Tuesday, July 17, 2007

Mantan PM Banglades Ditahan
Tindakan Tegas Menumpas Korupsi Menjadi Batu Ujian bagi Pejabat

Dhaka, Senin - Puluhan polisi dan tentara elite Banglades, Senin (16/7), menahan dan mengadili mantan Perdana Menteri Sheikh Hasina Wajed atas tuduhan korupsi. Tindakan itu kemudian memicu kemarahan para pendukung Hasina.

Pemerintah menuding Hasina bersalah karena telah menyebabkan perekonomian merosot sejak tahun 1996-2001. Hasina juga sering dituding telah menyalahgunakan kekuasaan. Namun, Hasina sudah sering membantah itu.

"Ini jelas konspirasi belaka dan upaya untuk menyingkirkan saya dari panggung politik. Tidak pernah ada satu pun anggota keluarga saya ataupun saya sendiri yang terlibat dalam korupsi," kata Hasina melalui pengacaranya ketika berbicara di pengadilan.

Pengacara Hasina juga menyatakan pihak pengadilan tidak memenuhi permohonan Hasina untuk tidak ditahan. Keputusan pihak pengadilan itu dianggap tidak sesuai dengan aturan hukum dan tidak dapat dipercaya. Kepolisian Banglades pada bulan Juni lalu mengajukan dua dakwaan pemerasan. Hasina dituding telah memeras dua pengusaha sebesar 80 juta taka (1,16 juta dollar AS atau sekitar Rp 10,440 miliar).

Menanggapi proses penahanan dan pengadilan Hasina, Presiden Interim Banglades Fakhruddin Ahmed menegaskan tidak ada satu pun warga Banglades yang terbebas hukum jika terkait korupsi. "Siapa pun yang terlibat pasti akan kami tangkap dan hukum," ujarnya.

Sejak Januari lalu atau tepatnya sejak pemerintahan darurat, yang didukung militer, mengambil alih pemerintahan setelah terjadi bentrokan antara pendukung Hasina dan rivalnya, Begum Khaleda Zia, Banglades terjerumus dalam kekacauan politik. Banglades juga mengalami kemerosotan ekonomi karena korupsi yang merajalela pada tingkat pejabat. Pemerintah berjanji menumpas korupsi sebelum menggelar pemilu yang baru, Desember 2008.

Hasina ditangkap ketika ada di rumahnya di Dhaka. Situasi menjadi tegang karena penahanan itu memicu protes dari pendukung Hasina. Aparat keamanan sampai harus memutus jaringan telepon dan memblokir jalanan di sekitar rumah Hasina. "Kami terpaksa menembakkan peluru karet dan gas air mata ke arah pendukung Hasina. Ada beberapa yang telah kami tangkap," kata Asisten Komisaris Kepolisian Wilayah Dhaka Deen Mohammed.

Putra Hasina, Sajid Wajed Joy, juga mengecam penangkapan itu. "Ini jelas konspirasi untuk melawan Hasina dan demokrasi. Kita harus melawan pemerintah seperti ketika perang kemerdekaan tahun 1971 untuk membebaskan Hasina dan mewujudkan demokrasi di negeri kita ini. Saya tidak berencana pulang ke Banglades dalam waktu dekat. Namun, saya akan menggelar protes di seluruh dunia," ujarnya kepada jaringan stasiun TV swasta Bangla Vision dari AS, tempat tinggalnya kini.

Bentrokan dengan polisi tidak bisa dihindari ketika pendukung Hasina mencegat kendaraan yang tengah membawa Hasina ke penjara. Untuk membuka jalan, polisi memakai peluru karet dan tongkat pemukul. Protes serupa juga terjadi di kampung halaman Hasina di Tungipara, sebelah barat daya Banglades, dan di beberapa daerah lain di Banglades. Untuk saat ini, Banglades berada dalam status darurat.

Terapi kejut

Hingga kini lebih dari 170 tokoh politik, birokrat, dan pelaku bisnis ditahan karena kasus korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan, termasuk putra rival Hasina, Tareque Rahman, dan mantan PM Begum Khaleda Zia. Banyak terdakwa korupsi yang telah diganjar hukuman penjara antara tiga hingga 13 tahun. "Ini menjadi semacam batu ujian bagi para politikus," kata pakar politik dan Presiden Asosiasi Studi Ilmu Politik Banglades, Ataur Rahman.

Namun, sejak awal pemerintah tampaknya menyasar anggota dari Partai Nasionalis Banglades atau BNP (Zia) dan Liga Awami (Hasina). Sejak April, pemerintah berusaha mengasingkan Hasina dengan melarangnya kembali ke Banglades setelah dia mengunjungi putranya di AS. Ketika itu Hasina dituduh melakukan pembunuhan dan korupsi. Namun, larangan itu kemudian dibatalkan dan Hasina bisa kembali ke Banglades serta mendapat sambutan meriah dari ribuan pendukung.

Hasina adalah putri PM Banglades pertama, Sheikh Mujibur Rahman, yang tewas dibunuh beserta seluruh keluarga tahun 1975 saat terjadi kudeta militer.(REUTERS/AFP/AP/LUK)

No comments: