Saturday, December 29, 2007

Selamat Jalan, Benazir Bhutto...


Komunitas Internasional Mengecam

Penembakan dan Peledakan Bom di Pakistan


Rawalpindi, Kamis - Mantan Perdana Menteri Pakistan Benazir Bhutto (54) tewas ditembak pelaku bom bunuh diri, Kamis (27/12). Bhutto yang baru dua bulan kembali ke Pakistan itu ditembak pada bagian leher dan dada di tengah kerumunan pendukung Bhutto. Setelah menembak Bhutto, pelaku membunuh diri dengan meledakkan bom yang diikatkan di tubuhnya.

Bersama dengan Bhutto, turut tewas 20 orang dan 56 orang mengalami luka-luka.

Serangan terjadi sangat cepat. Bhutto ditembak saat sedang berjalan menuju mobil antipeluru hanya beberapa menit setelah menyampaikan pidato kampanye di Lapangan Liaqat Bagh, Rawalpindi. Berdasarkan informasi polisi, pelaku penembakan mendekati Bhutto dan menembakkan senjatanya ke arah Bhutto. Setelah itu si penembak meledakkan bom bunuh diri.

Hingga berita ini diturunkan, Kamis malam, kronologi penembakan dan peledakan itu masih simpang siur. Menurut saksi mata, terdengar suara tembakan sebanyak dua kali sebelum ledakan bom. Penasihat keamanan Bhutto, Rehman Malik, menjelaskan, Bhutto ditembak dari jarak dekat pada bagian dada dan leher. Bhutto kemudian dilarikan ke rumah sakit, tetapi nyawanya tidak tertolong lagi.

Padahal, ratusan polisi antihuru-hara sudah dikerahkan untuk mengamankan lokasi yang akan digunakan kampanye Bhutto. Sebelumnya, bulan November, Presiden Pervez Musharraf telah meminta Bhutto membatalkan rencana kampanye di Rawalpindi dengan alasan faktor kondisi keamanan yang tidak memungkinkan. Namun, permintaan itu tidak digubris. Musharraf mengatakan, akhir-akhir ini di Rawalpindi kerap terjadi ledakan bom.

Pendukung Bhutto marah dan memprotes kelalaian pemerintah dalam mengamankan lokasi kampanye Bhutto yang terletak hanya beberapa kilometer dari tempat ayah Benazir Bhutto, Zulfikar Ali Bhutto, dihukum gantung 28 tahun lalu. Ayah Bhutto—juga mantan PM—dieksekusi karena dituduh terlibat konspirasi pembunuhan. Kematian Ali juga menyulut kemarahan masyarakat.

Untuk mengantisipasi gejolak kekerasan pascakematian Bhutto itu, Presiden Pervez Musharraf meminta masyarakat tenang "supaya teroris dapat dikalahkan". Musharraf menggelar rapat darurat membahas isu keamanan dan nasib pemilu. Ia juga memberlakukan tiga hari berkabung nasional.

Dunia mengecam

Kabar terbunuhnya Bhutto ini mengguncang dunia. Komunitas internasional beramai-ramai mengecam serangan itu. Bahkan, banyak pula yang khawatir Pakistan akan semakin terjerumus dalam kekacauan yang lebih parah. Bukan hanya gejolak kekerasan dari teroris atau kelompok bersenjata, tetapi juga protes besar-besaran dari masyarakat yang marah.

Simpati dan belasungkawa datang dari berbagai penjuru dunia, seperti Rusia, Perancis, Uni Emirat Arab, Inggris, India, Iran, Italia, Afganistan, Vatikan, Uni Eropa, Liga Arab, Spanyol, AS, China, Filipina, Israel, dan Indonesia. Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon juga mengaku kaget dan berang dengan serangan di Pakistan. Kematian Bhutto yang terjadi hanya 13 hari sebelum pemilu itu membuat kelangsungan pemilu menjadi tidak jelas. (REUTERS/AFP/AP/RIE/LUK)

No comments: