Saturday, July 7, 2007

Australia Akui Ada Faktor Minyak di Balik Invasi Irak
Sudah 3.580 Tentara AS Tewas sejak 2003

canberra, kamis - Untuk pertama kali, Pemerintah Australia mengakui bahwa minyak menjadi faktor kunci di balik dukungan Australia atas invasi Amerika Serikat ke Irak. Semula, Australia selalu menyangkal adanya kepentingan untuk mengamankan suplai minyak sebagai alasan invasi tersebut.

Dalam sebuah tinjauan strategi pertahanan Australia yang dirilis Kamis (5/7) disebutkan bahwa "mengamankan sumber daya" di Timur Tengah adalah prioritas utama. "Strategi pertahanan yang kami umumkan hari ini menjabarkan banyak prioritas pertahanan dan keamanan Australia, dan keamanan sumber daya adalah salah satunya," kata Menteri Pertahanan Australia Brendan Nelson.

"Timur Tengah sendiri, tidak hanya Irak, tetapi juga seluruh kawasan Timur Tengah, adalah penyedia energi penting untuk dunia. Australia dan seluruh dunia perlu memikirkan apa yang akan terjadi jika ada penarikan pasukan lebih awal dari Irak," ujarnya.

Pernyataan tersebut membuktikan argumen para penentang keras Perang Irak bahwa invasi AS pada tahun 2003 lebih didorong kepentingan minyak daripada alasan menemukan senjata pemusnah massal milik Saddam Hussein.

Australia bergabung dengan invasi yang dipimpin AS pada tahun 2003 dan mengirimkan sekitar 1.575 tentara ke Irak. Perdana Menteri John Howard juga masih merupakan pendukung kuat kampanye militer AS.

Nelson mengatakan, alasan utama Australia mempertahankan pasukan di Irak adalah mencegah kekerasan antara warga Sunni dan Syiah dan membantu sekutu mereka, AS, memerangi terorisme dan menjaga stabilitas kawasan. Namun, dia tetap menyebut pengamanan suplai minyak adalah bagian penting dalam mewujudkan stabilitas tersebut.

"Dari semua alasan itu, sangat penting jika Australia memandang, adalah kepentingan kami untuk menjamin bahwa kami meninggalkan Timur Tengah, terutama Irak, dalam situasi keamanan berkesinambungan," ujar Nelson.

Dia menambahkan, pasukan Australia tetap bertahan di Irak selama mereka dibutuhkan. Keberadaan pasukan tersebut juga tidak akan dipengaruhi situasi dalam negeri, yaitu pemilu yang akan diselenggarakan akhir tahun ini.

"Kami telah memutuskan bahwa kondisi di Irak yang akan menentukan (penarikan pasukan), bukan situasi politik di Australia," kata Nelson.

Oposisi Partai Buruh menyatakan, pengakuan pemerintah tersebut bertentangan dengan pernyataan yang dibuat pada tahun 2003. "Pada saat itu, ketika ditanya apakah invasi tersebut berhubungan dengan minyak, Howard menegaskan, tidak ada kaitan apa pun dengan minyak," kata Ketua Partai Buruh Kevin Rudd.

Partai Buruh berjanji akan menarik pasukan Australia dari Irak jika memenangi pemilu akhir tahun ini. "Perlu waktu empat tahun bagi pemerintah hanya untuk mengakui fakta (minyak) itu," kata juru bicara Partai Buruh, Robert McClelland.

Dalam sebuah wawancara pada malam invasi dilakukan, Howard menyangkal dukungan Australia terkait kepentingan minyak. "Ini semua tentang bahaya bagi Australia jika negara seperti Irak masih memiliki senjata kimia dan biologi, dan senjata itu jatuh ke tangan teroris internasional. Itulah alasan mendasar tentang ini semua," kata Howard kala itu.

Korban nyawa

Bertepatan dengan peringatan Hari Kemerdekaan AS, Rabu, dua tentara AS kembali dilaporkan tewas di Irak. Satu tentara tewas saat sebuah helikopter AS jatuh di Provinsi Niniveh, sebelah utara Irak.

Satu tentara lainnya juga tewas dalam operasi militer di selatan Baghdad. Namun, tidak ada penjelasan lebih lanjut mengenai operasi militer tersebut.

Dengan bertambahnya dua korban, jumlah total tentara AS yang tewas sejak invasi pada tahun 2003 sudah mencapai 3.580 orang. (ap/afp/fro)

No comments: