Monday, December 31, 2007

Timur Tengah


Nasib Palestina Semakin

Merana pada Tahun 2007

Lembaga hak asasi manusia atau HAM Israel yang mengklaim dirinya sebagai lembaga independen dalam laporan akhir tahunnya, seperti dirilis lembaga riset televisi Aljazeera, mengakui, jumlah korban tewas akibat konflik Israel-Palestina pada tahun 2007 menurun dibandingkan dengan tahun 2006.

Akan tetapi, warga Palestina di Jalur Gaza dan Tepi Barat semakin sulit meraih dan menjalankan hak-haknya pada 2007. Sepanjang tahun 2007, pendudukan Israel telah membunuh 366 warga Palestina, di antaranya 53 anak kecil dan 131 warga sipil, berbanding 657 warga Palestina yang tewas tahun 2006.

Sementara itu, Palestina membunuh empat tentara dan tujuh warga sipil Israel pada tahun 2007, berbanding 17 warga Israel tewas pada tahun 2006.

Akan tetapi, lembaga HAM Israel itu melaporkan, ruang kebebasan warga Palestina dalam bergerak dari rumah ke rumah, dari desa ke desa, dan dari kota ke kota di Tepi Barat semakin terjepit dan bahkan sering kali lumpuh akibat tersebarnya 526 pos pemeriksaan, penghalang tanah dan semen di seantero Tepi Barat.

Janji para pejabat pemerintah Israel pada otoritas Palestina dan masyarakat internasional, baik dalam forum bilateral maupun pertemuan internasional di PBB dan lembaga lainnya, untuk meringankan beban lalu lintas Palestina dengan membongkar sejumlah pos pemeriksaan hanya omong kosong.

Pendudukan Israel setiap bulan membangun puluhan penghalang dari semen, tanah, dan dinding di sekitar kota Palestina di Tepi Barat. Hal ini membuat warga Palestina tak memiliki lagi jalan keluar, kecuali melewati pos pemeriksaan militer Israel.

Ketika mau melintasi pos pemeriksaan militer Israel itu sering kali warga Palestina mengalami penganiayaan dan pelecehan sedemikian rupa dari pasukan pendudukan Israel, bahkan selalu harus menunggu berjam-jam atau berhari-hari untuk bisa melintasi sebuah pos pemeriksaan militer Israel itu.

Maka, kerap kali terjadi wanita Palestina yang hamil terpaksa melahirkan di dekat pos pemeriksaan, atau warga Palestina yang sakit meninggal dunia di pos pemeriksaan itu.

Jumlah penghalang tanah dan semen yang disebar Israel di Tepi Barat meningkat dari 445 penghalang tahun 2006 menjadi 459 tahun 2007.

Lembaga HAM Israel itu lebih jauh mengungkapkan, pendudukan Israel telah melarang warga Palestina menggunakan banyak jalan raya di Tepi Barat. Sedikitnya ada sekitar 300 km jalan di Tepi Barat yang dilarang dilalui warga Palestina.

Tentu saja pembatasan gerak warga Palestina dan pemutusan geografis antara satu dan lain distrik di Tepi Barat menyebabkan kinerja otoritas Palestina sama sekali tidak efektif dan bahkan lumpuh, baik di sektor kesehatan, ekonomi, maupun pelayanan umum wali kota.

Menurut lembaga HAM Israel itu, pemerintah pendudukan Israel telah membongkar atau menghancurkan 69 rumah penduduk Palestina di Jerusalem Timur sepanjang tahun 2007, naik 38 persen dari tahun 2006.

Lembaga HAM itu juga menuduh pemerintah pendudukan tak adil dalam membagi air antara warga Palestina dan permukiman Yahudi di Tepi Barat.

Laporan lembaga HAM Israel itu menuduh pemerintah pendudukan menggunakan kedok ancaman keamanan untuk tujuan politik, seperti semakin gencar membangun permukiman Yahudi di Tepi Barat untuk kemudian dianeksasi sebagai wilayah kedaulatan Israel yang membuat impian terwujudnya negara Palestina makin suram.

Menurut laporan itu, tindakan pelanggaran HAM Israel semakin keji ketika berbicara nasib warga Palestina di Jalur Gaza akibat kepungan Israel dengan dalih Jalur Gaza jatuh ke tangan pemerintah yang bermusuhan dengan Israel.

Citra terpuruk

Sementara itu, hasil penelitian akademik dari universitas Hebrew menunjukkan, citra Israel di mata media massa internasional merosot tajam pascamundur sepihak dari Jalur Gaza pada Agustus 2005.

Menurut hasil penelitian itu, Israel telah melakukan kesalahan kalkulasi ketika berobsesi citranya lebih baik dengan cara mundur sepihak dari Jalur Gaza. Namun, justru sebaliknya, citra Israel semakin terpuruk.

Memang citra Israel sempat sangat positif ketika melakukan mundur dari Jalur Gaza, tetapi setelah itu segera merosot lagi. Pasalnya, menurut hasil penelitian universitas Hebrew itu, Israel tidak sepenuhnya menanggalkan pendudukannya di Jalur Gaza karena masih terus mengontrol teritorial udara dan laut Jalur Gaza sehingga hengkangnya Israel dari wilayah tersebut kurang bermakna secara politik dan kemanusiaan.

Penelitian itu merekomendasikan Pemerintah Israel agar mencari formula solusi dengan Palestina yang menguntungkan kedua belah pihak untuk mengangkat citra Israel lebih positif di mata internasional. (MTH)

No comments: