Dunia sungguh dibuat terkejut dan terguncang oleh tragedi pembunuhan atas pemimpin oposisi Pakistan, mantan Perdana Menteri Benazir Bhutto.
Benazir (54) tewas ditembak hari Kamis 27 Desember oleh penyerang bom bunuh diri, tidak lama setelah pemimpin oposisi Pakistan itu berkampanye politik di Rawalpindi.
Pakistan dan dunia pun berkabung dan murung atas kepergian seorang perempuan tokoh yang memberikan banyak inspirasi bagi perjuangan kaumnya, dan menjadi pejuang demokrasi dan modernisasi di negaranya.
Belum diketahui otak dan pelaku pembunuhan keji itu meski sudah ada penelepon gelap yang mengklaim jaringan Al Qaeda sebagai pihak yang bertanggung jawab. Maka, menjadi tugas dan kewajiban pemerintahan Presiden Pervez Musharraf mengungkapkan secara terbuka dan tuntas atas kasus pembunuhan tokoh oposisi itu.
Suka atau tidak, pemerintahan Musharraf mempunyai tanggung jawab moral dan politik untuk mengungkapkan secara gamblang kasus pembunuhan Benazir. Secara normatif, pemerintahan Musharraf tidak dapat dilepaskan dari tanggung jawab karena dinilai lengah memberikan pengamanan kepada seorang mantan pemimpin seperti Benazir.
Jika kasus ini didiamkan dan tidak diungkapkan, beragam spekulasi akan muncul, termasuk yang dapat memojokkan posisi Presiden Musharraf. Kiranya perlu dikemukakan pula, dalam intrik kekuasaan Pakistan yang begitu tinggi, yang sering ditandai oleh serangkaian pembunuhan politik sejak merdeka tahun 1957, segala kemungkinan bisa terjadi, termasuk dalam kasus pembunuhan Benazir Bhutto.
Sebelum semuanya terungkap jelas, prasangka dan kecurigaan sudah merebak luas di kalangan elite dan masyarakat luas Pakistan. Bahkan sudah pecah kerusuhan di sejumlah kota, terutama di Karachi, tempat asal keluarga Benazir Bhutto.
Ketidakpastian politik dan sosial memang sedang mengancam Pakistan setelah peristiwa pembunuhan Benazir. Masih menjadi pertanyaan, apakah pemilihan parlemen dapat dilaksanakan 8 Januari mendatang.
Padahal, pemilu itu diharapkan sebagai mekanisme untuk melapangkan jalan bagi pemulihan demokrasi, yang dipasung selama delapan tahun terakhir, menyusul kudeta militer pimpinan Musharraf tahun 1999.
Benazir Bhutto sendiri merupakan tokoh yang berpegang kuat pada prinsip demokrasi dan modernisasi, yang membuatnya diasosiasikan dengan Barat. Namun, ia juga tetap berpegang teguh pada tradisi ketimuran sehingga media Barat menjulukinya "Putri dari Timur".
No comments:
Post a Comment