Islamabad, Senin - Presiden Pakistan Pervez Musharraf kemungkinan akan meletakkan jabatannya sebagai pemimpin tertinggi militer negara itu. Hal tersebut dilakukan terkait kesepakatan dengan mantan Perdana Menteri Benazir Bhutto guna mengamankan posisi Musharraf dalam pemilu mendatang.
Seperti dilaporkan, Musharraf dan Bhutto bertemu diam-diam untuk kedua kalinya di Abu Dhabi, Jumat pekan lalu. Pembicaraan rahasia itu diperkirakan mengenai pembagian kekuasaan di antara mereka berdua menjelang pemilu.
Musharraf ingin terpilih kembali dalam pemilu, Oktober mendatang. Bhutto bersedia mendukung dengan syarat, Musharraf harus melepaskan jabatannya sebagai pemimpin tertinggi militer. Partai Rakyat Pakistan yang dipimpin Bhutto menolak berhubungan dengan militer.
Setelah mengambil alih kekuasaan melalui kudeta tidak berdarah tahun 1999, Musharraf berjanji akan berhenti sebagai panglima militer pada akhir 2004 sebagai bagian dari kesepakatan dengan kelompok Islam. Namun, hal itu tidak pernah terjadi.
"Jika Musharraf tetap mempertahankan jabatannya (di militer), peluang kesepakatan akan lenyap," kata Hasan Askari Rivzi, pengamat politik dari Lahore.
Musharraf, Senin (30/7), bertemu dengan sekutunya, Liga Muslim Pakistan, untuk memberikan penjelasan singkat mengenai pembicaraan dengan Bhutto.
Pertemuan Bhutto dengan Musharraf menuai kritik dari partai oposisi lain yang menuding Bhutto mendukung rezim Musharraf. Pemimpin Islam, Maulana Fazlur Rehman, mengkritik Bhutto dan menyebut segala kesepakatan dengan Musharraf bertentangan dengan kepentingan nasional Pakistan.
Mantan PM Nawaz Sharif, yang juga tinggal di pengasingan, mengingatkan Bhutto tentang janji dalam pakta prodemokrasi yang mereka tanda tangani tahun lalu. Isinya tentang penentangan segala bentuk hubungan dengan penguasa militer.
Rasul Bakhsh Rais, pengamat politik dari Lahore University, mengatakan, Amerika Serikat berperan dalam kesepakatan tersebut. "Penjamin perjanjian ini bukan orang Pakistan. (Pihak) itu adalah AS," katanya.
No comments:
Post a Comment