Sunday, December 30, 2007

Bacakan jika Aku Sudah Meninggal


"Bacakan surat saya ini hanya jika saya sudah meninggal", demikian surat pribadi Benazir Bhutto kepada wartawan CNN Wolf Blitzer lewat e-mail. Surat itu dikirim kepada Blitzer lewat Mark Siegel, sahabat lama Bhutto di Washington.

Blitzer satu-satunya wartawan yang dikirimi. Surat serupa juga dikirim kepada Steve Israel, anggota DPR AS dari Partai Demokrat, perwakilan New York.

Surat itu dikirimkan tanggal 26 Oktober, delapan hari setelah percobaan pembunuhan yang gagal atas Bhutto di Karachi. Pada saat itu, Bhutto luput dari maut, namun sekitar 130 pendukungnya tewas dan ratusan orang lainnya cedera.

Setelah Bhutto mengirim surat itu, Blitzer sebenarnya sempat bertanya kepada Siegel apakah isi surat itu bisa dipublikasikan lewat CNN. Namun, Siegel mengatakan syaratnya adalah pemublikasian setelah Bhutto meninggal. Siegel tidak menjelaskan mengapa persyaratannya harus seperti itu.

Blitzer, yang selalu bisa mengontak langsung Bhutto dalam siaran langsung dengan CNN, berharap tidak akan pernah mengumumkan kepada publik surat Bhutto itu. Setelah meninggal Kamis lalu, Asif Zardari, suami Bhutto, langsung menelepon Siegel untuk memastikan surat pribadi Bhutto dipublikasikan.

Berikut petikan isi surat itu. "Saya akan berpegang pada pendapat bahwa Musharraf bertanggung jawab. Saya telah dibuat untuk merasa tidak aman oleh para pembantu (Musharraf)".

Bhutto merasa pengamanan terhadapnya tidak memadai, padahal pengamanan merupakan tanggung jawab pemerintah.

Di dalam suratnya, Bhutto juga mengatakan bahwa beberapa politisi AS sebenarnya sudah mencoba turun tangan langsung demi keamanan Bhutto.

Tak dipenuhi

Siegel mengatakan tidak yakin Bhutto akan berubah pendapat setelah surat itu dia kirim. Bhutto menuliskan, ia telah meminta empat kendaraan polisi untuk selalu mengelilinginya setiap kali bepergian. Permintaan diajukan kepada pemerintah setelah percobaan pembunuhan atas Bhutto pada 18 Oktober lalu.

Menurut Siegel, dari kejadian Kamis lalu, jelas terlihat bahwa kendaraan polisi tidak ada di tempat. Permintaan Bhutto tidak dipenuhi.

Bhutto tidak langsung menuduh Musharraf, tetapi ia merasa orang-orang sekitar Musharraf menginginkan kematiannya.

Duta Besar Pakistan untuk AS Mahmud Ali Durrani, Kamis (27/12), menegaskan bahwa pemerintah telah memberikan perlindungan ekstra.

Bhutto mengatakan sama sekali tidak ada, demi Tuhan, tidak ada perlindungan dari pemerintahan sebagaimana ia minta. Permintaan pengamanan ekstra itu sudah dimintakan oleh Bhutto yang sadar bahaya sedang mengancam nyawanya, termasuk dari pihak yang memegang posisi penting di Pakistan.

Atas semua kekhawatiran itu, Bhutto sudah juga menyurati langsung Musharraf soal semua itu, dan surat kepada Musharraf itu tampaknya sama dengan isi surat yang dikirim ke CNN.

Penciuman Bhutto soal nyawa yang terancam sudah terjadi setelah peledakan bom di Karachi pada 18 Oktober, hari ia kembali ke Pakistan setelah delapan tahun mengasingkan diri di London, Inggris.

Setelah peledakan bom 18 Oktober itu, Bhutto juga mencurigai ada yang tidak beres. Karena itu Bhutto meminta Musharraf mengizinkan Scotland Yard (aparat Inggris yang jago soal forensik) dan juga FBI (AS) untuk memberi bantuan penyelidikan atas peledakan bom itu.

Bhutto dan suaminya juga sudah meminta alat pelumpuh bom, kendaraan khusus dengan jendela tahan ledakan.

"Musharraf menolak semua itu," kata Siegel. "Bhutto dapat perlindungan, tetapi hanya perlindungan acak-acakan dan sporadis," lanjutnya.

Padahal, Bhutto sadar keadaan makin memburuk menjelang pemilu 8 Januari 2008. (AP/AFP/REUTERS/MON)

No comments: