai Konservatif (Inggris), mengenal Bhutto selama 31 tahun dan merupakan manajer kampanyenya saat dia menjadi ketua organisasi mahasiswa Oxford tahun 1976.

Persahabatan mereka berlanjut setelah mereka meninggalkan universitas. Mereka bahkan saling bertukar e-mail beberapa hari sebelum Bhutto tewas, di mana Duncan menyatakan akan ke Pakistan melihatnya dilantik sebagai perdana menteri.

"Dia berapi-api dan menyenangkan, seorang pribadi yang sangat dominan," kata Duncan.

"Sebelumnya dia pernah kuliah di Harvard, jadi dia sedikit lebih tua dari kami mahasiswa yang lain—dia penuh tekad."

Ayahnya, Zulfikar Ali Bhutto, digulingkan tahun 1977, beberapa minggu setelah Benazir terpilih sebagai ketua mahasiswa Oxford. Sebuah gelombang protes pun berkembang di universitas itu.

Menurut Duncan, digantungnya sang ayah oleh rezim militer Jenderal Zia-ul Haq mendorong Benazir untuk berpolitik secara serius.

Seorang rekan Oxford lainnya, penulis Tariq Ali, menulis dalam sukart kabar Guardian, "Dia bukanlah politisi alamiah. Dulu selalu ingin menjadi diplomat, tetapi sejarah dan tragedi pribadi mendorongnya ke sisi lain."

"Kematian ayahnya telah mengubah dia." (AP/DI)

No comments: