Sunday, July 15, 2007

China
Sistem Kacau karena Ambisi Ekonomi

Beijing, Kamis - Ambisi China untuk terus meningkatkan pertumbuhan ekonomi telah menghancurkan sistem yang berjalan di negara itu. Keruwetan peraturan, yang sering kali tumpang tindih dan bertentangan, membingungkan pejabat dan pengusaha.

Salah satunya tercermin dari reaksi Pemerintah China yang langsung mengeksekusi pejabat terkait serangkaian skandal kesehatan yang menodai produk buatan China. Pengamat menilai unsur sistemik yang melingkupi kasus itu justru diabaikan.

"Pejabat lokal diberi penghargaan atau hukuman demi cepatnya pertumbuhan ekonomi," kata Steven Xu, Direktur Jasa Penasihat Unit Intelijen Ekonomi.

Selama 20 tahun terakhir, satu-satunya fokus Pemerintah China, yaitu pertumbuhan ekonomi, memang menjadikan China sebagai salah satu negara dengan pertumbuhan ekonomi tercepat dan kekuatan ekonomi keempat terbesar di dunia. Namun, fokus tunggal itu juga yang telah menciptakan generasi birokrat yang lebih tertarik pada pertumbuhan daripada keselamatan.

"China memiliki pemerintah pusat yang terlalu kecil dan terlalu lemah," kata Eliot Cutler, mitra firma hukum Akin Gump Strauss Hauer & Feld LLP di Beijing.

Inti persoalan sebenarnya adalah ketidakmampuan Beijing untuk mengontrol pejabat lokal dan provinsi berjalan seiring. "Mereka (pemerintah pusat) harus meningkatkan jangkauan peraturan dan pemerintahan hingga ke provinsi," ujar Cutler.

Hal itu, lanjut Cutler, memang lebih mudah dikatakan daripada dilaksanakan. Persoalan sudah terbentang, dari polusi industri yang tidak terawasi, baterai telepon seluler yang bisa meledak, hingga toko dinamit yang berada di tengah permukiman penduduk.

Perubahan fundamental

Pemerintah China, Selasa, menghukum mati Zheng Xiaoyu, mantan Kepala Pengawas Obat dan Makanan Negara, karena terbukti menerima suap dan korupsi. Selama Xiaoyu memegang jabatan itu, banyak orang China yang meninggal akibat memakan obat dan makanan yang buruk.

Pemerintah China kemudian memperketat peraturan pendaftaran obat karena mengetahui ada celah dalam peraturan itu. Namun, para pengamat menilai, yang diperlukan adalah perubahan fundamental.

"Hukuman bagi segelintir pejabat tidak akan berpengaruh apa-apa. Harus ada reformasi institusi yang signifikan dalam cara Pemerintah China merespons dan bereaksi tentang sesuatu," kata Cutler.

Kesalahan memang bisa ditimpakan kepada pedagang dan pejabat yang rakus atas peredaran pasta gigi yang tercemar, mainan yang berbahaya, dan label bahan makanan yang salah ke pasar. Akan tetapi, kencederungan pemerintah pusat untuk mengatur secara berlebihan bisa menyebabkan pelaku bisnis garuk-garuk kepala.

Peraturan yang tidak konsisten dan tidak stabil yang diberlakukan di seluruh negara telah membuka jalan bagi pejabat yang tidak bertanggung jawab untuk mencuri kesempatan. "Akibatnya, banyak produk yang diganti, metode produksi yang buruk, kondisi gudang yang tidak memadai, dan akibat lainnya," kata Kent Kedl, Kepala Technomic Asia wilayah Shanghai.

Beberapa pengamat menilai, China sudah mulai mengurangi dampak kemanusiaan akibat ambisi pertumbuhan ekonomi tinggi. Namun, pihak-pihak yang telah rela membeli produk-produk pakaian, makanan, dan peralatan rumah tangga milik China yang murah harganya harus menanggung akibatnya.

"Sebenarnya, pembeli asing juga harus bertanggung jawab dalam memeriksa dan mengawasi mata rantai distribusi. Ini memang tidak murah, tetapi perusahaan harus menyadari bahwa hal itu adalah biaya yang harus ditanggung saat menjalankan bisnis dengan China," kata Kedl. (reuters/fro)

No comments: