Monday, December 10, 2007

Timur Tengah


Annapolis dan Diaspora Palestina


Musthafa Abd Rahman


Sejak perundingan damai Arab-Israel diluncurkan mulai dari konferensi Madrid tahun 1991, kesepakatan Oslo tahun 1993, hingga konferensi Camp David II tahun 2000, masalah isu pengungsi Palestina selalu menjadi salah satu penyebab utama kegagalan perundingan damai tersebut.

Konferensi damai Annapolis 2007 pun diprediksi akan tersandung oleh isu yang sama. Dunia Arab dan Palestina sebelum ini ngotot minta Israel melaksanakan Resolusi PBB Nomor 194, yakni hak kembali pengungsi Palestina yang kini tersebar di seluruh dunia.

Sebaliknya Israel menolak habis-habisan melaksanakan resolusi PBB itu. Bangsa Arab melalui inisiatif damai Arab tahun 2002 melunakkan tuntutan dengan meminta penyelesaian adil atas pengungsi Palestina sesuai dengan resolusi PBB No 194 itu.

Bangsa Arab sejauh ini tidak menjelaskan rumusan kalimat "penyelesaian adil" itu karena Israel dan Palestina memang tidak pernah duduk di meja perundingan guna membahas secara rinci butir-butir dalam inisiatif damai Arab tersebut. Israel juga cenderung menolak inisiatif damai Arab itu.

Di mana mereka

Di mana dan bagaimana rakyat Palestina yang tersebar di seluruh dunia itu? Jumlah rakyat Palestina diperkirakan sekitar 8,5 juta jiwa yang tersebar di seantero dunia, meliputi Israel, Jalur Gaza, Tepi Barat, negara- negara Arab, dan di Barat.

Sekitar 1 juta warga Palestina hidup di wilayah Israel yang disebut Arab Israel dengan memegang paspor Israel. Sekitar 3 juta warga Palestina berada di Jalur Gaza dan Tepi Barat. Sekitar 46 persen warga Palestina berada di wilayah historis Palestina yang meliputi Jalur Gaza, Tepi Barat, dan wilayah negara Israel.

Tercatat sekitar 3,2 juta warga Palestina menjadi pengungsi di negara-negara Arab sekitarnya, seperti Jordania, Suriah, Lebanon, Mesir, Irak, Libya, dan negara Arab Teluk. Dengan demikian, sekitar 87 persen warga Palestina hidup di wilayah historis Palestina dan negara-negara Arab sekitarnya.

Ada juga warga Palestina yang tinggal di mancanegara. Mereka yang tinggal di mancanegara ini merupakan aset besar bagi Palestina karena pengalaman yang mereka peroleh selama di pengasingan itu.

Sekitar 400.000 warga Palestina berdomisili di negara-negara Arab Teluk, tempat mereka telah berandil besar membangun negara-negara Arab kaya itu sejak ditemukan minyak di kawasan tersebut.

Diperkirakan 51 persen dari warga Palestina di negara-negara Arab Teluk itu memiliki keahlian tinggi, seperti menjadi dokter, insinyur, dan pengacara. Sekitar 28 persen dari tenaga ahli itu bekerja di sektor perminyakan, transportasi, dan pendidikan.

Berpendidikan tinggi

Tercatat sekitar 460.000 warga Palestina berdomisili di Eropa Barat, Amerika Utara, dan Amerika Latin. Sebagian besar dari mereka bekerja di universitas dan perusahaan besar. Konon, tidak ada universitas di AS yang tidak memiliki minimal seorang pengajar berasal dari Palestina.

Dari tenaga ahli Palestina itu, tidak sedikit pula yang memiliki kemampuan memimpin perusahaan besar dan menduduki posisi kunci serta memiliki kekayaan cukup besar.

Potensi Palestina itu tentu bisa dimanfaatkan negara Palestina mendatang. Rakyat Palestina juga bisa dibagi antara penduduk asli dan pengungsi.

Penduduk asli Palestina kini berdomisili di Jalur Gaza, Tepi Barat, dan wilayah negara Israel dengan jumlah sekitar 4 juta orang, dan yang hidup di pengasingan sekitar 4,5 juta jiwa.

Mereka yang kini hidup di pengasingan, terusir dari 532 tempat di Palestina, yakni dari 13 kota, 420 desa, dan 98 suku. Mereka ini berada dalam kategori memiliki hak kembali ke kampung halaman sesuai dengan Resolusi PBB No 194, dan mereka tercatat dalam Badan PBB untuk Urusan Pengungsi Palestina (UNRWA).

Rakyat Palestina adalah rakyat dengan usia muda, di mana 55 persen dari mereka berusia di bawah 25 tahun, yakni mereka lahir di bawah pendudukan Israel pascaperang tahun 1967.

Memberdayakan potensi mereka seharusnya menjadi program prioritas melalui pendidikan, yang telah lama tidak mereka peroleh, khususnya di wilayah pendudukan.

Jumlah orang yang buta huruf di Tepi Barat dan Jalur Gaza mencapai 16 persen untuk kaum pria dan 29 persen untuk kaum wanita. Persentase angka buta huruf itu dua kali lipat lebih tinggi di kalangan pengungsi Palestina di pengasingan.

Pemberdayaan produktivitas rakyat Palestina juga masih sangat minim. Rakyat Palestina yang tercatat dalam usia produktif (usia 25 hingga 60 tahun) sekitar 37,5 persen. Dari persentase itu, hanya sekitar 18 persen yang terserap dalam angkatan kerja, yakni lebih dari 50 persen warga Palestina dalam usia produktif kini tercatat sebagai penganggur.

Tingkat pendayagunaan potensi rakyat Palestina bergantung pada tempat domisili mereka selama ini. Warga Palestina yang berdomisili di Eropa Barat dan Amerika Utara dikenal energik, memiliki kemampuan memimpin dan pengaruh luas lantaran kedekatan mereka dengan media massa internasional dan para pengambil keputusan.

Paling menderita

Pengungsi Palestina di Lebanon merupakan pengungsi yang paling menderita akibat perang saudara di negeri itu selama 15 tahun (dari tahun 1975 hingga tahun 1990). Namun, mereka hidup di lingkungan yang memberikan keleluasaan tertentu secara politik dibanding pengungsi Palestina di negara Arab lainnya.

Nasib pengungsi Palestina di Suriah sangat bergantung pada masa depan proses perdamaian Israel-Suriah.

Pengungsi Palestina di Jordania yang merupakan terbesar (sekitar 37 persen dari seluruh pengungsi Palestina di luar negeri), secara politik jauh lebih stabil dan tidak terlalu gelisah dengan hak kembali ke kampung halaman.

Pengungsi Palestina di Jalur Gaza dan Tepi Barat merupakan pengungsi yang paling menderita karena hidup di bawah pendudukan Israel yang setiap harinya mengalami pembatasan gerak dan kepungan.

Warga Palestina di Irak pascajatuhnya rezim Saddam Hussein (almarhum) tak kalah menderita dibandingkan dengan mereka yang berada di Jalur Gaza dan Tepi Barat. Pada era Saddam Hussein, warga Palestina di Irak mendapatkan perlindungan dan fasilitas yang istimewa dari pemerintah.

Namun, pasca-era Saddam Hussein, mereka dikejar-kejar dan selalu mendapatkan ancaman, khususnya dari milisi Syiah bersenjata.

Sebagian kecil dari mereka dapat berimigrasi ke Amerika Serikat, Brasil, dan Kanada. Warga Palestina di wilayah negara Israel sekarang telah memutuskan menjadi warga negara Israel, dan kini mereka berhasil masuk Knesset (parlemen Israel) dengan meraih sejumlah kursi.

Obsesi mereka saat ini adalah mendapatkan persamaan hak dengan warga Yahudi dan tidak mendapatkan perlakuan rasialis dari pemerintah dan rakyat Israel. Mereka berambisi meraih sedikitnya 15 persen kursi dari 120 kursi di Knesset pada tahun 2010 karena lebih dari 45 persen warga Palestina di Israel saat ini dalam usia remaja yang akan mendapatkan hak suara setelah beberapa tahun mendatang.

No comments: