BANGKOK, Kamis - Tokoh hak asasi manusia Thailand mencela tindakan junta (dewan pemerintahan yang dikuasai militer). Langkah junta disebut sebagai stupid (bodoh). Junta juga dituduh bertindak diktator, terlihat dari penyusunan konstitusi Thailand baru yang memberi kekuasaan absolut kepada junta.
Penunjukan pemerintahan interim oleh junta dianggap salah. Hal itu dikatakan oleh Ketua Komisi Hak Asasi Manusia Thailand Saneh Chamarik di Bangkok, Kamis (12/7).
Contoh lain adalah upaya junta menghidupkan kembali Komando Operasional Keamanan Internal (ISOC), mirip sebuah unit militer era Perang Dingin untuk memerangi komunis. Saneh melihat langkah ini sebagai serius.
Saneh juga melihat semua itu sebagai penekanan pada demokrasi di Thailand, yang dalam 75 tahun terakhir ini silih berganti antara hidup dan mati. "Meski Thailand menyatakan diri demokratis, kehidupan di Thailand berada di bawah tradisi otoriter," kata Saneh. "Pemerintah hanya mendengar birokrat, yang secara alamiah cenderung otoriter," ujar Saneh.
Berdasarkan isi rancangan ISOC, sudah disetujui kabinet dan kini ada di tangan parlemen yang diangkat militer, militer akan memiliki kekuasaan dan bisa melakukan apa saja dengan alasan demi keamanan nasional.
ISOC memungkinkan militer menangkap siapa saja yang dianggap sebagai ancaman, bisa memblokir jalan raya, membatalkan pertemuan publik, melakukan pencarian dari rumah ke rumah, memberlakukan sensor dan keadaan darurat. Dalam rancangan itu, definisi keamanan nasional sangat kabur.
Tajuk di harian The Nation menyebut ISOC sebagai anak dari Undang-Undang Anti-Komunis, yang dibuat tahun 1952. UU ini sudah dibatalkan pada tahun 2001.
"ISOC menciptakan keadaan Thailand seperti berada dalam keadaan darurat. Militer bisa memanfaatkan kekuatan itu sesuka hatinya, dan posisi militer pun bukan sebagai badan yang ada di bawah seorang perdana menteri," demikian The Nation.
Tidak bebas, tidak adil
Meski plebisit akan dilakukan pada 19 Agustus soal konstitusi baru, dan pemilu dijanjikan akan berlangsung pada akhir 2007, sejumlah aktivis hak asasi manusia mengatakan bahwa plebisit dan pemilu tidak akan berlangsung bebas dan adil.
Sekarang ini saja sekitar 36 dari 76 provinsi di Thailand masih menjalani keadaan darurat sejak kudeta September 2006. Tampaknya militer juga senang saja dengan keadaan itu walau kehidupan rakyat menjadi lebih sulit.
Polisi dan tentara tetap memblokir beberapa jalan di beberapa sudut Bangkok dan juga di pedesaan yang ada di utara dan selatan Thailand. Pembatas dipasang untuk menghentikan orang yang ingin melakukan protes kepada junta.
Pekan lalu, seorang aktivis di kota Chiang Rai ditangkap dan ditahan selama 24 jam karena mengecam kudeta. "Saya memantau kasus ini secara saksama dan saya prihatin. Saya heran, kok mereka begitu bodoh," kata Saneh. (REUTERS/MON)
No comments:
Post a Comment