Wednesday, July 11, 2007

Oposisi Malaysia Tuntut Penjelasan dari Wakil PM

Model Mongolia Pernah Makan Bareng Najib Razak

Kuala Lumpur, Selasa - Anggota partai oposisi Malaysia meminta Wakil Perdana Menteri Najib Razak menjelaskan keterlibatannya dalam kasus pembunuhan model Mongolia, Altantuya Shaariibuu, 19 Oktober 2006. Razak dekat dengan penasihat politik Abdul Razak Baginda, salah satu tersangka pembunuhan.

Belum lama ini, Kepala Bidang Informasi Partai Keadilan Rakyat Tian Chua memasang sebuah foto Razak yang tengah duduk bersama Baginda dan Altantuya di blog pribadinya. Chua mengakui foto itu telah direkayasa, tetapi dia tidak bersedia meminta maaf dan tak mau mencabut foto tersebut.

"Foto ini memang hanya imajinasi saya. Maksudnya memang untuk memaksa Najib menjelaskan keterkaitannya dalam kasus pembunuhan. Saya tidak akan mencabut foto itu atau meminta maaf," kata Chua, Selasa (10/7).

Foto tersebut muncul di blog Chua pada 2 Juli setelah keponakan Altantuya, Burmaa Oyunchimeg, bersaksi bahwa dia pernah melihat foto Altantuya makan bersama Baginda dan "seorang pejabat Pemerintah Malaysia".

Burmaa tidak mengidentifikasi pejabat itu sebagai Razak, tetapi dia mengatakan, Altantuya pernah memberitahunya bahwa pejabat itu bernama Najib Razak.

Razak membantah keras keterlibatan apa pun dalam kasus tersebut. Karena itu, Chua mengatakan akan terus melanjutkan aksinya di internet. "Saya ingin otoritas menangani kasus ini secara transparan dan Najib harus mengakui hubungannya dengan Altantuya," ujarnya.

Jaksa penuntut mengatakan, Baginda merencanakan pembunuhan Altantuya dan memerintahkan dua anggota Unit Tindakan Khusus (UTK) Kepolisian Malaysia, Azilah Hadri dan Sirul Azhar Umar, untuk membunuh model tersebut.

Diduga, Altantuya dibunuh terkait perannya dalam pembelian kapal selam Perancis tahun 2002 antara perusahaan Perancis dan Kementerian Pertahanan yang diisukan terkait dengan suap-menyuap. Altantuya berperan sebagai penerjemah dalam perjanjian tersebut karena kemampuannya berbahasa Perancis.

Altantuya tewas setelah ditembak dua kali di bagian kepala. Mayatnya kemudian diledakkan dan potongan tubuhnya ditemukan di kawasan hutan di distrik Shah Alam, November 2006.

Ditolak

Pengadilan Malaysia, Rabu, menolak pengakuan Sirul, salah satu tersangka, karena dibuat di bawah paksaan Mastor Mohamad Ariff, Wakil Komandan UTK. Pengakuan itu tidak bisa dijadikan bukti di pengadilan.

"Berdasarkan fakta dalam kasus ini, tampak jelas adanya paksaan dalam upaya mendapatkan pengakuan," kata Hakim Mohammed Zaki Mohammed Yasin. "Karena itu, pengadilan memutuskan bahwa pengakuan itu tidak dibuat secara sukarela. Oleh karena itu, pengakuan ini tidak akan diterima sebagai bukti di pengadilan," ujarnya.

Pengacara Sirul, Kamarul Hisham Kamaruddin, mengatakan, pengakuan Sirul dibuat dalam situasi penuh tekanan sehingga tidak bisa digunakan sebagai bukti apa pun. "Sirul berada dalam kondisi sangat kebingungan akibat kegelisahan mental yang berat," kata Kamarul.

Dia menambahkan, Mastor mengintimidasi Sirul untuk membuat pengakuan tersebut. "Sirul benar-benar sedang kebingungan," kata Kamarul.

Dalam kesaksian di pengadilan, Mastor menuturkan, dia diperintahkan untuk menjemput Sirul dari Pakistan, di mana dia ditugasi untuk mengawal PM Abdullah Ahmad Badawi. Dia duduk di sebelah Sirul selama penerbangan dari Pakistan ke Malaysia dan memberi tahu bahwa Azilah telah mengakui pembunuhan.

"Saya mengatakan kepada Sirul bahwa kasus itu telah diketahui publik dan tidak ada yang perlu disembunyikan. Dia tampak gugup dan gemetar," ujar Mastor.

Namun, Sirul bersaksi bahwa Mastor berulang kali menanyai dia tentang tuduhan pembunuhan itu dan suara Mastor terdengar menakutkan.

Pembunuhan Altantuya dinilai berbagai pihak sarat kepentingan politik. Pengadilan kasus tersebut juga dilihat sebagai ujian bagi transparansi sistem pengadilan Malaysia. (afp/fro)

No comments: