Abbas: Saya Tidak Mencalonkan Diri Lagi
Muhammad Dahlan Akhirnya Mundur
Cairo, Kompas - Presiden Palestina Mahmoud Abbas mengatakan, dia kemungkinan tidak akan mencalonkan diri lagi sebagai presiden dalam pemilu nanti. Abbas lebih memilih untuk mendukung pencalonan Marwan Barghouti (48), Sekretaris Jenderal Aksi Fatah, yang kini masih dikurung di penjara Israel.
Pernyataan itu disampaikan Abbas dalam wawancara khusus dengan surat kabar Israel, Maariv, edisi Jumat (27/7). Ini merupakan pernyataan pertama Abbas mengenai suksesi kepemimpinan di Palestina yang disampaikan kepada media massa.
"Marwan Barghouti adalah salah seorang pemimpin Palestina yang menonjol saat ini. Jika dia memutuskan mencalonkan diri dalam pemilihan presiden mendatang, saya akan mendukungnya sebagai pengganti saya," kata Abbas.
Dia menambahkan, setiap kali bertemu Perdana Menteri Israel Ehud Olmert, dia selalu meminta agar Barghouti dibebaskan. Barghouti, lanjutnya, selalu ditempatkan pada urutan nomor satu dalam daftar tawanan Palestina yang dia minta agar dibebaskan Israel.
Barghouti ditangkap Israel pada April 2002 di sebuah tempat dekat Ramallah, menyusul invasi Israel ke Tepi Barat saat itu.
Tokoh independen Palestina, Abdel Qadir Yassin, dalam sebuah perbincangan dengan Kompas di Cairo, mengatakan, dia meminta Pemerintah Mesir terus membujuk Israel agar membebaskan Barghouti.
Yassin mengungkapkan, Mesir dan sejumlah negara Arab melihat Barghouti sebagai satu-satunya figur yang diharapkan mampu membenahi dan menyatukan faksi Fatah kembali pascawafatnya Yasser Arafat.
Dia menilai Barghouti sebagai figur yang bersih dan sangat populer. Namun, orang-orang dekat Abbas selalu mencoba menghalangi pembebasan Barghouti karena dia dianggap sebagai ancaman serius bagi kepemimpinan Abbas.
Situasi politik di Palestina tidak menentu setelah terjadi pertempuran berdarah antara Hamas dan Fatah di Jalur Gaza, Juni lalu, yang dimenangi Hamas. Akibat pertempuran itu, Palestina terpecah dua. Jalur Gaza dikuasai Hamas, sedangkan Tepi Barat dikuasai Fatah. Kedua faksi menyatakan diri sebagai pemerintah yang sah di seluruh Palestina.
Untuk memperkuat posisi politiknya, Abbas mengeluarkan dekrit yang isinya membubarkan pemerintahan koalisi pimpinan Hamas dan menggantinya dengan pemerintahan darurat di Tepi Barat. Selanjutnya, Abbas merencanakan pemilu parlemen dan presiden untuk membentuk pemerintahan baru.
Dekrit itu tentu saja ditolak Hamas. Faksi itu menuduh Abbas berupaya menyingkirkan Hamas yang memenangi pemilu secara telak pada Januari 2006 dan mampu membentuk pemerintahan sendiri. Hamas juga menyatakan menolak pemilu yang digagas Abbas.
Dahlan mundur
Dari Ramallah dilaporkan, Muhammad Dahlan, Penasihat Dewan Keamanan Nasional Palestina, mengundurkan diri dari jabatannya. Pengunduran diri itu langsung diterima Abbas.
"Kami menerima pengunduran diri itu dan saya menerimanya. Saya akan meneleponnya untuk menyampaikan penerimaan saya," kata Abbas.
Dahlan merupakan tokoh Fatah yang dianggap sebagai pemicu peperangan antara Hamas dan Fatah di Jalur Gaza. Faksi Hamas menuduhnya sebagai kaki tangan Amerika Serikat dan Israel. Karena itu, pasukan Hamas menyerangnya.
Tokoh ini juga tidak disukai sebagian pemimpin Fatah. Salah seorang anggota Dewan Pusat PLO yang berasal dari Fatah, Hani Hassan, dalam wawancara dengan televisi Al Jazeera juga menuduh Dahlan menjalankan proyek Amerika Serikat di dalam tubuh Fatah.
Dia mengatakan, serangan Hamas di Jalur Gaza bukan ditujukan kepada Fatah, melainkan kepada kubu Dahlan. Hassan, yang juga seorang penasihat senior Abbas, justru mendukung tindakan Hamas karena telah berhasil mendepak kubu Dahlan dari panggung politik.
Penasihat Presiden Abbas urusan media massa, Nabil Amr, dalam wawancara dengan FatehmediaNet mengakui bahwa Abbas telah keliru menaruh kepercayaan terlalu besar kepada Dahlan untuk mengontrol Jalur Gaza. (REUTERS/MTH/BSW)
No comments:
Post a Comment