Saturday, December 22, 2007

Politisi Kotor Berkibar Kembali
Thailand Menyongsong Pemilu Pascakudeta Militer

Bangkok, Jumat - Pemilu Thailand pascakudeta militer, Minggu (23/12), sepertinya akan dimeriahkan para politisi yang memiliki "dosa" di masa lalu. Salah satu kandidat perdana menteri dijuluki "Mesin ATM Berjalan" karena menyumbangkan uang untuk membeli suara, sedangkan kandidat lain dilaporkan meraup jutaan dollar AS dari bisnis judi ilegal.

Pemilu hari Minggu besok merupakan pemilu yang dijanjikan junta militer Thailand setelah menggulingkan mantan Perdana Menteri Thaksin Shinawatra, yang dinilai terlalu korup, 15 bulan lalu. Pemilu bertujuan mengembalikan demokrasi pascakudeta militer.

Namun, para pengamat menilai, pemilu kali ini tampaknya sama saja hasilnya mengingat catatan perjalanan politik sejumlah kandidat. Mereka mengistilahkan pemilu ini sebagai kembalinya para dinosaurus politik.

"Kecuali para veteran mengusung ide-ide baru, sepertinya politik Thailand akan kembali ke lingkaran setan pembelian suara, pemilu, korupsi, protes, dan kemudian, mungkin, kudeta lagi," kata Thitinan Pongsudirak, pengamat politik dari Chulalongkorn University, Jumat (21/12).

Korupsi dan politik telah lama berjalan seiring di Thailand. Orang-orang yang memegang kekuasaan secara rutin menjadi terdakwa karena memanfaatkan jabatan untuk memperkaya diri dan keluarga mereka.

Begitu pula dengan kandidat dalam pemilu kali ini, yaitu para veteran yang terkenal dengan politik uang dan kesepakatan di belakang layar yang menjerumuskan kehidupan politik Thailand selama bertahun-tahun. Akibat polah tingkah politisi kotor itu, Thailand mengalami ketidakstabilan yang ditandai dengan 18 kali kudeta sejak negara itu menjadi monarki konstitusional tahun 1932.

Salah satu veteran itu adalah Samak Sundaravej (72), yang dituduh menyalahgunakan jabatan karena menandatangani dua kontrak tidak jelas ketika menjabat gubernur Bangkok. Kasus tahun 2003 dan 2004 itu masih dalam penyelidikan.

Mengembalikan Thaksin

Samak memimpin Partai Kekuatan Rakyat (PPP), kumpulan pendukung Thaksin. Jajak pendapat menunjukkan, PPP akan memenangi sebagian besar kursi di DPR yang beranggotakan 480 orang, meskipun tidak mayoritas. "Saya harus membawa (Thaksin) kembali menjadi pusat perhatian. Kami akan menggunakan politik yang sama. Thaksin bisa memberi beberapa nasihat, jika hal itu tidak melanggar hukum," kata Samak.

Kandidat PPP lain adalah Chalerm Yoobamrung (59), seorang politisi berlidah tajam yang mencari suaka di Denmark dan Swedia setelah kudeta militer tahun 1991. Kudeta itu terjadi karena dia dan beberapa anggota kabinet dituduh memperkaya diri.

Di awal karier politiknya, Chalerm dituding memperoleh kekayaan dari bisnis judi. Dia pernah didakwa terlibat perjudian yang di Thailand dianggap ilegal.

Chalerm juga dituduh menggunakan jabatannya untuk membebaskan anaknya dari tuntutan pidana. Saat anaknya dibebaskan tahun 2004 setelah menewaskan seorang polisi dalam sebuah perkelahian di kelab malam, popularitas Chalerm merosot.

Kandidat dari Partai Chart Thai, partai menengah, mantan Perdana Menteri Banharn Silpa-archa (75) mendapat julukan "Mesin ATM Berjalan" karena memiliki catatan pernah menghamburkan uang untuk membeli suara pemilih. Banharn juga dijuluki "Tuan 20 Persen" karena diduga menilap uang sebesar itu dalam kontrak-kontrak pemerintah di masa lalu.

Banharn tampaknya diperebutkan dua partai besar yang bersaing membentuk koalisi pemerintahan setelah pemilu. Dia mungkin akan ditawari jabatan perdana menteri lagi sebagai imbalan atas dukungan partainya.

Kritikus mengatakan, dugaan korupsi dan kesalahan mengelola ekonomi yang dilakukan Banharn selama memerintah tahun 1995-1996 menyebabkan kehancuran mata uang Thailand dan memicu krisis finansial Asia tahun 1997.

Tidak semua

Tidak semua kandidat korup. Kandidat dari Partai Demokrat, Abhisit Vejjajiva (43), memiliki catatan bersih. Namun, mantan dosen ekonomi yang mengenyam pendidikan di Oxford University ini belum pernah menduduki jabatan tinggi di pemerintahan.

Analis mengatakan, Abhisit tampaknya adalah pilihan yang sesuai dengan keinginan militer.

Kemarin merupakan hari terakhir kampanye di Thailand. Masih terlihat bahwa Thailand terbagi menjadi dua kubu, kaum miskin di wilayah timur laut yang masih loyal kepada Thaksin dan golongan menengah yang kaya di Bangkok dan wilayah tengah yang menentang kembalinya Thaksin.

"Apa yang muncul dalam pemilu ini sangat jelas, yaitu apakah Anda mendukung Thaksin dan pengikutnya atau apakah Anda mendukung junta militer dan orang-orang yang menentang Thaksin," kata Giles Ji Ungpakorn, pengamat politik Thailand. (ap/afp/fro)

No comments: