Monday, December 31, 2007

Dinasti Bhutto Belum Hilang


Bilawal Akan Melanjutkan

Cita-cita Ibunya Mewujudkan Demokrasi

Naudero, Minggu - "Patah tumbuh hilang berganti". Begitu kira-kira peribahasa yang tepat bagi Dinasti Bhutto. Putra pertama mendiang Benazir Bhutto, Bilawal Zardari (19), akan menjadi penerus Bhutto memimpin Partai Rakyat Pakistan bentukan Zulfikar Ali Bhutto.

Sementara itu, Asif Ali Zardari, suami Bhutto, ditunjuk untuk menjadi Wakil Ketua Partai Rakyat Pakistan (PPP). Penunjukan Bilawal-Ali itu adalah hasil rapat PPP di rumah keluarga Bhutto di Naudero, Provinsi Sindh, Minggu (30/12). Keputusan itu cukup mengejutkan karena sebenarnya Bilawal dianggap oleh sebagian anggota PPP terlalu muda untuk memimpin partai di saat-saat seperti sekarang. Meski mewakili generasi baru dari Dinasti Bhutto, Bilawal dianggap belum berpengalaman dan masih belajar hukum di Oxford University.

Adapun Zardari sebenarnya juga kurang disukai oleh sebagian anggota PPP. Zardari pernah ditahan selama delapan tahun akibat kasus korupsi. "Terserah pada partai dan surat wasiat istri saya saja," kata Zardari kepada BBC saat ditanya kemungkinan pencalonan dirinya sebagai Ketua PPP.

Bilawal resmi menjadi penerus Bhutto setelah nama Bilawal tercantum dalam surat wasiat Bhutto. Bilawal membacakan surat dari ibunya di depan semua anggota PPP. Wakil Presiden PPP Makhdoom Amin Fahim dan Presiden PPP Provinsi Punjab Makhdoom Shah Mahmood Qureshi menjadi "dewan penasihat" untuk Bilawal hingga Bilawal benar-benar telah memimpin PPP secara penuh.

Berbagai pengamat politik di Pakistan mengingatkan agar berhati-hati dengan ditunjuknya Bilawal. "Usianya baru 19 tahun dan ia harus menyelesaikan studinya dahulu," kata pakar politik Talat Masood, yang juga khawatir PPP akan pecah karena menganut sistem pemilihan ketua berdasarkan dinasti. Pengamat politik Najam Sethi memperkirakan Zardari bisa membantu Bilawal menjalankan PPP seperti Sonia Gandhi untuk putranya, Rahul.

Tetap lanjut

Dalam jumpa pers seusai ditunjuk meneruskan kepemimpinan Bhutto, Bilawal menandaskan, perjuangan panjang PPP untuk mewujudkan demokrasi tidak akan berhenti. "Perjuangan akan berlanjut. Ibu saya selalu mengatakan demokrasi itu adalah balas dendam yang terbaik," ujarnya di depan puluhan wartawan.

Karena itu, Bilawal juga mengaku akan memakai demokrasi sebagai "alat" untuk membalaskan dendam atas kematian ibunya itu. Bilawal juga menyatakan bahwa ayahnya, Zardari, yang akan menjalankan operasional PPP sampai ia menyelesaikan studi.

Sebelumnya PPP menyatakan, jika Bilawal ditunjuk, berarti harus dibentuk semacam dewan penasihat yang dipimpin Zardari. Dewan ini yang akan mengendalikan PPP hingga Bilawal selesai studi dan bisa memimpin partai. Meski PPP sudah memutuskan Bilawal sebagai penerus Bhutto, sebenarnya Bilawal bukanlah calon yang pertama-tama "dilirik".

Banyak yang awalnya mengira Zardari yang akan ditunjuk PPP. Jika tidak, pilihan lain jatuh kepada politikus, tuan tanah, dan asisten Bhutto, Makhdoom Amin Fahim. "Saat ini belum ada anggota dari Dinasti Bhutto yang sanggup melanjutkan kepemimpinan Benazir Bhutto. Ini tahap yang serba tak pasti bagi dinasti ini," kata pakar politik Hasan Askari Rizvi.

Adik Bhutto, Sanam, yang juga didukung banyak anggota PPP, menolak tawaran itu dengan alasan tidak bisa meninggalkan keluarga yang tinggal di Inggris.

Antipemerintah

Selama rapat PPP, ribuan orang berkumpul di depan rumah Bhutto sejak Minggu pagi dan meneriakkan slogan antipemerintah pada hari terakhir masa berkabung yang sudah ditetapkan pemerintah. "Musharraf pembunuh! Kutuk dia!" teriak para pendukung Bhutto sambil menunggu hasil rapat PPP pimpinan Bhutto yang juga diselenggarakan di rumah itu.

Selain di Naudero, situasi yang sama terjadi di Karachi. Para pendukung Bhutto berkumpul di rumah Bhutto dan memasang foto-fotonya. "Berapa banyak Bhutto yang akan kamu bunuh? Setiap rumah memiliki seorang Bhutto," teriak pendukung Bhutto.

Meski tidak ada lagi kerusuhan, ancaman ledakan bom tetap ada. Dua orang meledakkan diri dekat kawasan permukiman Ijazul Haq (mantan Menteri Agama dan pemimpin senior dari Partai Liga-Q Muslim). Kedua orang yang tewas itu diperkirakan membawa bom yang meledak sebelum waktunya. Menurut polisi, bom itu sedianya menyasar Haq, putra Zia ul-Haq yang mengeksekusi Zulfikar Ali Bhutto tahun 1979. (REUTERS/AFP/AP/LUK)

No comments: